Share

Kekerasan dalam Rumah Tangga

“Kau sudah menjadi istriku, Helena. Sudah kewajibanmu untuk melayaniku.” Ucap Dion, jemarinya mulai menyentuh dan meraba kulit halus Helena.

Seketika, tubuh Helena semakin merinding. Dia tidak menginginkan ini. Tubuh wanita itu membeku, seakan tak memiliki tenaga untuk berteriak.

Puas dengan sentuhan tersebut, Dion menatap bibir ranum Helena. Tampak sangat manis dan menggiurkan. Wajah istrinya yang terlihat ketakutan, justru semakin membangunkan gairahnya.

”Mas, tolong berikan aku waktu. Aku mohon,” gumam Helena yang mulai terisak. Dia pikir permohonannya akan membuat Dion luluh. Namun, justru hal itu membuat suaminya semakin penasaran dan ingin segera mencicipinya.

”Aku bukan orang penyabar yang mau menunggu keputusan orang lain, Helena.” Kali ini Dion tampak lebih serius. Setelah berkata demikian, dia langsung mencengkeram pipi Helena dan menempelkan bibir mereka dengan paksa.

Helena memberontak. Dia ingin berteriak sekeras mungkin tapi bibir Dion membungkamnya. Semakin Helena bergerak lincah, justru Dion akan semakin mengeratkan dekapannya.

“Mas, tolong jangan lakukan ini.” Helena kembali memohon tatkala Dion membuka kancing bajunya dengan paksa. Gerakan pria itu sangat tidak sabar dan kasar.

Namun, lagi-lagi permohonannya tak didengar. Sepasang manik pria itu justru tampak semakin menyala saat dua benda indah milik Helena terpampang indah di hadapannya. Helena menyilangkan tangan di depan dada. Ia tak suka dengan tatapan Dion yang amat menakutkan. Seperti tatapan predator terhadap mangsanya.

”Lepas sendiri, atau aku yang lepaskan.” Dion berbicara sedikit lebih tegas.

”Tidak mau. Aku tidak mau melepasnya.” Helena terus menggelengkan kepala. Sungguh dia merasa durhaka karena telah melawan suaminya. Tapi bagaimanapun juga, Helena masih belum siap jika lelaki itu mengetahui kebenaran tentang dirinya.

“Baiklah kalau begitu. Kamu yang memaksaku untuk melepaskannya.” Dengan kencang Dion menarik tubuh Helena dan menanggalkan satu per satu kain yang menempel di tubuh wanita itu. Meski Helena terus menangis dan memohon, tapi lagi-lagi tangisannya sama sekali tak diindahkan.

Seperti yang Helena duga, akhirnya sesuatu pun terjadi di antara mereka. Ya, di antara dia dan suaminya. Dia sudah bersikeras melarikan diri, namun Dion selalu berhasil menahannya. Setiap dia memberikan perlawanan, justru Dion akan menyiksanya tanpa ampun. Hingga pada akhirnya Helena hanya bisa pasrah dan menangis di bawah kungkungan pria itu.

Detik demi detik terus berlalu. Tak terasa sudah hampir dua minggu Helena memegang gelar mulia sebagai seorang istri. Dan selama itu juga dirinya terus mendapatkan perlakuan buruk dari Dion. Akan selalu ada luka dan lebam baru yang Dion tinggalkan pada tubuh Helena. Hal tersebut membuatnya harus memakai pakaian tertutup setiap saat agar tidak dilihat oleh orang lain.

Saat ini Helena sedang berada di lobby kantornya Dion. Ia hendak mengantarkan makan siang untuk pria itu. Helena berharap dengan segala usaha yang dilakukannya, Dion bisa menjadi luluh. Meski tidak mudah, tapi Helena akan tetap berusaha.

