Pesanku di Grup Chat Keluarga Tak Pernah Dianggap

Pesanku di Grup Chat Keluarga Tak Pernah Dianggap

Oleh:  Sarah Kencana  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat
74Bab
21.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Tak dianggap di keluarga suami hanya karena status ipar? pun hanya sebuah pesan chat! Namun semua berubah ketika ia bersikap tegas.

Lihat lebih banyak
Pesanku di Grup Chat Keluarga Tak Pernah Dianggap Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
default avatar
widha.87
ini sdh tamat kah thor?? kok tumben lama lanjutannya...
2023-03-06 22:27:28
1
74 Bab
Bab 1
[Mohon doa untuk kesembuhan Putra, semoga typus nya segera pulih] Pesan itu ku kirim ke grup keluarga Bang Rafi. Kondisi Putra anakku, lagi terbaring sakit. Seorang ibu hanya bisa meminta doa pada yang maha kuasa, semoga diberi kekuatan dan kesembuhan untuk anaknya.Pun dengan doa-doa orang terdekat terutama keluarga, semoga bisa ikut bantu memanjatkan doa untuk kesembuhan Putra.Sudah cukup lama pesanku itu terkirim, hanya dibaca saja. Tanpa seorangpun merespon. Sama halnya dengan yang dulu-dulu pernah terjadi, ketika aku mengirim pesan chat di keluarga Bang Rafi. Tak ada respon.  Dan saat itu aku masih berpikir positif."Dek, Abang hari ini pulang agak malam ya? Ada lemburan, nanti minta tolong sama Mba Tia gantian jagain Putra, supaya kamu bisa pulang sebentar urus Dinda. Abis dari kantor, Abang akan langsung ke rumah sakit gantian sama Mbak Tia. Gimana?" Suamiku memberi pendapatnya."Adek sih gak masalah, Ban
Baca selengkapnya
Bab 2
Ting!Berbunyi lagi notifikasi di aplikasi chat milik keluarga Bang Rafi. [Udah tidur kayaknya si Rafi! Ga dibalas-balas!] [Sudahlah, besok subuh aku yang telpon dia. Keenakan si Putra, apa-apa serba ada dari keluarganya itu!][Iya nih, mana Rafi belum deal soal kemarin. Jadi gak sabar!]Aku semakin penasaran, apa maksud dari Mba Tia bahwa Bang Rafi belum deal? Sampai-sampai semuanya seperti tak sabar?Ya Tuhan, ada apa ini? Mengapa hati ku merasa ada yang aneh. Mengapa rasanya banyak hal yang Bang Rafi tutupi dari ku?Aku letakkan kembali gawai milik Bang Rafi pada tempatnya. Ia masih tertidur sangat pulas. Sejenak ku pandangi wajah lelaki yang telah menjadi imam ku itu. Wajah tulusnya masih terpancar, bahkan rasa kasih dan cinta darinya masih ada di wajah yang sedang terlelap itu.Aku mulai memejamkan mata ini. Mencoba untuk lebih tenang dari hal-hal yan
Baca selengkapnya
Bab 3
"Eh, ada Mba Tia! Udah lama Mba?" tanyaku basa basi, karena pasti dia malas ngomong denganku.Yang ditanya hanya diam sambil menaikan alisnya, tanda 'iya, sudah lama disini', Ya Allah, sabar!"Dek, udah sampe ya?" Bang Rafi yang malah gelagapan."Iya, aku dari tadi Bang, sampenya," biar pada penasaran kalau pembicaraan mereka tadi ngerasa jangan-jangan sudah terdengar olehku."Eh, mmm ... Fiza, itu kamu bawa apa!" tiba-tiba Mba Tia bersuara dengan raut jutek, tumben, pikirku."Oh, ini makan malam Mba. Tadi Bang Rafi sudah memesan sebelumnya. Mba Tia sudah makan?" tanyaku lagi-lagi basa-basi padanya."Yaudah, Dek. Siapin makan ya, buat Mba Tia sama kamu aja yang makan. Mas nanti aja," dengan cepat Bang Rafi mengutarakan lebih dulu, khawatir aku ngomong macam-macam depan kakaknya itu.Aku yang tahu bahwa memang sudah menjadi sifat Bang Rafi selalu mendahulukan saudaranya ketimbang diri se
