Share

Hubungan

“Tidak. Aku tidak memiliki hubungan apa pun dengannya.”

Helena dengan lantang membalasnya. Dia panik sehingga tidak bisa memikirkan jawaban lain selain yang dilontarkan.

Melihat raut wajah Helena yang gugup seperti itu, Dion memicingkan mata. “Kau yakin?” tanyanya.

Helena mengangguk tegas, namun bibirnya terasa kaku. Ia tak bisa berkata saat menjawabnya. Tak diduga, Dion malah tertawa kecil. Entah apa yang ditertawakan oleh pria itu, Helena sama sekali tidak mengetahuinya. Yang dia tahu hanyalah dirinya yang sedang berada di ujung jurang.

“Tapi sepertinya sikap Willson berkata lain.”

“Ma-maaf, Mas. Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan,” titah Helena.

Dion mendekat, memotong jarak di antara mereka. Dengan santai pria itu mengambil sedikit rambut Helena dan memainkan dengan jari-jemarinya. Selama sepersekian detik, jantung Helena rasanya seperti berhenti. Dia merasa sesak dan kesulitan untuk bernapas.

“Bukankah Willson tampak sangat peduli padamu, hm?”

“Peduli bagaimana, Mas? Sepertinya kamu salah paham.”

“Jadi aku salah paham tentang kakakku sendiri?” Dion mengangkat salah satu alisnya.

“Bu-bukan begitu maksudku.” Helena mencoba menjelaskan sesuatu, tapi dia tidak tahu apa yang harus dijelaskan. Dirinya sama sekali tidak menyangka jika Dion akan mencurigainya secepat ini.

“Dengarkan aku, Helena.” Kini Dion menarik dagu istrinya dengan lembut. Wajah mereka sekarang saling berdekatan. Helena dapat merasakan napas hangat pria itu.

“Aku lebih mengenal Willson daripada kamu. Selama ini dia tidak pernah peduli pada siapapun, termasuk keluarganya. Tapi sepertinya kamu adalah satu-satunya orang yang dia pedulikan,” bisik Dion. Nadanya terdengar sedikit menyindir.

Tak bisa menjawab, Helena hanya menundukkan pandangan sambil melirik ke sana dan kemari. Tangannya yang mungil tampak meremas bagian bawah blusnya.

“Aku ingat jelas saat Willson memintamu untuk tidak memakai pakaian tertutup lagi agar jika ada yang berani menyakitimu, maka semua orang bisa tahu. Bukankah menurutmu Willson sangat perhatian?”

“Eumm itu—“

“Aku jadi penasaran. Bagaimana jika Willson ternyata menyukaimu dan dia tahu bahwa ternyata kamu adalah wanita murahan.”

Spontan kedua mata Helena membelalak. Ia tidak mengerti mengapa Dion mengatakan hal tersebut padanya. Apakah suaminya tersebut sudah mengetahui bahwa sebenarnya dia pernah berhubungan dengan pria lain?

“Mas, kenapa kamu bicara seperti itu?” Helena mencoba meminta penjelasan lebih. Dia ingin memastikan maksud dari ucapan suaminya barusan.

Belum sempat mendapat jawaban dari Dion, tiba-tiba saja ketukan pintu terdengar di telinga mereka. Reflek suami-istri itu pun menoleh secara bersamaan, penasaran dengan siapa yang datang merusak ketegangan di antara keduanya.

“Masuk!” teriak Dion, mengizinkan siapapun yang ada di luar sana untuk masuk ke dalam kamarnya.

“Permisi, Tuan. Nyonya besar meminta Nona Helena untuk menemui temannya yang baru saja datang dari luar kota. Beliau ingin memperkenalkan Nona padanya.”

Dion melirik ke arah Helena sejenak lantas mengangguk sebagai tanggapannya.

“Baiklah,” ucap Dion pada pelayan itu.

Walau Helena masih menunggu kejelasan Dion tentang pertanyaan terakhirnya, tapi saat ini dia tidak punya pilihan lain. Dia harus segera pergi menemui ibu mertuanya.

Helena mengambil langkah mengikuti pelayan tersebut dengan ragu-ragu.

“Kamu tidak sepolos yang aku kira, Helena,” seru Dion sebelum Helena mencapai ambang pintu. Namun, Helena hanya mengepalkan kedua tangannya sebagai respon atas kegelisahan yang dirasakan.

Syukurlah, kejadian menegangkan itu hanya berlaku saat pagi saja. Setelah itu Dion tidak pernah membahasnya lagi.

Dari kejadian tersebutlah Helena mengambil kesimpulan bahwa kemungkinan besar Dion sudah mengetahui tentang dirinya yang tidak lagi perawan. Namun, dia lega lantaran Dion tidak menyadari siapa yang sudah merenggut keperawanannya. Setidaknya nama baik Willson masih aman.

***

Di bawah langit biru yang menghembuskan udara sejuk, Helena menyibukkan diri dengan membaca beberapa majalah terbaru di taman belakang rumah.

Kulitnya yang indah tampak semakin cerah saat pantulan sinar matahari menyorotinya. Sekilas, Helena mengalihkan perhatian pada lengan dan kakinya. Dia meraba kulit halus itu dengan lembut.

"Sudah mulai mendingan," batin Helena saat menyadari bekas luka yang disebabkan Dion tampak jauh lebih baik sekarang.

Sejak Willson mengambil tindakan dengan membawa dokter ke rumah beberapa waktu lalu, Dion tak berani menyakiti Helena lagi. Lebih tepatnya tak berani menyakiti fisiknya.

Pria itu tidak pernah lagi melayangkan pukulannya karena takut dicurigai oleh siapapun. Kalau bukan karena Willson, mungkin saat ini Helena masih mendapatkan banyak luka baru dari suami kejamnya.

"Helena"

Terkejut, Helena mendongak. Sosok pria jangkung yang tengah membelakangi matahari membuatnya tampak seperti siluet. Tapi Helena mengenali siapa pria itu.

"Maaf, Kak. Aku hanya mencari angin sebentar." Helena buru-buru bangkit dan membereskan majalah tersebut.

Taman ini seringkali dipakai Willson untuk bersantai sambil berkutik dengan pekerjaan kantornya yang belum selesai. Helena pikir sore ini Willson tak akan menempati taman tersebut, jadi dia meminjamnya sebentar.

Melihat pria itu berdiri sambil memegang secangkir kopi dan laptop di tangan yang berbeda, Helena sadar kalau Willson ingin menempati tempatnya. Oleh karena itu dia harus segera pergi.

"Tidak apa-apa, Helena. Bersantailah." Willson mengalah, membiarkan Helena melanjutkan kegiatannya.

"Tunggu sebentar, Kak. Kebetulan aku memang sudah ingin kembali ke kamar sekarang. Jadi, kakak bisa tetap di sini. Biar aku saja yang pergi."

Willson hanya tersenyum tipis seraya mengangguk paham.

Saat Helena mengambil langkah melewati Willson, tiba-tiba saja dia teringat akan sesuatu. Wanita itu berhenti dan berbalik badan.

"Kak," panggil Helena.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status