Share

Menyusul Mama

Varell langsung menggendong Fradhella untuk keluar dari bath up. Tubuh gadis itu telah memucat biru. Varell menidurkan Fradhella di kasur milik gadis itu. Ia memanggil salah seorang asisten rumah tangga untuk menggantikan baju Fradhella. Baru setelah itu, Varell akan membawa Fradhella ke rumah sakit.

Maharani tergopoh-gopoh menuju kamar Fradhella. Ia mendengar kondisi Fradhella dari salah satu penjaga yang tadi ikut membantu Varell untuk mendobrak pintu kamar gadis itu. Seusai mengganti pakaian Fradhella, Varell bergegas menggendong Fradhella untuk membawanya ke rumah sakit.

Di tangga, ia bertemu dengan Geovano. Geovano terkejut dengan kondisi gadis itu. Paras ayu milik Fradhella tampak sangat pucat, bahkan tubuh gadis itu sudah tampak membiru. Saat hendak menyentuh Fradhella, Varell menjauhkan tubuh Fradhella dari papanya.

“Puas, Pah? Andai aja malam tadi Papa gak larang aku untuk mendobrak kamar Kakak, pasti keadaan Kakak gak akan seperti ini. Sampai terjadi sesuatu sama Kakak, Varell gak akan pernah maafin Papa,” ujar Varell kecewa.

Varell bergegas membawa Fradhella ke rumah sakit dengan Maharani dan Zelina, sementara Geovano, ia menatap tangan kirinya yang semalam ia gunakan untuk menampar gadis itu. Geovano menyesal, rasa khawatir menggerogoti hatinya. Ia pun bergegas untuk menyusul Fradhella ke rumah sakit.

   Setibanya di rumah sakit, Fradhella langsung ditangani oleh dokter. Kondisi gadis itu benar-benar parah. Ia mengalami hipotermia berat akibat berendam semalaman. Suhu tubuhnya bahkan mencapai dua puluh derajat celsius. Denyut jantung milik Fradhella juga sudah sangat melemah.

“Bagaimana keadaan Fradhella?” tanya Geovano khawatir.

Varell berdecih, ia bahkan enggan menatap papanya tersebut. Varell memilih untuk duduk dan memunggungi Geovano.

“Dia sedang ditangani dokter, Vano,” jawab Maharani lembut.

Geovano duduk di samping Varell. “Maafkan, Papa, Varell.”

“Untuk apa?”

“Papa yang sudah membuat kondisi Kakakmu seperti saat ini. Papa kemarin tidak sengaja menamparnya,” ungkap Geovano yang membuat Varell murka.

“Kak Dhella salah apa sampai Papa tambar dia? Kenapa Papa berubah? Pantas saja Kakak sehancur itu. Jika tahu seperti itu, aku tidak akan mendengarkan perintah Papa semalam,” murka Varell kecewa.

“Maafkan Papa, Varell. Papa khilaf semalam.”

“Percuma, Pah. Papa seharusnya meminta maaf pada Kakak, bukan ke aku. Dan aku, tidak akan memaafkan Papa kalau sampai terjadi sesuatu pada Kak Dhella.”

***

Gadis cantik itu tersadar, dia bangun di sebuah taman yang sangat indah. Sejenak, ia menatap sekitar. Dahinya menyirit saat menyadari bahwa ia tengah mengenakan dress putih yang indah. Fradhella yakin, seharunya dia tengah berendam di bath up kamar mandinya dan menggunakan dress coklat.

Seorang wanita yang tampak sepuluh tahun lebih muda itu tersenyum ke arah Fradhella. Dia mengusap pelan surai hitam milik Fradhella.

“Mama … ”

“Sayang … kenapa kamu ada di sini?” tanya Zahra lembut.

Fradhella memeluk Zahra erat. Ia sangat merindukan wanita tersebut.

“Fradhella sangat merindukan Mama. Maafkan Fradhella, jangan pergi, Ma.”

Zahra tersenyum manis. Ia membenarkan anak rambut milik Fradhella, kemudian membelai lembut paras ayu milik anak gadisnya tersebut.