Baca selengkapnya
Bab 4
"Dek ..."Bang Rafi geleng-geleng kepala tanda ia menyesal karena telah salah berucap soal makan malam ku tadi yang diambil Mba Tia."Adek hanya ingin Abang itu objektif, Bang. Selama ini Adek selalu sabar ngadepin keluarga Abang! Adek gak bakal juga Bang mengumbar aib ipar sendiri jika suami Adek tak banyak tau kejadian sebenarnya! Menurut Abang, apa adek salah?" kutanya balik dia."Gak Dek,  kamu gak salah! Abang yang salah. Selama ini terlalu memihak pada sodara Abang. Maafin Abang ya, Dek? Abang janji bakal lebih percaya sama kamu," Bang Rafi memegang erat kedua tanganku, tampak dimata nya ia begitu menyesal."Gak papa, Bang. Adek maafin kok? Tapi tolong Bang, buka lebar-lebar mata Abang!" lanjutku sembari menahan amarah yang terpendam selama ini. Aku memang harus banyak bersabar mengahadapi sikap Bang Rafi yang memang terlalu polos. Ya Tuhan ..."Sungguh Dek, Abang ... Abang ..." ujarnya bingun
Baca selengkapnya
Bab 5
Aku benar-benar sudah tak tahan dengan sikap Mba Tia. Seenaknya saja buat aturan demi kepentingan hidupnya sendiri."Maaf ya, Bang. Adek gak bermaksud tak sopan, tapi adek kesal dengar mulut Mba Tia barusan.""Iya Dek, Abang juga ga nyangka ... Abang jadi paham sekarang .... Semoga saja Mba Tia gak bakalan berani minta-minta sama Abang lagi. Dek ... maafin Abang ya? Abang benar-benar baru terbuka pikirannya. Selama ini memang tak pernah Abang lihat Mba Tia seperti itu.Mungkin karena dulu semua keinginannya Abang turuti, jadi Mba Tia terlihat baik-baik saja depan kamu.Ingatkan Abang ya Dek, jika Abang nantinya ada kelupaan lagi ..."Aku mengangguk, berharap ucapan Bang Rafi memang benar-benar sebuah penyesalan. Karena aku paham sekali tabiat suamiku ini. Tak tega-an. Jadi gampang dimanfaatkan orang.Hari ini Putra sudah boleh pulang kata dokternya. Aku merasa sangat lega. Setidaknya,
Baca selengkapnya
Bab 6
"Cukup Mba!" bentak Bang Rafi."Kenapa? Benar kan ucapan Mba? Kalian berbohong padaku! Kau lebih peduli pada dia ketimbang saudara kandungmu!" cecar Mba Fiza tak kalah nyolot."Maaf ya Mba, ini keluarga saya dan Bang Rafi! Bukan menjadi wewenang Mba Zara untuk ikut campur! Kalau Mba butuh uang, silahkan minta sama suami Mba Zara sendiri, bukan sama Bang Rafi! Kalaupun Bang Rafi atau aku ingin memberi Mba uang, itu adalah bentuk sedekah kami pada Mba!" kubalas ucapannya barusan dengan tatapan tajam pada matanya."Hei! Jangan kurang ajar ya kamu Fiza! Saya bukan pengemis yang butuh sedekah! Ingat, Rafi itu adik kandungku, jadi aku berhak meminta bantuan padanya! Paham!" balasnya tak mau kalah."Dia memang adikmu Mba, tapi bukan suami Mba yang wajib nafkahi Mba Zara tiap butuh uang! Dan ingat Mba, banyak rumah tangga jadi hancur gara-gara saudara ipar macam Mba Zara," balasku juga makin emosi."Kau ... berani sama ak
Baca selengkapnya
Bab 7
"Cukup Mba!" bentak Bang Rafi."Kenapa? Benar kan ucapan Mba? Kalian berbohong padaku! Kau lebih peduli pada dia ketimbang saudara kandungmu!" cecar Mba Fiza tak kalah nyolot."Maaf ya Mba, ini keluarga saya dan Bang Rafi! Bukan menjadi wewenang Mba Zara untuk ikut campur! Kalau Mba butuh uang, silahkan minta sama suami Mba Zara sendiri, bukan sama Bang Rafi! Kalaupun Bang Rafi atau aku ingin memberi Mba uang, itu adalah bentuk sedekah kami pada Mba!" kubalas ucapannya barusan dengan tatapan tajam pada matanya."Hei! Jangan kurang ajar ya kamu Fiza! Saya bukan pengemis yang butuh sedekah! Ingat, Rafi itu adik kandungku, jadi aku berhak meminta bantuan padanya! Paham!" balasnya tak mau kalah."Dia memang adikmu Mba, tapi bukan suami Mba yang wajib nafkahi Mba Zara tiap butuh uang! Dan ingat Mba, banyak rumah tangga jadi hancur gara-gara saudara ipar macam Mba Zara," balasku juga makin emosi."Kau ... berani sama ak
