Share

Part 3

Suami Miskinku di Ruang Nasabah Prioritas

Part 3

"Kamu kok tahu Rin?" tanya Bang Jayanta dengan mata agak melebar.

"Iya, temen Arin tadi lihat Abang, sampe difotoin segala pas Abang lagi ada di depan teller, emang Abang ngapain sih di sana, Bang?"

Bang Jayanta mendadak diam sambil melirik ke arah ibu mertua dengan ekor matanya.

"Itu ... anu, Abang ...."

"Palingan cuma anterin makanan pesenan orang. Kamu katanya sekarang jadi pengantar makanan paruh waktu di restoran 'kan, Jay?" sambar Ibu mertua.

Bang Jayanta yang sedang kebingungan kontan mengangguk sambil menjentikan jarinya.

"Nah iya bener. Bener apa kata Ibu Rin, tadi Abang lagi anterin makanan buat teller di sana," katanya dengan senyuman yang mendadak merekah.

"Ouuh gitu." Aku manggut-manggut.

Kan bener apa kata aku, Bang Jayanta di sana palingan cuma lagi anterin makanan orang. Hmm.

***

Esok harinya. Aku sudah diantar Bang Jayanta pagi-pagi.

"Kita mau beli baju di mana Rin?"

"Pasar ajalah, Bang."

"Beneran? Gak mau ke mall?"

"Ya maunya sih ke mall, tapi emang Abang punya duit?" candaku.

Dia terkekeh, "ya udah ke pasar ajalah, ke mall mah gampang kalau udah waktunya," katanya.

Hidih, aku menjebik, "kalau udah waktunya mulu perasaan. Kapan dong waktunya itu tiba? Apa-apa tuh Abang selaluuu aja bilang, nanti kalau udah waktunya, nanti kalau udah waktunya, gak bosen apa."

Bang Jayanta lagi-lagi terkekeh.

"Sabaaar, orang sabar jidatnya lebar."

Aku berdecak sambil mencubit pahanya dari belakang.

"Iya kayak Abang. Lebar tuh jidatnya."

"Hahaha."

Kami pun sampai di sebuah pasar. Tanpa ba-bi-bu, karena males lama-lama juga, cepat aku memilih baju yang sekiranya pantas dipakai ke acara arisan keluargaku di sebuah toko.

"Jangan lupa beli jilbab, tas, sendal sama daleman atas bawah bila perlu," kata Bang Jayanta sebelum aku masuk ke dalam.

"Dih, apaan dah. Kocak."

Dia terbahak.

-

Selesai membeli dua potong baju untukku dan untuk Nuna, jilbab dan juga tas, aku gegas keluar. Di luar aku celingukan saat tak kudapati Bang Jayanta di depan toko.

"Kemana itu orang? Motornya ada kok orangnya ngilang? Ah repot aja deh ah."

Aku mencari ke pinggir toko, dan ternyata benar, Bang Jayanta sedang ada di sana. Kuintip sedikit, dia tampak sedang mengobrol dengan seorang wanita seusia Mbak Opi.

"Pak, Si Eceu Alina datang terus tuh ke rumah, dia nanya-nanya terus di mana Bapak. Saya sampe bingung harus jawab apa. Karena kalau saya bilang Bapak sama Ibu udah bangkrut dan pulang kampung, dia gak percaya, sekalinya percaya dia pasti maksa minta alamat Bapak yang di kampung."

"Ck emang dasar gak tahu malu itu perempuan."

"Itulah Pak, saya juga gak habis pikir sama si Eceu. Maunya apa sih?"

"Ya udah, mulai sekarang perketat keamanan, suruh Mang Anwar kunci gerbang 24 jam, dan jangan biarkan terbuka walau hanya ditinggalkan sebentar, supaya perempuan itu gak bisa masuk lagi ke rumah lagi, paham?" tegas Bang Jayanta.

Mataku menyipit, telingaku meruncing. Apaan sih? Mereka lagi ngomongin siapa dah? Perempuan? Alina?

Terus gerbang katanya, gerbang siapa yang mereka maksud? Apa gerbang rumah tempat Bang Jayanta kerja nyambut rumput itu kali ya?

Oh iya mungkin aja. Terus bisa jadi perempuan yang lagi ngobrol sama suamiku itu juga si mbak-mbak yang kerja di rumah itu. Eh tapi kok dia manggil ke suamiku bapak sih? Udah kayak ke bos aja, hih.

