Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 9Tak punya harta maksudnya. Tapi kalau soal hati dan lainnya, mereka kaya banget."Ah kamu nih, sabar dong Jay, tinggal dikit lagi rencan-""Ehek ehek ehek." Nuna terbangun.Aku tepok jidat. Astagfirullah Nak, kenapa mesti bangun sekarang sih? Tanggung dah ah 'kan jadinya.Karena Nuna udah terlanjur bangun, cepat aku menggendongnya dari atas kasur. Tak lama Bang Jaya juga masuk ke dalam kamar."Nuna bangun ya Rin?""Iya, Bang." "Sini. Biar Abang yang gendong. Kamu mandi aja gih takut belum mandi."Aku mengangguk dan buru-buru pergi ke kamar mandi. Selesai melakukan ritual bersih-bersih yang terhitung hanya 3 menitan itu aku gegas balik ke kamar. Udah punya anak gak ada banget waktu buat lama-lama di kamar mandi. Gak tenang aja rasanya. Takut Nuna nangis. Padahal ada mertua sih yang jaga. Tapi tetep aja gak tenang."Udah sana pergi. Jangan-jangan bener apa kata Mbak Mumun, perempuan itu emang gak tahu malu. Sini biar Nuna Ibu yang jaga.
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 10Aku akhirnya urung mengejar ibuku. Sementara Mas Agas cepat menghampiri kami."Kamu gak apa-apa Rin?" tanyanya dengan wajah yang agak cemas."Gak apa-apa," jawabku kecut."Maaf ya Rin, Mas gak tahu Ibu bakal marah-marah gitu. Tahu gitu Mas gak akan anter Ibu ke sini."Aku hanya diam."Mau Mas anter ke dokter gak? Takutnya kenapa-kenapa sama janin kamu.""Apaan sih gak usah," ketusku."Agaasss! Buruan balik. Ngapain sih kamu masih di sana. Ketularan miskin baru tahu rasa kamu!" teriak Ibuku dari luar pagar.Astagfirullah. Andai bukan ibuku, udah kulakban saja mulutnya itu. Bikin malu."Ya udah kalau gitu Mas permisi ya Rin," pamit Mas Agas kemudian.Aku tetap diam sambil membuang muka. Mas Agas berbalik badan dan baru akan pergi saat ibu mertua kembali memanggilnya."Agas.""Ya, Bu?" sahutnya sambil kembali memutar badan ke arah kami."Bilang sama mertuamu itu, andai besok kami jadi orang kaya, maka haram hukumnya dia menginjakan kaki d
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 11Aku menarik napas berat. Ibu mertua ternyata sengaja bela-belain pindah ke rumah Bu Sabeni supaya bisa nunjukin kehidupanku setelah ibuku hina tadi pagi. Ya ampun, segitu sayangnya ibu mertua padaku."Dan kalau soal bersih-bersih rumah kamu juga gak perlu khawatir, karena nanti akan ada yang bantuin kita di rumah ini," kata Ibu mertua lagi.Keningku mengerut, "hah ada yang bantuin, Bu? Siapa?""Ada pokoknya nanti datang. Dia yang akan jadi ART kita di sini.""ART?""Iya ART, kenapa? Kamu kayak gak percaya gitu."Aku nyengir, "hehe bukan gitu Bu, tapi apa gak salah kita pakai ART?""Nggak. Emangnya kenapa?"Aku menggigit bibir, "bukannya ART itu mahal ya, Bu? Sayang 'kan uangnya.""Halah gak apa-apa, yang penting ada yang bantuin kita," respon mertua santai sambil mengibaskan tangan di depan wajahnya.Lagi, aku mengigit bibir."Bu, maaf nih ya sebelumnya. Emang sih kalau ada ART itu nanti kita jadi ada yang bantuin, tapi masalahnya, em
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 12 "Maaf Ibu, tapi kami gak punya wewenang memberi diskon, semua harga sudah ditentukan oleh pemilik toko," kata si Mbak penjaga kasir lagi dengan sopannya."Halah, bisa kali diakalin. Nanti bilang aja busuk atau gimana kek. Nih duitnya." Mbak Opi lalu menaruh selembar uang berwarna biru ke atas meja kasir."Loh Bu, tapi ini kurang Bu, totalnya 85 ribu semua belanjaannya. Ibu jangan gitu doang, karena kalau kurang nanti saya yang harus gantiin." Si Mbak kasir mulai panik."Nggak pokoknya saya mau nawar. Kamu bilangin aja deh ke pemilik tokonya. Saya anak temennya gitu. Pasti dikasih kok."Mbak Opi pun menenteng plastik berisi sayur mayurnya dan baru akan keluar saat si Mbak kasir dengan cepat menghadang."Bu, jangan dibawa dulu Bu, lunasi dulu kurangnya, 35 ribu lagi," kekeuhnya."Halah apaan. Cuma brokoli yang udah merah aja masa harganya mahal banget. Udah tuh saya udah bayar. Awas, saya mau balik," paksa Mbak Opi. Tapi sekuat tenaga s
