Share

STATUS WA SUAMIKU
STATUS WA SUAMIKU
Author: Cahaya Senja

Kejutan yang Menyakitkan!

#STATUS_WA

"Ciieee, yang sekarang lagi hamil. Mukanya makin bersinar aja nih, bumil yang satu ini."

"Iya dong, biasanya kalo lagi hamil auranya terlihat berbeda. Uhuy, nggak nyangka sebentar lagi kita bakalan dapat keponakan dong nih ya."

"Iya nih, nggak sabar banget ngelihat ponakan kita."

"Jangan lupa kalo cewek pakai nama aku depannya. Soalnya nama aku paling bagus sejagat raya."

"Kalo cowok, em pakai nama pacar aku deh. Soalnya cakep juga."

"Lah, kok pacarmu. Nama ayahnya dong, kan yang bikin ayahnya bukan pacarmu. Dasar aneh!"

Mereka lalu tertawa secara bersamaan, membuat aku yang baru datang mengernyitkan dahi seperti orang yang b*doh.

Jujur saja, saat ini aku sedikit heran sekaligus bingung dengan arah pembicaraan mereka. Mengapa mereka berbicara saat aku baru saja sampai di kafe yang sudah mereka janjikan.

Hari ini Nandini, sahabatku mengajak untuk aku datang ke alamat yang sudah diberikannya.

Ia bilang untuk saling bersilaturahmi kembali, sekaligus melepas rindu yang ada saat ini.

Aku yang memang sudah merindukan teman-temanku, lalu mengiyakan ucapan mereka. Setelahnya bergegas untuk berangkat, tak sabar menjumpai teman-teman lamaku.

Namun sayang, sambutan yang mereka membuatku heran bahkan terkejut tak tau harus berperilaku bagaimana. Mereka tiba-tiba saja menyambutku dengan tawa dan gosip tentang orang hamil. Seakan-akan disini aku sedang membawa kebahagiaan untuk mereka yang berada di sini. Tatapan mereka pun seperti sedang menginterogasi aku yang baru saja duduk di kursi yang telah disiapkan mereka.

"Kira-kira kamu maunya cewek apa cowo, Ra?" tanya Nandini padaku.

Deg!

Kaget, tentu saja! Aku tak mengerti hal ini. Kuangkat kedua alisku, seolah-olah memberikan isyarat padanya, tentang apa yang sedang ia bahas saat ini.

"Apanya?" tanyaku balik karena tak ada mendapat respon baik dari Nandini. Ia malah semakin berbicara dan membahas hal yang benar-benar tak kumengerti.

Namaku Aralita. Saat ini usiaku 27 tahun, pekerjaanku sebagai pengelola butik. Lepas dari itu aku juga sebagai ibu rumah tangga.

Suamiku bernama Jaka Wijaya, jarak antara usiaku dan suami tak terlalu jauh.

Namun, kami memiliki cinta dan kasih yang sangat besar.

Untuk baby, aku masih belum mempunyai anak. Namun aku berharap secepatnya untuk memilikinya.

"Ck! Nggak usah pakai hilang ingatan deh," ucap Nandini dengan wajah yang kesal. Namun juga seperti sedang menahan senyumnya.

"Ah, Nandini kayak nggak tau aja. Dia itu kayaknya mau bikin kejutan buat kita semua, tapi malah keduluan sama kamu yang ngasih tau kita," tutur Cantika, lalu diikuti tawa yang lainnya.

"Hilang ingatan gimana? Aku emang nggak ngerti arah pembicaraan kalian, sumpah!" tegasku lagi sambil mengangkat kedua bahu. Nandini mendelik.

"Hah?!" Mereka berteriak bersamaan, aku langsung menutup telinga. Apa-apaan sih lebay banget, pikirku.

"Berisik ah," ucapku pada mereka. Melihat tatapan mereka. Aku mengangkat sebelah alisku.

"Kenapa, ada yang salah sama ucapanku?" tanyaku pada mereka semua yang saat ini menatapku dengan tatapan yang bisa diartikan.

"Seriusan nih, kamu sama sekali nggak tau dengan apa yang sedang kami bahas sekarang?" tanya Nandini padaku.

"Nggak lah, orang nggak dikasih tau." Aku menjawab seraya menyeruput minumanku.

"Ara, kamu gila ya! Kan seharusnya kamu sedang berbahagia saat ini, kamu lagi hamil 'kan sekarang?" tanya Ina padaku.

"Siapa yang hamil? Aku masih belum hamil, mungkin Tuhan belum menitipkan makhluk kecil dalam rahimku. Saat ini aku tidak sedang berbadan dua," kataku sambil menatap serius pada mereka semua.

"Seriusan?" tanya Nandini dan Cantika secara bersamaan.

"Demi cintaku padamu, aku serius!"

Puk!

Lenganku dipukul pelan oleh Nandini. Ia menatapku seperti ingin melahapku.

"Status laki lu di Wa tuh kaya lagi bahagia banget tau nggak." Nandini berbicara dengan cepat, tapi masih bisa kucerna.

"Bahagia kenapa?" Aku bertanya kepadanya. Rasa penasaran tiba-tiba menghampiriku. Bahagia bagaimana maksudnya.

"Nih kamu lihat sendiri," ucapnya lalu menyerahkan ponselnya padaku. Kuraih ponsel yang diberikan Nandini padaku, sebelum melihatnya aku memutar bola mata malas.

Niatnya ingin bertukar rindu, malah dihebohkan dengan berita hoax yang diberikan Nandini.

Diponsel tersebut terdapat 4 gambar yang di screenshot. Gambar itu pun hanya berupa sebuah tulisan.

"Aku bahagia bersamamu."

"Terimakasih untuk malaikat kecil yang sudah kau hadirkan."

