Share

Protagonis Sang Monster Logika
Protagonis Sang Monster Logika
Penulis: Hai Zee

Perselingkuhan

Dengan langkah riangnya gadis cantik itu turun dari mobil membawa sebuah piala hasil olimpiadenya. Senyum merekah tercetak cantik sangat bersemangat ingin menunjukkan piala tersebut kepada kedua orang tuanya. Namun sejenak, ia menghentikan langkahnya saat pintu rumahnya terbuka lebar-lebar.

Kondisi ruang tamu yang biasanya tertata rapi saat ini sangat berantakan. Ada banyak pecahan keramik guci yang berserakan. Langkah kaki Fradhella mengecil. Ia harus berhati-hati agar pecahan keramik itu tidak melukainya.

Zahra, mamanya, tampak menangis sesenggukan di sofa ruang tengah, sementara Geovano, ayahnya, tampak acuh duduk di pantri dapur dengan menyesap rokok. Fradhella mencoba mencerna apa yang tengah terjadi. Mengapa mamanya menangis? Mengapa papanya hanya diam saja?

"Mah? Pah? Ini ada apa? Kenapa berantakan rumahnya? Tadi ada perampok?" tanya Fradhella begitu lugu.

Zahra yang menyadari putri kesayangannya telah pulang, ia mengusap air matanya kasar. Ia berusaha tersenyum lebar mendekati putrinya yang membawa sebuah piala. Fradhella memang selalu bisa dibanggakan.

"Kamu sudah pulang, Sayang? Wah ... Anak Mama bawa piala. Selamat ya, Sayang," ujar Zahra dengan suara bergetar.

Fradhella menatap mamanya bingung. "Mama kenapa? Pah, ini ada apa?"

Geovano mematikan puntung rokoknya. Dia berjalan mendekati putri kecilnya yang beranjak dewasa tersebut.

"Tidak ada apa-apa, Princess. Sudah kamu kembali ke kamar sana. Kamu pasti lelah," titah Geovano lembut.

"Tapi ini kenapa? Kenapa, Pah?" desak Fradhella.

"Papa kamu selingkuh," lirih Zahra.

Piala yang digenggam Fradhella hampir saja merosot. Ia menatap Geovano tidak percaya. Geovano adalah pria yang sangat menyayangi keluarganya. Mana mungkin Geovano melakukan hal itu.

"Pah? Mama bohong, 'kan?"

Tidak ada jawaban dari Geovano. Pria itu justru membalikkan badannya hendak meninggalkan Fradhella dan Zahra.

"Pah, jawab, Pah. Mama bohong, 'kan? Mana mungkin Papa selingkuh. Papa kan sayang banget sama Mama," desak Fradhella.

"Yang dikatakan Mama kamu benar, Fradhella," jawab Geovano jujur.

Fradhella tertawa sumbang. Ia tidak dapat menerima semuanya. "Tapi, sama siapa?"

"Tante Rikka."

Fradhella terkejut. Rikka? Mama Carabella? Papanya berselingkuh dengan ibu sahabatnya? Lelucon macam apa ini. Ini sangat tidak lucu.

"Bilang ke Dhella, Pah, kalau ini bohong. Ayo bilang! Mana mungkin Papa selingkuh, apalagi sama Tante Rikka. Ayo, Pah, bilang!" kilah Fradhella dengan menangis.

Geovano tak bergeming. Sejujurnya ia tidak tega melihat Fradhella yang tampak hancur seperti itu, apalagi ini karenanya.

"Ini semua salah Mama kamu. Dia terlalu sibuk dengan mimpinya sampai dia lupa sama keluarga. Kalau saja Mama kamu menuruti apa kata Papa, mana mungkin Papa melakukan hal ini," urai Geovano.

"Itu hanya alasan kamu, Vano. Kamu tidak bisa menyalahkan aku. Aku mengejar mimpiku juga demi anak-anakku. Aku tidak mungkin hanya diam di rumah tidak melakukan apa pun," kilah Zahra yang tidak terima.

"Tapi sudah kodrat istri itu di rumah saja mengurus rumah, suami, dan anak."

"Itu bukan kodrat, Vano. Apa kamu menikahi aku hanya untuk kau jadikan pembantu?"

"Bukan begitu maksudku, Zahra. Aku hanya ingin kamu fokus ke aku dan anak-anak kita. Bukan ke mimpi-mimpi kamu itu dan mengorbankan waktumu bersamaku dan anak-anak. Aku itu ingin ketika aku pulang, kamu sambut. Kamu memasakkan aku dan anak-anak. Mengajari anak-anak belajar dan mengurus mereka," terang Geovano.

"Aku tetap mengurusi mereka, Vano. Lihat Fradhella dia tumbuh secantik dengan bakat sehebat itu karena siapa? Karena aku, bukan? Varell itu susah diatur. Aku sudah menyiapkan semuanya. Aku bahkan menyewakan guru les terbaik untuk belajarnya, tapi dia tidak pernah mau mendengarkanku," debat Zahra yang tidak mau kalah.

"Ya itu semua karena kamu. Seharusnya kamu yang mengajarinya."

"Memangnya kenapa harus aku? Kenapa tidak kamu?"

"Aku sibuk kerja untuk kalian."

