Share

Pria yang Berbeda

"Ka-kakak?" Helena tergagap. Namun, Rebecca justru membalasnya dengan anggukan penuh antusias sambil memasang senyuman lebarnya.

Helena menelan saliva dengan berat sebelum ia melihat kembali ke arah Willson. Begitu terkejut dirinya saat menyadari bahwa sejak tadi Willson tengah memperhatikannya. Pria tersebut melirik dengan sorot yang cukup tajam. Tapi, ekspresinya tetap datar. Helena tidak bisa membaca apa yang ada di pikiran pria itu saat ini.

Belum selesai Helena berperang dengan keterkejutannya, tiba-tiba saja sebuah kejutan lain datang.

"Dion." Titah Rebecca saat ia menatap sosok di belakang Helena yang baru saja tiba.

Dengan ragu-ragu Helena menoleh dan mendapati pria yang belum pernah dilihatnya. Inikah Dion, pria yang berstatus sebagai suami sahnya? Pria yang seharusnya bersamanya tadi malam?

Dada Helena semakin sesak. Sepertinya ada sesuatu yang mengunci tubuhnya karena ia tak dapat bergerak sedikitpun. Ingin sekali Helena menenggelamkan dirinya ke inti bumi daripada harus menyaksikan kenyataan ini.

Netra Helena mengikuti sosok Dion yang melewatinya begitu saja.

Dari segi penampilan, mereka memang sedikit mirip. Hanya saja, Willson memiliki bentuk wajah dan postur tubuh yang lebih tegas

Helena tak berhenti menatapi Dion sebelum akhirnya tatapan itu terputus saat Dion melihat ke arahnya. Dia menjadi semakin gugup dan bahkan rela menundukkan pandangan sedalam mungkin untuk menghindari kontak mata dengan pria tersebut.

Entah mengapa, Helena tidak sanggup mambalas tatapan Dion. Dirinya seakan dipenuhi rasa bersalah yang amat besar terhadap pria itu. Helena tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi di antara mereka jika Dion mengetahui segala yang terjadi.

Saat Dion masih menancapkan pandangannya, tiba-tiba saja Rebecca menyenggol salah satu lengannya dan menunjuk ke arah Helena dengan gerakan dagunya. Dion yang mengerti maksud dari isyarat tersebut pun tanpa ragu mengambil duduk tepat di sebelah Helena.

Tanpa sadar Helena bergerak gelisah di tempatnya. Ia merasa posisi duduk seperti apa pun saat ini terasa tak ada yang nyaman baginya. Dia hanya ingin pergi, menjauhkan diri dari semuanya. Tapi secara mendadak, Dion mengulurkan tangan ke arah Helena.

Awalnya Helena tidak mengerti maksud dari uluran tersebut. Namun, pada akhirnya ia paham bahwa Dion ingin Helena mencium punggung tangannya sebagai penghormatan untuk sang suami. Tatkala menyentuh tangan Dion, Helena menyadari hawa panas dingin kembali menjalari tubuhnya.

"Se-selamat pagi, Mas."

"Pagi juga, Helena. Maksudku, sayang." Bahkan di pertemuan pertama mereka, Dion sudah memanggil Helena dengan panggilan akrab itu. Hal ini tentu membuat Helena semakin merasa bersalah dan tidak berdaya.

Setelah sarapan usai, seluruh anggota meninggalkan tempat satu per satu untuk memulai kegiatan hari mereka masing-masing. Berbeda halnya dengan Dion yang justru mengajak Helena untuk segera ke kamar. Pria itu menggandengnya seperti pengantin baru pada umumnya.

Tiba di dalam kamar, Dion langsung menapik lengan Helena dan sedikit mendorongnya hingga wanita itu hampir kehilangan keseimbangan.

Senyuman di bibir ranum Helena langsung pupus. Wanita itu syok saat memandangi Dion yang tengah membersihkan tangannya seolah baru saja menyentuh kotoran.

“Mas.”

“Jangan dekat-dekat!” pekik Dion ketika Helena hendak menghampirinya. Saat itu juga kaki Helena langsung menjadi kaku.

Dengan angkuh Dion memindai tubuh Helena dari atas ke bawah dan sebaliknya. Pria itu tersenyum smirk diikuti decihan kecil.

“Entah seberapa sialnya aku menikahi wanita rendahan sepertimu.” Secercah kalimat berhasil menusuk sanubari Helena. Ia tertegun dengan umpatan buruk itu.

“Mas, kenapa tiba-tiba kamu menjadi kasar seperti ini? Apa salahku? Bukankah tadi kamu—” Helena menggelengkan kepala tak percaya. Padahal, tadi Dion bersikap sangat baik padanya. Tapi mengapa sekarang berubah?

“Jangan harap aku akan memperlakukanmu layaknya seorang istri. Kamu bahkan tidak pantas untuk dikatakan sebagai istriku. Tak ada yang bisa ku banggakan darimu. Entah apa yang ada di pikiran Mama sampai-sampai dia menjodohkanku dengan wanita kampungan sepertimu.”

Setelah berkata demikian, Dion kembali keluar kamar dan meninggalkan Helena sendirian. Dia membawa Helena ke dalam hanya untuk melampiaskan amarah yang sejak tadi ia tahan.

Melihat Helena beberapa detik lalu, Dion akui kalau wanita itu memang sangatlah cantik. Pantas saja sang ibu merekrut Helena menjadi model untuk produk kecantikannya. Tapi bagaimanapun juga, di hatinya hanya ada satu wanita dan wanita itu adalah Monica. Sampai kapan pun, Helena tidak akan pernah bisa menggantikan posisi kekasihnya tersebut.

Helena kembali terdiam seribu bahasa. Kini ia semakin percaya bahwa pria yang baru saja berdiri di hadapannya dengan pria yang semalam merupakan dua sosok yang berbeda. Baik dari segi perlakuan maupun gaya bicaranya, semua berbeda.

Willson memperlakukan Helena bak seorang ratu. Bahkan dalam keadaan mabuk pun lelaki itu tetap bersikap lemah lembut terhadapnya. Helena sampai bisa mengingat setiap sentuhan hangat yang diberikan pria tersebut.

Helena bersiap-siap untuk melakukan pemotretan. Sebagai seorang model dari beberapa brand, Helena cukup dapat dikatakan sibuk. Salah satu brand terbesar yang menaunginya saat ini adalah brand kosmetik milik ibu mertuanya sendiri.

Walaupun sudah menikah dengan Dion, tapi Helena tetap ingin bekerja. Ia berharap impiannya untuk menjadi wanita karir di usia muda bisa terwujud meskipun dirinya sudah menikah. Dan syukurlah sang ibu mertua mendukung keinginannya.

“Ehem!”

Mendadak Helena menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke belakang, ke arah sumber suara.

“K-kak Willson?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status