Share

8 - Ulah Kakak Jahil

Acara makan dengan ayah dan ibunya berjalan lancar. Dalam artian tidak ada pembahasan yang aneh dibicarakan. Menjadi sebuah keanehan.

Biasanya kerap akan muncul saat sedang berkumpul. Namun, bukan berarti kewaspadaan Adaline hilang. Hanya dikurangi.

Pasalnya sang kakak masih ikut bergabung di ruang makan. Sangat memungkinkan jika Davae akan melancarkan aksi jahil padanya. 

Bukan merupakan bentuk dari kepercayaan diri yang tinggi. Hanya saja, sudah sering menjadi bahan candaan sang kakak. Jadi, ia otomatis menerapkan sikap waspada.

Apalagi tadi, mereka telah terlibat dalam percakapan yang sedikit menyebalkan. Tak ada salah berpikir kakaknya akan berulah.

"Ada apa adikku, Sayang?"

Adaline langsung mengernyit ke arah sang kakak. "Aku bagaimana? Aku tidak kenapa."

"Kau saja yang berlebihan." Adaline dengan nada santai meloloskan sindirannya.

Tingkat antisipasi ditambah oleh Adaline, saat sang kakak memamerkan seringaian. Ia yakin Davae sudah merencanakan suatu hal. Entah apa, masih belum bisa juga ditebak.

"Aku cemas kau kelelahan bekerja, Adikku. Tapi, aku dengar kau sudah punya seorang staf cakap baru yang membantumu."

Harus diakui sejak mencari masalah dengan mengaitkan Titans Genon dan perusahaan Amanda Geovant, kakaknya pun semakin menunjukkan kepedulian yang membuatnya wajib curiga. Tak biasa seperti itu, tentunya.

"Memang ada. Kenapa?" Adaline menjawab dalam gaya seolah sedang ingin menantang.

"Tidak apa-apa. Aku senang kalau ada yang membantumu. Aku dengar dia adalah pria."

"Seorang pegawai pria? Kenapa kau tidak beri tahu Dad, Sayang? Tumben sekali."

Adaline telah memiliki jawaban dilontarkan membalas sang kakak. Namun, diurungkan, ketika ayahnya ikut memberi tanggapan.

Adaline sudah memfokuskan seluruh atensi ke sang ayah. Kemudian, kepala digelengka dengan mantap. "Bukan begitu, Dad."

"Aku hanya belum sempat untuk mencerit--"

"Adaline akan memperkenalkannya sebagai seorang kekasih pada Dad dan Mom. Sejarah baru yang kita tunggu akhirnya tercipta."

Adaline langsung melemparkan delikan ke sang kakak. Tatapan tajam yang sarat akan peringatan. Dengan tujuan agar kakaknya bisa sesegera mungkin menutup mulut.

Tentu, tidak digubris oleh Davae. Saudara sulungnya itu justru memamerkan lebih lebar seringaian dan tertawa mengejek.

"Kau berkencan dengan staf di perusahaan, Nak? Benar begitu? Kenapa Dad tidak di--"

"Titans baru bekerja, Dad." Adaline cepat memotong seraya mengangguk mantap.

"Memang aku dan dia sudah lebih dahulu menjadi teman. Ya, kami saling menyukai."

"Alasanku untuk menerima dia bekerja di perusahaan karena dia begitu cakap dan cerdas, Dad." Adaline berujar mantap.

"Aku setuju dengan pendapatmu, Adikku. Dia tidak usah diragukan kecakapan da--"

"Diam saja kau! Jangan berkomentar," seru Adaline galak. Mata semakin dipelototkan.

"Jangan ikut campur masalahku!" Intonasi suara lebih ditinggikan lagi oleh Adaline.

Sang kakak pun lekas bereaksi. Mengangguk sembari beranjak bangun dari kursi meja makan. Adaline cukup tak percaya dengan reaksi ditunjukkan oleh kakak sulungnya.