"Paham, Pak. Paham. Nanti saya bilang ke Mang Anwar."

"Terus ini kamu ngapain belanja jauh-jauh? Sama siapa ke sini?" tanya suami lagi.

"Hehe dianter Mang Anwar Pak, sengaja Mumun belanja jauh, habisan di rumah bete gak ada kerjaan kalau gak ada tuan rumahnya. Makanya udah mau setahun ini Mumun belanja yang jauh biar sekalian healing," jawab wanita bernama Mumun itu lagi sambil cengengesan.

"Oh ya udah sana, saya juga mau jemput istri saya ke dalam, dia lagi belanja baju di toko."

"Walah sama istrinya, Pak? Kenalin dong, Pak. Kenalin yah, yah, yah." Wanita itu bersemangat, membuat senyumku tiba-tiba merekah.

Tapi suami malah mengibas tangan, "ish nanti aja, jangan sekarang. Sekarang belum waktunya," tolaknya.

"Yaaah, belum waktunya terus, Pak. Padahal pengen lihat Nyo-"

Brak!

Tiba-tiba aku ditabrak seseorang sampai belanjaanku jatuh ke lantai. Kontan saja, Bang Jayanta memunculkan diri dari pinggir toko.

"Eh Rin, gak apa-apa?" tanyanya cemas.

"Gak apa-apa, Bang." Aku bangkit dibantu Bang Jayanta, sementara mataku tertuju pada punggung wanita paruh baya yang sedang terburu-buru pergi meninggalkan area toko bersama seorang lelaki yang tadi menabrakku.

"Ayo balik, udah selesai 'kan belanjanya?"

"Tunggu Bang, tadi itu siapa?"

"Siapa?" Bang Jayanta larak-lirik ke kanan kirinya.

"Itu Bang, tadi, yang ngobrol sama Abang di pinggir toko."

Bang Jayanta mengibas tangan, "bukan siapa-siapa. Cuma temen Abang tadi ngajakin ngobrol bentar. Ayo."

-

-

Kami sampai di rumah pukul sebelas siang. Setelah mengisi perut untuk kedua kalinya, aku langsung pamit istirahat karena lumayan capek juga.

"Ya udah gih istirahat, Nuna biar Ibu yang jaga," kata mertuaku sambil berlalu ke teras.

Aku mengangguk dan gegas pergi ke kamar. Setelah sekitar 10 menit aku berbaring, dan baru saja akan masuk dalam lelap saat samar-samar kudengar suami sedang mengobrol bersama mertua di teras.

"Untung tadi ada yang nabrak Arin Bu, hampir aja Arin tahu semuanya karena ternyata tadi dia denger Jaya lagi ngobrol sama Mbak Mumun," katanya.

"Eh yang bener? Tapi Arin gak apa-apa ditabrak gitu?"

"Gak apa-apa, orang pelan doang supaya Jaya berehenti ngobrol."

"Terus-terus Arin nanya soal Mumun gak?"

"Iya, Bu. Jaya bilang dia temen Jaya. Ya emang bener 'kan?"

"Iya. Tapi kok bisa itu anak ketemu sama kamu di pasar? Ngapain dia di sana?"

"Tahu gak jelas banget, katanya sengaja belanja jauh biar sekalian healing."

"Ck ck ck emang bener-bener itu anak. Oh ya, emang tadi kalian ngobrolin apaan? Kira-kira Arin denger gak?"

"Ya biasa Bu, ngobrolin keadaan rumah sama itu si Alina, ternyata dia gak ada kapoknya, gak tahu malu emang dia."

"Astaga, Jayanta. Bisa nggak kamu tuh jangan ceroboh? Kalau di tempat umum gitu apalagi kamu lagi pergi sama Arin, kamu jangan asal ngobrol soal kehidupan kita sama siapa pun. Kemarin kamu keciduk lagi di bank prioritas, sekarang kamu ketahuan lagi ngobrol sama si Mumun, besok apa lagi? Bisa-bisa istri kamu itu tahu siapa kita yang sebenarnya sebelum waktunya tiba," geram Ibu mertua.

Bang Jayanta hanya diam. Sementara mataku kontan menyipit, "emang mereka sebenarnya siapa?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
hadis wijaya
cerita ny oke
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status