Share

Maharani Membawa Fradhella

Seorang wanita paruh baya itu menatap penuh kecewa kepada seorang pria berkepala empat yang berstatus menantunya tersebut. Varell telah memberitahu semua apa penyebab keadaan Fradhella bisa seperti ini, bahkan gadis yang baru satu jam itu siuman, saat ini harus kembali terlelap karena obat penenang.

Setelah kesadarannya kembali, Fradhella histeris dan terus berteriak. Apalagi saat Geovano mencoba mendekatinya. Fradhella tampak takut dan enggan disentuh oleh pria yang berstatus sebagai ayah kandungnya itu. Dokter yang menangani Fradhella menyarankan jika Fradhella harus dibawa ke psikiater melihat bagaimana terguncangnya jiwa gadis itu saat ini.

“Ibu kecewa sama kamu, Vano. Ibu titipkan anak Ibu dan cucu Ibu ke kamu agar mereka bahagia, namun nyatanya kamu justru menyakiti mereka. Kamu lihat tadi, ‘kan? Bagaimana Fradhella ketakutan, bahkan hanya karena melihatmu. Apa yang kamu lakukan sudah sangat keterlaluan. Ibu tidak akan membiarkan kamu menyakiti cucu Ibu lagi.” Maharani menjeda ucapannya sejenak.

“Saya akan membawa Fradhella ke Yogyakarta dan mengobatinya di sana. Jangan pernah temui Fradhella kembali apalagi saat mental dia masih belum stabil,” sambung Maharani yang membuat Geovano membelalakkan kedua bola matanya.

“Tidak bisa seperti itu, Bu. Fradhella itu anakku. Ibu tidak mungkin memisahkannya dariku,” tolak Geovano mentah-mentah.

“Tentu saja saya bisa. Keadaannya seperti ini itu karena kamu, itu artinya kamu bukan ayah yang baik untuk dia. Lebih baik dia bersama saya.”

“Jangan bawa Fradhella, Bu. Saya janji akan memperbaiki semua kesalahan saya. Jangan bawa Fradhella pergi dari saya, saya tidak bisa hidup tanpa dia,” bujuk Geovano memohon.

“Keputusan saya sudah bulat, Vano. Saya akan segera membawa Fradhella pergi dan mengurus semua keperluannya termasuk memindahkan sekolahnya dan pengobatannya,” putus Maharani tegas dan tidak bisa dibantah.

“Tapi jangan bawa Varell juga,” pinta Geovano.

Maharani mengangguk menyetujui. “Tapi sekali saya tahu kamu menyakitinya, saya juga akan membawanya.”

Setelah itu Maharani meninggalkan Geovano yang tampak frustrasi. Ia terus merutuki dirinya sendiri yang kelepasan semalam. Geovano menyambar kunci mobil di meja ruang tengah. Ia harus bergegas ke rumah sakit, karena mungkin hari ini adalah hari terakhirnya bertemu dengan putri sulungnya.

Sesampainya di depan ruangan Fradhella, Geovano menatap sendu putri sulungnya itu tengah terlelap tenang. Kondisinya mulai stabil dan suhu tubuhnya telah kembali normal. Namun, tidak dengan kondisi mentalnya. Fradhella masih saja terus mengamuk jika sadar.

“Maafkan Papa, Princess.

***

“Jangan bawa Kakak, Eyang,” pinta Varell merajuk.

“Maafkan Eyang, Varell. Kamu tahu sendiri bagaimana saat ini kondisi Fradhella. Dia membutuhkan pertolongan medis dan pergi dari tempat yang telah membuatnya sakit. Ini demi kebaikan Fradhella. Kapan pun, kamu bisa mengunjunginya jika kamu rindu sama dia,” terang Maharani.

Varell menatap sendu kakak perempuannya yang sedari tadi diam saja dan hanya menatap kosong ke depan. Varell merengkuh tubuh milik Fradhella yang lebih kecil darinya. Berulang kali ia mengucapkan kata maaf lirih pada Fradhella. Ia benar-benar merasa gagal menjaga gadis itu. Padahal ia telah berjanji pada Zahra bahwa akan melindungi Fradhella.