Bahkan, Davae melangkah santai menjauh. Ya, pergi meninggalkan ruang makan. Tentu Adaline semakin curiga. Benar-benar tidak seperti itu biasanya sikap sang kakak.

Namun, Adaline enggan terlalu lama untuk memusingkan. Ia harus memberi penjelasan kepada kedua orangtuanya. Ayah dan sang ibu terus memandang dirinya dengan lekat.

Embusan napas panjang pun dilakukan guna menetralisir rasa gugup. Lalu, senyuman ia bentuk dengan lebar. Senetral mungkin agar tak menimbulkan menerus kecurigaan.

"Aku dan Titans memang ingin menjalin hubungan layaknya kekasih. Kami pun baru memulainya." Adaline melontarkan untaian kalimat-kalimat dusta dengan mantap.

"Aku pasti akan mengenalkan dia pada Dad dan Mom segera. Oke? Mom dan Dad bisa menerima keputusanku ini bukan? Ak--"

"Selamat siang, Mr. Hernandez dan Mrs. Hernandez."

Sapaan sopan untuk ayah dan sang ibu dari suara sangat familier, membuat Adaline jadi seketika merinding. Bulunya meremang.

Guna memastikan tidak salah mendengar, kepala ditolehkannya ke samping untuk bisa melihat sosok Titans Genon dengan jelas.

Reaksi pertama yang ditunjukkan olehnya ketika dugaan tak salah tentu keterkejutan. Kedua bola mata membesar. Nyaris seperti ingin keluar. Namun, tak mungkin bisa.

"Hai, Sayang."

Adaline enggan bereaksi cepat atas sapaan bernada manis dari Titans Genon. Ungkapan rasa kesal lalu ditunjukkan dengan delikan lebih maut. Tak hanya pada pria itu, tetapi juga Davae yang menyeringai mengejek.

"Selamat siang juga. Kau siapa?"

Adaline tak menengokkan kepala ke sang ayah. Masih memandang lekat pada sosok Titans Genon, bahkan tanpa berkedip.

Membaca ekspresi pria itu guna mengetahui apa tengah dipikirkan. Namun, tak kunjung berhasil. Tak dapat diterjemahkannya.

"Mom, Dad, ini Mr. Genon. Kekasih pertama dari Adaline. Aku minta Titans kemari untuk bertemu Mom dan Dad. Dia setuju."

Adaline memindahkan cepat pandangan ke sang kakak. Ia pun mendapatkan seringaian dari Davae. Sementara, Titans tak bereaksi berlebihan. Hanya tersenyum dan kepala mengangguk-angguk pelan.

Adaline segera memutar otak guna mampu menghadapi, bahkan menguasai keadaan. Ia berupaya memikirkan cara terbaik yang tak akan memojokkan ataupun merugikannya. Dengan cepat didapatkan ide. Sangat yakin pasti berhasil dilakukan dengan ciamik.

"Sayang, selamat datang." Adaline berucap dalam nada mesra seraya bangun dari kursi.

Menggerakkan kedua kaki ke arah Titans seperti setengah berlari supaya bisa cepat mencapai pria itu. Dan ketika, sudah berdiri di hadapan Titans, dikecup bibir pria itu. 

Aksinya tentu mendapatkan reaksi terkejut dari Titans Genon. Namun, tak dipedulikan. Justru semakin tersenyum lebar. Tentu saja masih bagian dari aktingnya. "Aku senang kau datang ke sini, Sayang."

"Nah, kau harus mengobrol dengan Mom dan Dad. Presentasikan semua rencanamu tentang bisnis kedepan untuk perusahaan."

Tanpa menunggu respons dari Titans, telah dialihkan perhatian ke sang kakak. Diraih cepat tangan saudara sulungnya. Tak ada penolakan yang ditunjukkan Davae.

"Kakak Tertampanku, ayo kita bicara dulu sebentar berdua. Ah, aku juga mau memberi kau hadiah yang sangat bagus." Adaline pun menekankan setiap kata diucapkannya.

Tak ditunggu jawaban Davae. Segera saja ditarik sang kakak keluar dari ruang makan.


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status