"Aku juga sibuk kerja, Vano," debat Zahra.

"UDAAAHH! STOP!" teriak Fradhella yang tidak mengerti lagi keegoisan keduanya.

Geovano dan Zahra menghentikan perdebatan keduanya. Mereka menatap iba pada Fradhella yang terlihat begitu terpukul. Zahra mendekati Fradhella, ia hendak memeluk gadis itu namun Fradhella menolak. Dengan cepat ia berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai dua.

***

Ruangan yang kedap suara membuat Fradhella bebas menyetel musik sekeras apa pun yang ia inginkan. Kaca di setiap dinding ruang dance juga membantunya untuk melihat setiap gerakannya. Sebenarnya Fradhella tidak begitu menata gerakannya. Ia hanya mengikuti musik dan menyalurkan segala emosinya.

Tanpa ia sadari, salah seorang gadis membuka ruangan tersebut. Ia tadi tidak sengaja melihat jika pintu ruangan dance terbuka sedikit. Suara musik juga terdengar dari luar. Jadi ia ingin melihat siapa yang tengah menggunakan ruangan dance sepagi ini.

Ia cukup terkejut bercampur kagum. Sejak kapan Fradhella menari? Ia cukup terpana dengan setiap gerakan yang di ciptakan oleh Fradhella. Carabella mematikan musik yang membuat Fradhella menghentikan gerakannya. Ia menatap cermin untuk melihat siapa yang mematikan musiknya.

"Sejak kapan lo ada di sini?" tanya Fradhella dingin.

"Baru aja. Lo sendiri? Tumben lo udah berangkat, biasanya juga lo telat," kritik Carabella.

Fradhella mendekati Carabella. Ia menatap manik mata gelap itu dengan dingin. Bayangan rumahnya yang sangat berantakan serta argumen kedua orang tuanya yang berdebat tiada henti terlintas dalam pikirannya.

"Bell, gue mau bicara sama lo," ucap Fradhella serius.

Carabella tampak cengengesan sejenak. "Lo kesambet apa sih pagi ini? Kalau mau ngomong mah, ngomong aja. Kaya ada apa aja," tukas Carabella enteng.

"Ikut gue." Fradhella menyambar tas serta ponselnya, kemudian dia menarik tangan Carabella dengan cukup kasar.

Carabella awalnya cukup terkejut. Ini seperti bukan Fradhella. Fradhella biasanya selalu berkata ramah dan bersikap lemah lembut. Namun, pagi ini gadis itu seperti kerasukan. Ia berbicara dengan nada dingin, bahkan saat ini ia menariknya dengan cukup kuat.

Fradhella membawa Carabella ke rooftop sekolah. "Lo mau bicara apa?"

"Lo tahu hubungan mama lo sama papa gue?" tanya Fradhella to the point.

"Hubungan? Bos sama sekretaris?"

"Gue tahu, lo tahu, Carabella," desis Fradhella.

Carabella mengangguk. "Terus?"

"Gue mau lo suruh mama lo jauhi papa gue. Lo gak mau persahabatan kita hancur, 'kan?" suruh Fradhella.

"Gak bisa. Gue gak mau ikut campur masalah orang dewasa," tolak Carabella santai.

"Bell, gue mohon. Lo tahu kan, keluarga itu segalanya bagi gue. Gue gak bisa lihat mama sama papa terus berantem."

"Gue bakal lakukan apa pun asal lo suruh mama lo jauhi papa gue," sambung Fradhella memberi penawaran.

"Apa pun?" Fradhella mengangguk mantap.

"Gue mau lo keluar dari klub dance," syarat dari Carabella.

"Lo gila!"

Carabella tersenyum miring. "Katanya apa pun?"

Fradhella mengusap wajahnya kasar. Bayangan Zahra menangis berada di benaknya. Hanya keluar dari klub dance bukan? Tapi bukan berarti dia harus berhenti menari, 'kan? Keluarga atau impiannya, tentunya Fradhella akan memilih keluarganya.

***

Sepulang sekolah, Fradhella bergegas menuju ruang dance untuk menemui Rima. Hari ini gadis itu tampak banyak diam, bahkan membuat beberapa teman sekelasnya membicarakan perubahan sikapnya.

Apalagi Fradhella tampak acuh pada Carabella yang notabenenya merupakan sahabatnya semenjak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Sepanjang pelajaran juga Fradhella tampak terus saja melamun, tidak seperti biasanya di mana ia akan selalu aktif ketika di kelas.

Langkahnya tampak begitu berat, bahkan bibirnya terasa kelu tidak sanggup mengutarakan apa maksudnya datang. Fradhella menatap sejenak ruang dance yang setahun ini menjadi ruangan favoritnya.

“Fradhella, ada apa ingin bertemu dengan Kakak siang ini? Apa kamu menyetujui perlombaan yang kemarin Kakak berikan?” tanya Rima, pelatih dancenya, dengan senyum manis.

Fradhella terdiam sejenak. Ia duduk di salah satu bangku panjang yang biasanya ia gunakan untuk meluruskan kakinya. Cukup lama ia menatap Rima dengan beberapa kali menghela nafas kasar gusar. Fradhella bingung bagaimana dia harus mengatakan keputusannya itu.

“Aku … aku ingin keluar dari klub dance.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status