“Kembalilah, Sayang. Ini bukan tempatmu.” Fradhella menggeleng tegas.

“Fradhella, kamu sayang Mama?” Fradhella mengangguk cepat.

“Kembalilah, ini bukan tempatmu.”

“Dhella mau sama Mama di sini. Memangnya Dhella harus kembali ke mana?”

“Sayang … banyak yang menyayangimu di sana. Kamu dengar?”

“Kak Dhella… bangun, Kak. Jangan tinggalin Varell.”

“Dhell, lo harus kuat. Lo harus bertahan.”

“Cucuku … Ya Allah, berilah kemudahan untuk cucuku. Jangan bawa pergi dia. Aku berjanji akan merawatnya dengan baik.”

“Princess … maafkan, Papa.”

Fradhella tertegun dengan suara bariton yang samar-samar ia dengar barusan. Mengingat kejadian semalam, hati Fradhella sakit.

“Papa jahat, Mah. Papa tampar aku. Papa udah gak sayang aku lagi,” ucap Fradhella terisak.

Zahra memeluk putrinya tersebut. Ia mencium kening Fradhella cukup lama. Mungkin untuk saat ini Fradhella memang membutuhkan waktu.

“Papa itu sangat menyayangimu, Sayang. Mungkin saja malam itu Papa memang sedang ada banyak pikiran. Percaya sama Mama, banyak yang menyayangimu. Berjanjilah juga, apa pun yang terjadi nanti kamu gak boleh menyerah.”

Fradhella menatap Zahra penuh harap. Ia ingin bersama Zahra saja di sini. Dia tidak ingin kembali setelah apa yang Geovano, Varo, Carabella, dan Cheara lakukan terhadapnya.

“Semuanya jahat, Mah. Mereka semua jahat, buat aku sakit. Dada aku sakit banget, Mah. Mereka jahat,” rengek Fradhella.

“Sayang … dengarkan Mama,” titah Zahra.

Fradhella menatap Zahra yang terlihat sangat cantik saat ini. Wanita itu seperti lebih muda dari pertama kali yang ia lihat. Wajahnya bersinar dan sangat memukau.

“Di dunia ini, tidak mungkin ada kebahagiaan jika tidak ada kesedihan. Senang dan susah itu berdampingan. Tuhan tidak mungkin memberi masalah yang Fradhella tidak bisa hadapi. Fradhella itu gadis yang kuat, Allah tahu Pundak Fradhella itu pasti kuat buat pikul semuanya.”

“Kalau nanti Fradhella merasa gak ada yang sayang sama Fradhella. Fradhella harus ingat Mama, Varell, Eyang, dan Kak Zelina. Papa juga, Papa pasti menyayangi kamu. Kamu tahu, waktu kamu lahir Papa sedang ada di Belanda. Tapi saat tahu kamu akan lahir, Papa langsung pulang ke Indonesia, bahkan membatalkan meetingnya saat itu,” sambung Zahra.

“Papa kehilangan proyek besar. Tapi Papa gak peduli, karena kamu lebih berharga dari pada proyek Papa tersebut. Kamu jangan merasa kalau Mama ninggalin kamu. Mama selalu ada di sini.” Zahra menunjuk dada Fradhella.

“Tapi, Ma … “

“Kembalilah, Sayang. Ini bukan tempat kamu. Kamu harus terus melanjutkan cerita ini,” sela Zahra.

“Fradhella boleh peluk Mama lagi?” pinta Fradhella.

Zahra memeluk Fradhella kembali. Ia mengusap pelan rambut Fradhella dan mencium puncak kepala gadis itu. Sampai kapan pun, ia akan menyayangi dan melindungi kedua anaknya.

***

Perlahan iris terang itu terbuka. Ia memerjap lucu untuk menyesuaikan cahaya yang masuk. Di sekelilingnya berbagai alat medis mengelilinginya, bahkan sebuah ventilator terpasang untuk membantunya bernafas.

“Syukurlah kamu bisa melewati masa kritismu,” ujar seorang pria berjas putih.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status