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 13POV OPIHeh, beneran? Beneran itu si Arini naik mobil bagus terus masuk rumah Bu Sabeni? Mau ngapain dia ke sana? Terus itu mobil siapa yang dinaikinya?Setelah bengong beberapa menit sambil terus menatap rumah Bu Sabeni, buru-buru aku masuk lagi ke rumah ibu."Bu!"Ibu yang sedang memijit pelipisnya mengecap bibir sambil merespon malas, "ck apalagi?" Aku cepat duduk di dekatnya."Bu, si Arin ngapain masuk ke rumah Bu Sabeni?"Ibu melirik tanpa bicara, dia tampak masih kesal padaku."Bu, Opi nanya," kataku lagi."Ya nggak tahulah Opi, kamu kira Ibu ngurusin dia?""Tapi Bu, tadi si Arin naik mobil ke rumah Bu Sabeni, katanya itu rumah baru dia."Lagi, ibu mengecap bibir dengan tatapan yang masih kesal padaku."Opi serius, Bu. Ayo Bu, Ibu harus lihat sendiri kalau Ibu gak percaya." Kupaksa ibu bangkit lalu menariknya ke teras."Apa sih kamu Opi! Ngapain sih tarik-tarik Ibu gini? Lepasin," sergah Ibu."Bu, coba Ibu lihat, itu si Arini n
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 14"Loh Bu! Bu! Bayar dulu!" teriak Bang Ujang."Biar saya yang bayar. 10 rebu 'kan?" kataku cepat."12 rebu lima ratus, Mbak.""Loh kok nambah?""Kan sama tempe sepotong."Aku tepok jidat, "oh iya lupa."Cepat aku merogoh tasku yang masih tersampir di pundak. Berharap ada duit recehan bekas parkir di sana.Tapi sial. Di tasku bener-bener gak ada duit rupanya. Cuma sisa selembar yang sepuluh ribu tadi."Bang, scan QR bisa gak? Saya gak ada duit cash," tanyaku akhirnya. Sengaja aja aku beralasan."Gak bisa Mbak, duit cash aja.""Tapi di tas saya beneran gak ada duit cash Bang, gimana dong?" tanyaku lagi sambil sekali lagi mengobrak-abrik isi tasku.Bang Ujang menghela napas panjang, "haaah. Ya udah kalau gak ada saya masukin catatan hutang aja dulu Mbak," kata dia akhirnya. Ah syukurlah. Akhirnya Bang Ujang ngomong gitu juga. Gak apa-apalah namaku ada di catatan hutang dia, cuma dua rebu maratus doang kok."Nah gitu dong, nanti besok deh
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 15Aku mengerling kesal, "itulah, Opi juga kesel banget dan gak tahu harus ngomong apa lagi. Dia itu bener-bener gak ada otaknya sedikit pun. Udah tahu itu mobil satu-satunya kendaraan kami, eeeh malah dijual. Parah banget.""Lagi pula kok bisa sih kamu gak tahu suamimu itu masih nyicil rumah? Selama ini kamu gak dikasih tahu apa gimana?" cecar Ibu lagi dengan nada suara yang makin serius."Gak, Bu. Selama ini Mas Agas emang gak terbuka sama Opi. Apalagi soal keuangan. Gak tahu deh kenapa. Jadi selama ini Mas Agas cuma ngasih buat Opi belanja, itu aja. Selebihnya, soal berapa nominal tabungannya, berapa penghasilannya, Opi gak pernah tahu pasti. Yang jelas, kemarin-kemarin dia bilang tabungannya udah ludes, dia juga udah diputus kontrak kerja. Alhasil keuangan kami sekarang, ya gitu deh ...." Aku memijit kening sambil mengembuskan napas berat.Sementara Ibu geleng-geleng kepala, "ya ampun Opii, kok bisa sih si Agas sekarang bangkrut gitu?
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 16Esok harinya. Aku bangun agak siang. Dan saat aku membuka pintu kamar, ibu sedang terburu-buru hendak pergi keluar."Eh Bu, mau kemana? Kok buru-buru amat?""Ibu mau lihat, itu di depan rumah Bu Sabeni pada ngapain sih? Kok rame banget.""Masa sih?" Cepat kutengok ke arah luar.Benar ternyata, di depan rumah Bu Sabeni yang katanya sekarang udah jadi rumah si Arin dan suaminya itu sedang rame banget. Banyak orang antre sampe ke luar pagar."Pada ngapain sih mereka?""Makanya itu, kamu mau ikut gak? Ibu mau ke sana, kepo.""Ish Bu, janganlah Bu, malu. Masa kita nimbrung mereka.""Ah gak apa-apa. Ayo." Ibu maksa pergi ke sana.Aku akhirnya mengekor juga."Itu lagi pada ngapain sih di sana, Bu? Kok rame banget?" tanya Ibu pada tetangga rumah yang juga habis ikutan antre di depan rumah Bu Sabeni."Lagi bagi-bagi daging dan sembako Bu, masa Ibu gak tahu, si Arin 'kan anak Ibu."Mataku melebar. Bagi-bagi daging dan sembako? Gak salah? Hih, b