"Semoga jagoanku dan ibunya sehat selalu."

"Anakmu, anakku juga."

Aku melihat pemilik status itu dan ternyata pemiliknya adalah Mas Jaka! Suamiku, imam dalam rumah tanggaku. Apa maksud dari status Mas Jaka.

Anak siapa? Padahal jelas-jelas aku sedang tidak hamil, lalu anak siapa yang saat ini ia maksudkan. Kenapa aku tidak tau tentang ini semua.

Nafasku memburu, sesak rasanya rongga dadaku kini. Sebisa mungkin aku menahan agar tak menangis.

Nandini sepertinya mengerti dengan keadaan yang saat ini berubah menjadi tegang, begitupun temanku yang lainnya.

Mereka menguatkan aku, aku hanya diam menatap layar ponsel di depanku. Aku belum bisa memastikan apakah ini benar-benar Mas Jaka atau bukan. Namun dari profilnya iya, itu adalah fotonya.

Lalu, mengapa statusnya tak ada masuk di tempatku, apakah aku memang sengaja diprivasi olehnya atau ... argh! Perasaanku semakin tak karuan memikirkan itu semua.

"Boleh aku meminta hasil tangkapan layarmu ini," ucapku lirih. Rasanya untuk sekadar bersuara pun sangat susah. Rasa sesak di dada mendera begitu saja.

Entahlah, sedih yang mendalam itu yang kurasakan. Aku dan Mas Jaka sudah menikah 3 tahun lebih, aku ingin melakukan program ibu hamil. Namun dilarang oleh Mas Jaka, dia bilang ditunda dulu. Karena ia masih ingin menikmati masa-masa indah bersamaku, dan merasakan seperti layaknya orang yang sedang berpacaran.

Setelah kupikir-pikir, mungkin apa yang dikatakan Mas Jaka ada benarnya. Lagipula, jika sudah mempunyai anak mungkin kami akan lebih sedikit untuk meluangkan waktu sekedar untuk bergurau.

Lagian umur pernikahan kami juga masih belum terlalu lama. Jadi tak apa jika ditunda-tunda. Aku memaksa ingin memiliki anak, tetapi dia selalu beralasan seperti itu. Mau tak mau, aku harus memendam keinginan yang selama ini kuimpikan.

Terus maksud statusnya ini apa? Kenapa ada bawa-bawa nama jagoan. Apakah dia memiliki perempuan lain di luaran sana. Jika iya, begitu tega dan jahatnya Mas Jaka padaku. Pikiranku saat ini benar-benar tak bisa diajak untuk berkompromi.

"Okee, aku kirim ya." Nandini lalu mengirim foto itu ke ponselku. Lamunanku buyar, berganti dengan rasa gelisah yang sulit untuk dikendalikan. Teman-teman yang lainnya mencoba memberikan nasehat-nasehat mereka.

Aku hanya mengangguk mengiyakan, walau sebenarnya perkataan mereka hanya masuk telinga kanan, kemudian keluar di telinga kiri. Sama sekali tak dapat kucerna dengan baik.

Aku lalu pamit untuk pulang ke rumah setelah mendapatkan apa yang aku mau.

Kupacu mobil hadiah pernikahan dari Mas Jaka dengan kecepatan sedang. Sedih campur kecewa itu yang kurasakan sekarang.

****

Sesampainya di rumah, aku langsung membuka tas besar. Kumasukkan baju-baju ke dalamnya. Tak lupa segala alat keperluan yang harus dibawa.

Kunci rumah ku gantung di paku dekat pintu. Aku membereskan baju dengan air mata yang berderai. Sekuat apapun aku, jika menyangkut masalah hati pasti akan menangis juga.

Kebetulan di luar sedang hujan, aku tak perduli. Biarlah, aku akan tetap membereskan baju-baju ini.

Saat sedang asik membereskan tiba-tiba masuk pesan dari Nandini.

Dan itu adalah video Jaka sedang bergandengan tangan dengan perempuan hamil. Sepertinya mereka pergi ke dokter kandungan. Ah, Nandini benar-benar sahabatku yang sigap.

[Aku baru saja melihat status Jaka yang ini. Dia mempostingnya tiga belas menit yang lalu, Ra,] tulis Nandini yang hanya kubaca saja. Ternyata benar Mas Jaka sudah bermain api di belakangku.

Tak kubalas pesan yang dikirimkan Nandini. Aku masih membereskan baju. Saat sudah selesai aku berjalan lunglai menuju pintu.

Kubuka pintu perlahan, kulempar tas yang berisi pakaian itu. Lalu kututup pintu rumah dengan kasar, dan menguncinya rapat-rapat.

"Selamat tinggal, Mas. Biar aku yang mengalah. Pergilah bersama selingkuhanmu. Semua kesalahanmu akan kumaafkan, tapi tidak dengan perselingkuhan." Aku berucap sambil menepuk-nepuk dada yang sesak.

Untung saja sebelum ini terjadi aku sudah sigap. Rumah, mobil, dan toko butik sudah beralih menjadi namaku. Dan tentu saja, surat itu sudah kusimpan dengan aman.

"Selamat menikmati kehidupan barumu, Mas." Aku tersenyum, lalu menghapus air mataku dengan kasar.

Next?

Bantu vote cerita saya yaa. Terima kasih semuanya, kalian sehat selalu. Jangan lupa untuk follow juga.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
bagus jangan bodoh untuk meratap lama kalau dia pulang jangan bukain pintu pura-pura tidur
goodnovel comment avatar
Fathiyah Assegaf
memang diduakan sangat sekali bagi wanita dan tdk bs di maafkan lebih baik bercerai karena masih byk lelaki yang baik di luar sana
goodnovel comment avatar
Arumni Arumni
Menghindar lebih baik untuk sementara
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status