Share

Pesanku di Grup Chat Keluarga Tak Pernah Dianggap
Pesanku di Grup Chat Keluarga Tak Pernah Dianggap
Penulis: Sarah Kencana

Bab 1

[Mohon doa untuk kesembuhan Putra, semoga typus nya segera pulih] 

Pesan itu ku kirim ke grup keluarga Bang Rafi. Kondisi Putra anakku, lagi terbaring sakit. Seorang ibu hanya bisa meminta doa pada yang maha kuasa, semoga diberi kekuatan dan kesembuhan untuk anaknya.

Pun dengan doa-doa orang terdekat terutama keluarga, semoga bisa ikut bantu memanjatkan doa untuk kesembuhan Putra.

Sudah cukup lama pesanku itu terkirim, hanya dibaca saja. Tanpa seorangpun merespon. Sama halnya dengan yang dulu-dulu pernah terjadi, ketika aku mengirim pesan chat di keluarga Bang Rafi. Tak ada respon.  Dan saat itu aku masih berpikir positif.

"Dek, Abang hari ini pulang agak malam ya? Ada lemburan, nanti minta tolong sama Mba Tia gantian jagain Putra, supaya kamu bisa pulang sebentar urus Dinda. Abis dari kantor, Abang akan langsung ke rumah sakit gantian sama Mbak Tia. Gimana?" Suamiku memberi pendapatnya.

"Adek sih gak masalah, Bang. Sendirian juga bisa kok, jagain Putra. Nanti Dinda biar sama Bi Ratna aja. Biar adek yang hubungi Bi Ratna." Sengaja aku sebut adek dari mamaku saja yang bisa dimintain tolong, karena Bang Rafi sepertinya masih belum tahu saudaranya yang lain tak pernah sekalipun mau menjenguk Putra. Apalagi sekedar ucapan doa di grup. Tidak pernah! 

"Lha memang kenapa kalau sodara Abang yang bantuin? Kamu keberatan?" tanyanya.

"Gak lah, Bang. Masa aku keberatan. Senang malah. Cuma nanti Abang aja yang hubungi Mba Tia nya, ya? Adek agak sungkan, khawatir merepotkan Bang," jawabku sekenanya.

"Baiklah, kamu tenang aja, nanti Abang yang hubungi Mba Tia minta bantuan ya? Abang berangkat dulu ya Dek," pamit Bang Rafi sambil kucium takzim punggung tangannya itu.

Aku hanya menghela napas mendengar ucapan suamiku itu. Sepertinya memang belum tahu sama  sekali bahwa sikap keluarganya itu sangatlah berbeda kepadaku. 

Aku dan Bang Rafi sudah delapan tahun lebih menikah, dan dikaruniai dua buah hati. Putra anak pertama kami yang berusia enam tahun, dan Dinda baru berusia dua tahun.

Keluarga Bang Rafi sedikit tertutup padaku. Terutama kakak-kakaknya. Entah apa yang membuat mereka tak banyak ingin bersua denganku, sampai saat ini aku tak mengerti.

Ting!

Sebuah pesan masuk pada gawaiku dari grup keluarga Bang Rafi.

[Halo semua! Besok Kiya ulang tahun, Om Tante semua datang ya! Jangan lupa bawa kado buat Kiya,] 

Pesan itu dari Mbak Zara, kakak pertama Bang Rafi.

Ting! Ting!

[Wah, seru nih kayaknya ultah Kiya. Om Dika dan Tante Tia pasti datang! Mau kado apa nih Kiya nanti?]

Balas Bang Dika suaminya Mba Tia, yang merupakan kakak kedua  Bang Rafi.

[Kata Kiya minta boneka yang gede ya Om Dika dan Tante Tia,]

Ting! Ting!

Masih banyak lagi pesan yang masuk ke grup.

Hatiku mulai teriris. Sebait doa pun tak ada mereka ucapkan untuk Putra anakku. Tapi tidak dengan Kiya, yang akan merayakan ulang tahun, malah ditawarkan minta kado apa?

Ya Allah, sedikit 'nyes' di hati. Sabar ...

Ting!

[Selamat ya buat Kiya, maaf Om Rafi lagi banyak kerjaan. Jadi belum bisa hadir,] tulis Bang Rafi menimpali pesan saudaranya sendiri.

Hatiku makin sakit rasanya, bagaimana Bang Rafi tak melihat dan membaca situasi ini? 

Sudahlah, aku tak akan memintanya untuk mengerti perasaanku saat ini. Bang Rafi yang kurang peka atau memang sengaja karena tak enak hati dengan keluarganya itu. Atau aku yang terlalu bawa perasaan?

[Selamat ya, Kiya ... Tante Fiza belum bisa hadir juga. Karena masih jagain Putra di rumah sakit. Nanti kadonya nyusul ya,]

Ku beranikan menulis ucapan selamat untuk anaknya Mba Zara. Sengaja, supaya mereka tau ada keponakan mereka juga yang lagi terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

Sejam, dua jam, bahkan sudah tiga jam pun, tak ada yang membalas pesanku itu.

Ku hubungi Bi Ratna di grup keluarga besar ku. Alhamdulillah Bi Ratna berkenan membantu menjaga Dinda.

[Nanti siang atau malam, Mas datang ya Dek, jenguk Putra.] tulis Mas Deni, kakakku yang tertua.

[Mbak insyaAllah juga nanti kesana ya Fiza,] tulis Mbak Dea istri Mas Tomi kakak kedua.

Dan semua keluargaku lainnya dari malam kemarin hingga hari ini tetap memberikan doa dan kabar kalau mereka akan membesuk keponakannya di grup keluarga.

