Share

Pertengkaran dengan Papa

Tengah malam dengan keadaan yang tidak bisa dibilang baik-baik saja Fradhella pulang. Dress coklat yang ia kenakan tampak kusut dan basah. Di luar sana, hujan mengguyur sejak sejam yang lalu.

Seorang pria berkepala empat itu menatap tajam putrinya yang baru saja pulang padahal jam telah menunjukkan pukul dua dini hari. Ia bangkit menghampiri Fradhella, entah bisikan dari mana tangannya terhempas menampar Fradhella. Fradhella yang terkejut sembari memegang pipi kirinya itu menatap Geovano luka.

“Dari mana saja kamu! Apa yang sudah kamu lakukan pada Carabella. Papa tidak pernah mengajarkan kamu untuk menindas orang. Papa kecewa sama kamu. Apa ini didikan dari Mamamu?” murka Geovano.

Bukannya menjawab, Fradhella justru tertawa pilu. Jadi Geovano menamparnya karena gadis itu?

“Jangan bawa-bawa Mama! Aku tidak pernah menindas cewek sialan itu. Lagi pula menyentuhnya seujung kuku saja tidak. Terserah Papa mau percaya atau tidak. Aku lebih kecewa sama Papa. Karena Papa yang aku kenal, tidak pernah kasar seperti ini,” urai Fradhella dingin.

Fradhella pergi begitu saja meninggalkan Geovano. Ia tidak ingin memperkeruh suasana. Saat ini, bukan hanya hatinya yang sakit namun raganya juga sakit. Apalagi rasa panas yang menjalar karena tamparan Geovano.

“Fradhella! Papa belum selesai berbicara, Fradhella!” teriak Geovano namun diacuhkan oleh Fradhella.

Fradhella mengunci dirinya di kamar. Ia kembali menangis, sesaat untuk meluapkan emosinya Fradhella berteriak. Kamar Varell yang berada di sebelah kamar milik Fradhella membuat laki-laki itu terbangun dari tidurnya. Ia terkejut mendengar teriakan kakaknya.

Takut terjadi apa-apa dengan Fradhella, Varell berlari dan menggedor-gedor pintu Fradhella. Ia benar-benar khawatir saat ini. Zelina juga baru saja datang masih lengkap dengan piama tidurnya dan muka bantalnya, bahkan seluruh rumah mendengar teriakan keras dari Fradhella.

“Kak buka, Kak. Kakak gak papa? Kakak kenapa? Kak, buka,” ucap Varell sembari menggedor-gedor pintu kamar Fradhella.

“Dek, lo kenapa? Dek, ayo buka pintunya,” bujuk Zelina.

Maharani datang dengan rambut terurai. Ia mendengar juga teriakan Fradhella tadi. Varell dan Zelina telah terus mengetuk kamar Fradhella. Namun, tidak ada sahutan dari Fradhella.

“Kak, gue dobrak ya pintunya kalau Kakak gak mau bukain,” kelakar Varell yang sangat khawatir.

“Dia baik-baik saja. Lebih baik kalian kembali tidur. Dia hanya perlu waktu untuk menyadari kesalahannya,” sela Geovano menghentikan Varell yang hendak mendobrak pintu kamar Fradhella.

“Pah, gimana kalau Kakak terluka? Papa masih ingat kejadian lusa lalukan saat Kakak mengamuk. Varell khawatir sama Kakak. Kalau Papa udah gak peduli lagi sama Kakak, biar Varell yang dobrak pintunya,” putus Varell.

“Dia baik-baik saja. Tidak usah lebai seperti itu,” balas Geovano santai.

“Aku gak yakin kalau Kakak baik-baik aja, Pah.”

“Varell! Kembali ke kamarmu dan biarkan Fradhella merenungi kesalahannya,” sentak Geovano marah.

“Sudah. Kita lihat saja bagaimana keadaan Fradhella besok pagi. Sekarang kita tidur saja, mungkin memang dia tidak mau diganggu,” lontar Maharani.

“Tapi, Eyang.”

“Varell, Zelina, kalian kembali ke  kamar untuk beristirahat. Biar Fradhella menjadi urusan Eyang,” putus Maharani.

Seakan tidak peduli, Geovano pergi begitu saja disusul Varell yang dengan berat hati kembali ke kamarnya. Namun, ia tidak bisa tidur kembali. Ia mengkhawatirkan kondisi Fradhella.

“Ma … kenapa jadi seperti ini? Varell harus melakukan apa untuk Kak Dhella? Ma … jaga Kak Dhella dari atas sana ya. Peluk Kak Dhella, Kak Dhella pasti sangat merindukan Mama,” ucap Varell menatap langit-langit kamarnya.

Di sisi lain, Fradhella tengah mengamuk kembali. Ia memukul kaca wastafel kamar mandinya dengan kencang. Tetesan darah mulai terlihat dikarenakan pecahan beling saat kaca itu pecah.

“Kenapa menjadi seperti ini! Kenapa Tuhan tidak adil? Kenapa Tuhan mengambil Mama? Kenapa Tuhan ambil semuanya?” pekik Fradhella mengamuk.

Fradhella kembali menangis. Ia duduk bersandar di dinding. Berkali-kali ia menghantamkan kepalanya ke dinding berharap ia bisa melupakan semuanya. Fradhella merendam dirinya di dalam bath up. Air bath up yang luber membuat Fradhella sadar dari lamuannya.

Ia mematikan kran air itu sejenak, kemudian ia menenggelamkan dirinya sejenak. Tanpa ia sadari, ia mulai terlelap. Tubuh kurus itu terendam semalaman.

***

Varell tidak peduli apa kata papanya. Ia menyuruh penjaga untuk mendobrak pintu kamar Fradhella bersamanya. Setelah percobaan ketiga akhirnya pintu terbuka. Varell menelisik kamar yang tampak gelap gulita tersebut.

Ia menyalakan skalar lampu kamar Fradhella. Hasilnya nihil, Fradhella tidak berada di sana, namun kondisi kamarnya sangat berantakan. Pecahan kaca di kamar mandi milik Fradhella membuat perhatian Varell tertarik.

Dengan pelan langkah Varell menuju kamar mandi milik Fradhella. Betapa terkejutnya saat darah berceceran di sana. Tubuh Varell membeku saat mengetahui Fradhella tengah terlelap di bath up yang terisi air penuh.

“Kakak!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status