“Jaga diri Kakak baik-baik aja, ya? Kalau ada apa-apa telepon Varell. Selalu angkat video call Varell ya nanti. Varell sayang Kakak,” ucap Varell mengecup kening Fradhella.

Tidak ada tanggapan dari Fradhella. Seakan tidak mendengar dan melihat Varell, Fradhella masih saja tidak bergeming dan menatap kosong ke depan. Maharani mengucap punggung lebar milik Varell, ia tahu Varell pasti berat untuk melepaskan Fradhella.

“Kamu jaga diri baik-baik ya, Sayang. Kalau ada apa-apa hubungi Eyang. Rumah Eyang di Jogja selalu terbuka lebar untuk kamu kapan pun,” pesan Maharani.

“Iya, Eyang. Varell titip Kakak, ya?”

“Tanpa kamu titipkan, Eyang sudah pasti akan merawat dan menjaganya. Eyang tidak akan membiarkan siapa pun menyakitinya.”

“Hati-hati Eyang, Kak Zelin.” Varell melambaikan tangannya melepas kepergian mereka.

Varell meneteskan air matanya tatkala punggung Fradhella hilang dari hadapannya. Tidak ada yang bisa ia lakukan, ini memang yang terbaik untuk kakaknya tersebut.

“Maafkan Varell, Mah. Jaga Kakak dari atas sana, ya?”

***

Setelah perjalanan selama satu jam lebih, akhirnya mereka telah sampai di rumah kediaman Hardiningrat. Maharani mengantarkan Fradhella ke kamar milik gadis itu yang berada di lantai dua. Mulai besok Fradhella akan memulai pengobatannya dengan psikiater profesional yang telah disiapkan oleh Maharani.

“Kamu istirahat ya, Sayang? Jangan takut, di sini tidak akan ada yang berani menyakitimu,” ujar Maharani.

Maharani meninggalkan Fradhella. Namun, ia tidak benar-benar meninggalkan gadis itu sendirian. Maharani telah menyewa seorang suster khusus untuk mengawasi Fradhella. Mana tega ia membawa Fradhella ke rumah sakit jiwa. Jadi, ia membayar beberapa tenaga kesehatan untuk Fradhella.

Di dalam kamarnya, Fradhella tidak melakukan apa pun. Ia hanya diam dan menatap kosong ke depan. Tiba-tiba saja memori di mana pertengkaran kedua orang tuanya kembali terlintas di pikirannya. Selanjutnya, beberapa kejadian memilukan lainnya kembali berputar selayaknya kaset rusak membuatnya berteriak histeris.

“Hentikan! Ayo bangun! Ini hanya mimpi. Mama … Mama … “

Seorang suster yang bersiaga menjaga Fradhella langsung bersiaga mencegah gadis itu untuk berhenti menyakiti dirinya sendiri.

“Kamu siapa? Kamu yang udah rusak rumah tangga orang tuaku? Pergi kamu! Jangan dekati Papa lagi. Papa berubah karena kamu, pergi kamu!” pekik Fradhella memberontak saat seorang suster berusaha menenangkannya.

“Nona, saya bukan orang jahat. Saya teman Nona,” bujuk Suster Anita.

“Teman? Pembohong! Kamu penghianat. Kamu yang sudah merebut kekasihku! Pergi kamu, dasar pelakor!” teriak Fradhella yang semakin histeris.

“Tenanglah, Nona. Aku bukan orang jahat. Aku punya hadiah untuk Nona jika Nona bisa tenang.” Bujukan Suster Anita mampu membuat Fradhella tenang.

Suster Anita tersenyum hangat ketika Fradhella mulai tenang. Ia mengeluarkan sebungkus coklat batangan dari dalam sakunya, kemudian memberikannya kepada Fradhella.

“Ini untuk Nona, kalau Nona mau jadi teman saya dan tenang.” Fradhella mengambil coklat itu cepat. “Aku mau.”

Suster Anita duduk di samping Fradhella. Ia mengupaskan bungkusan coklat tersebut dan kembali memberikannya pada Fradhella.

“Saya yakin Nona adalah orang baik. Jangan takut, sekarang ada saya. Saya bukan orang jahat. Mulai sekarang kita akan bermain dan mengembalikan jiwa Nona yang dulu.”

“Aku baik-baik saja,” ucap Fradhella dingin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status