Pihak resepsionis mengatakan bahwa Dion sedang ada meeting dengan klien. Oleh karena itulah Helena diminta untuk bersabar hingga urusan Dion selesai. Tatkala sedang menunggu, sepasang netra Helena menyoroti lelaki tampan yang tengah berjalan memasuki area lobby tersebut. Tampak ada seorang sekertaris wanita yang mendampinginya.[Hs1]

“Kak Willson?” batin Helena. Namun, ia segera memalingkan wajah dan berharap Willson tidak melihatnya.

“Pak, apakah saya harus membuat janji dengan Pak Dion terlebih dahulu?” tanya si sekertaris.

“Tidak usah. Ini sudah sangat keterlaluan. Beberapa waktu lalu dia telah mengacaukan proyekku. Sekarang dia malah menjual aset penting atas namaku. Benar-benar harus diberi pelajaran,” balas Willson dingin.

Samar-samar Helena dapat mendengar percakapan mereka saat lewat di hadapannya. Dari situ Helena menyimpulkan jika hubungan Dion dan Willson tak sebaik yang ia lihat selama ini.

Setelah dipikir-pikir lagi, sepertinya ini bukan saat yang tepat untuk menemui Dion. Lebih baik ia menitipkan makan siang buatannya pada Office Boy dan meminta tolong agar diberikan kepada suaminya.

Tatkala malam tiba, Helena pergi ke dapur untuk mengambil minum. Tenggorokannya terasa kering. Seperti biasa, lagi-lagi Dion kembali meninggalkan jejak pada tubuh Helena. Sepertinya itu sudah menjadi kewajibannya untuk menyiksa Helena setiap hari.

“Terima kasih.”

Sontak Helena yang sedang minum pun langsung tersedak. Saat berbalik badan, dirinya hampir saja bertabrakan dengan Willson yang ternyata sudah ada dibelakangnya sejak tadi. Di saat yang sama, Willson menyerahkan sebuah kotak nasi.

“Ini—“ Helena menatap Willson dan kotak tersebut secara bergantian. Ia sangat mengenal benda itu.

“Tadi kau membawakan makan siang untuk Dion, ‘kan? Sayangnya anak itu tidak mau memakannya dan justru hampir dibuang. Syukurlah aku melihat dan langsung menahannya.”

Helena mengangguk paham meski dadanya terasa sesak. Ia sudah bersusah payah memasak dan mengantarkannya ke kantor Dion, tapi dengan tega lelaki itu malah berniat membuangnya.

“Ngomong-ngomong masakanmu sangat enak,” puji Willson. Ekspresinya masih terlihat tenang seperti biasanya.

Kedua manik Helena membola. “Kakak memakannya?”

“Ya, tentu saja. Sayang ‘kan kalau tidak dimakan?” kata Willson sambil membuka kulkas.

Helena menjadi malu sendiri. Rasa sakit yang sebelumnya membelenggu seketika memudar setelah mendapatkan pujian sederhana dari kakak iparnya.

“Terima kasih, Kak. Kalau begitu aku duluan.” Helena buru-buru meninggalkan tempat. Ia tak mau berbincang lebih banyak lagi.

“Tunggu sebentar,” titah Willson.

Langkah Willson kembali memotong jarak di antara mereka. Reflek Helena melangkah mundur dan berhenti saat tubuhnya menyentuh dinding. Namun, tidak dengan Willson. Lelaki itu justru semakin menyudutkannya.

Jantung Helena berdegup tak karuan. Ia seakan lupa bagaimana caranya bernapas. Aroma tubuh Willson yang menyeruak berhasil mengingatkan Helena akan kejadian malam itu.

“K-kak, tolong jangan seperti ini. Takut ada yang melihatnya.” Helena merasa sangat risih.

“Jangan bergerak,” bisik Willson.

Perlahan lelaki itu menyapu rambut Helena ke sisi lain. Ia menatapi leher jenjang tersebut dan mulai menyentuhnya. Bulu kuduk Helena sampai meremang tatkala menahan sentuhan itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status