Baca selengkapnya
Bab 8
"Ma ... kenapa ngomong begitu? Fiza itu istri Rafi, Ma. Menantu Mama!" Bang Rafi agak meninggi nada suaranya."Mama tau! Tapi benar kan perkataan Mama? Ga perlu persetujuan dia kalau mama akan tinggal disini! Sudah, Mama mau istirahat dulu!" Tanpa rasa bersalah, Mama mertua menyuruh kami berdua keluar dari kamar yang telah ku rapi kan dari tadi.Bang Rafi langsung mengajakku ke kamar. Ia menatap lekat kesedihan dimataku."Maafin Mama ya Dek? Sungguh, Abang malu sama kamu ... Mama tak tau apa-apa soal kamu, malah bicaranya tidak mengenakkan hati begitu. Jangan diambil hati ya, Dek?" hibur Bang Rafi.Aku hanya bisa menahan gejolak dalam dada. Yang terasa begitu menyakitkan.Bagaimana bisa mertuaku itu berbicara dengan seenak mulutnya saja? Aku menahan diri agar tak berbicara dengan kasar pada Mama mertua. Walau sangat ingin membalas semua ucapan kata-katanya itu dengan kebenaran yang ad
Baca selengkapnya
Bab 9
Pagi hari saat sebelum Bang Rafi berangkat kerja, ia sempat mengajak Mamanya untuk berbicara mengenai rumah yang dikatakan oleh Mba Tia. Bang Rafi sudah sangat hati-hati menanyakan hal ini, khawatir Mama masih belum siap bahkan melakukan tindakan aneh-aneh lagi seperti kemarin.“Ma … Rafi ingin sekali berbakti pada Mama. Rafi mohon, jika Mama memang lagi ada masalah, beritahu Rafi. Rafi akan berusaha bantu Mama,”Mama hanya mengehela napasnya perlahan. Terlihat sekali dadanya seperti ada himpitan yang membuatnya tak mampu bicara. Aku kasihan sebenarnya dengan Mama mertua, tapi apa daya diriku yang memang jarang sekali dianggap. Aku jadi mengingat, pernah dulu ketika Putra baru lahir, Mama mertua sama sekali tidak mengunjungiku. Karena yang  kudengar dari Bang Rafi, Mama mertua saat itu sibuk mengurus Kiya, anak Mba Zara yang dirawat di rumah sakit. Awalnya aku berfikir biasa saja, tapi Lamat kau  mulai menyadarinya. Mama sama
Baca selengkapnya
Bab 10
Aku harus tahan dengan tuduhan Mba Tia. Karena aku tahu sekali tabiatnya seperti apa, tak beda jauh dengan Mba Zara. “Apa-apaan Mba! Hentikan! Rafi tau kalian tidak ada yang menganggap Fiza layaknya seorang adik ipar! Jadi cukup sudah Mba membuat Rafi marah dengan kata-kata Mba Tia barusan ke Fiza!” ujar Bang Rafi sambil menarik tangan kakaknya itu, karena memang sangat keras sekali tadi ia menarik tanganku hingga tersungkur ke lantai.“Mba heran sama kamu ya, Raf? Istri kamu itu mengusir Mama! Paham?!” sahut Mba Tia tak kalah amarahnya.“Memang percuma saja bicara pada kalian, sama saja! Selalu berat sebelah dan tak mau menerima kebenaran yang ada! Ayo Dek, kita pulang saja! Percuma kita disini kalau tak dianggap!” Dengan secepat kilat, Bang Rafi merangkulku melangkah pulang meninggalkan Mama mertua yang masih terlihat syok dan lemas.Entah apa yang membuat suamiku itu sampai tak sempat pamit pada Mama nya, tan
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status