Tapi tidak dengan chat digrup keluarga Bang Rafi? Aku jarang sekali mendapat respon dari mereka.

Sebenarnya, aku tak berharap banyak dari keluarga Bang Rafi, hanya butuh sedikit saja perhatian untuk Putra. Hanya sebentuk doa yang aku butuhkan. Bukan yang lain. Apa aku berlebihan?

Entahlah, mungkin mereka menganggap aku ini hanya seorang ipar saja. Tidak lebih. Ipar yang mungkin kebetulan mengambil alih posisi adiknya mereka. Dan mungkin bagi mereka, aku tak layak mendapat perhatian mereka. Aku tak tahu.

Sementara, aku dan Bang Rafi tak pernah kurang-kurangnya memberi perhatian pada saudara-saudaranya itu. Namun bagi mereka, apa yang kuberi tidak lain itu adalah pemberian dari Bang Rafi saja, adik mereka.

Apa karena Bang Rafi kerja nya ditempat yang bagus dan selalu menuruti kebutuhan saudaranya, jadi mereka hanya perhatian pada suamiku saja? 

Sungguh, mereka tak mengetahui kebenaran sesungguhnya.

Tapi, apalah daya, aku bukanlah tipe wanita yang gampang koar-koar demi untuk mencari perhatian mereka. Tidak, aku tak perlu berbuat begitu.

Kita lihat saja nanti!

Saat malam hari tiba, Bang Rafi baru kembali ke Rumah Sakit. Aku memintanya pulang dulu kerumah menjenguk Dinda. 

Kasihan jika salah satu dari kami seharian tak menjenguk putri kecil kami itu.

Dan malam ini, Bang Rafi sudah kembali ke rumah sakit dan membawa makanan untukku.

"Capek, ya Dek? Maaf ya ..." 

"Buat anak sendiri, gak kenal capek adek, Bang. Tadi dokter bilang Putra sudah mendingan, hasil cek darah ketiga tadi, sudah bagus hasilnya. Mungkin dua hari lagi Putra dibolehin pulang," jawabku.

"Alhamdulillah kalo gitu," katanya lagi.

Aku merapihkan beberapa barang bawaan dari Mas Deni dan Paman Joni adik papaku, dan keluarga ku yang lainnya yang tadi siang membesuk Putra.

Bahkan sengaja ku abadikan pemberian mereka itu kedalam status aplikasi hijau ku.

"Terimakasih orang-orang baik yang sudah mendoakan Putra"

Statusku itu sudah dibaca pula oleh Bang Rafi beberapa detik setelah kubagikan.

"Dek ..."

"Ya, Bang?"

"Maaf ya, Mbak Tia ga bisa datang untuk menjaga Dinda tadi, katanya ..." 

"Sudah Bang, gak papa kok. Acara Kiya lebih penting kayaknya ..." 

"Jangan gitu dong Dek? Mungkin memang ..."

"Ssssht, jangan berisik Bang. Tar Putra bangun. Iya, aku tau Mbak Tia bantu-bantu disana, kan memang penting acara ultah ketimbang Dinda," ujarku, sambil berbisik pelan agar tak membangunkan Putra.

"Maafin Abang ya?" Sambil menarik napas dalam, Bang Rafi tertunduk, mungkin sedikit malu.

Aku hanya mengangguk pelan padanya, supaya Bang Rafi berfikir dan melihat, apa yang ada di otaknya tentang keluarganya itu terbuka lebar aslinya kayak apa.

Aku mulai istirahat di kasur satunya. Kebetulan Putra kami tempatkan di ruang rawat inap VIP. Jadi, ada fasilitas kasur dan sofa diruangan ini.

Bang Rafi terlihat juga sangat mengantuk. Aku memberinya selimut, agar bisa beristirahat dengan nyenyak.

Malam ini aku malah sulit memejamkan mata. Entah, sepertinya aku kepikiran dengan apa yang terjadi hari ini.

Ting! Ting!

Gawai Bang Rafi berbunyi. Tapi tidak dengan gawaiku. Itu tandanya, ada pesan masuk seseorang atau dari grup yang tidak sama dengan grup yang kupunya.

Bang Rafi tak bergerak sedikitpun. Aku beranjak dari kasur ini mendekati Bang Rafi.

Sudah terlelap. 

Aku ambil gawainya, karena rasa penasaran di hati ingin melihat isinya.

Kubuka perlahan aplikasi warna hijau itu. Grup Keluarga Ramlan sudah ada beberapa notifikasi.

Artinya, grup itu hanya berisi keluarga besar Bang Rafi saja tanpa ada ipar-iparnya.

Aku klik gambar kaca pembesar, kutulis 'Keluarga Ramlan'. Langsung keluar serentetan pesan yang muncul di ikon search itu.

Tanpa harus membukanya, aku bisa membaca apa isi pesan disana.

[Raf, itu Putra banyak banget yang besuk? Kalau ada barang-barang bawaan pengunjung yang ga kepake istrimu, bawa kesini lah!] tulis Mba Zara.

[Iya tuh! Coklat gede banget tadi di statusnya Fiza, lempar sini dong!] pesan ini dari Mba Tia.

[Bilang ma Fiza, kado buat Kiya jangan lupa! Kalo gak, mentah nya aja kirim!] tulis Mba Zara lagi.

[Kata Mama, minta kado Putra yang isinya sweater itu Raf, buat ngadoin anak tetangga yang mau ulang tahun!] 

Dadaku terasa panas, ucapan doa untuk Putra sedikitpun tak mereka lontarkan di grup chat keluarga! Bahkan mereka jarang dan malas berbicara didepanku secara langsung! Tapi ternyata seperti ini kelakuan saudara-saudara Bang Rafi di grup keluarganya!

Sesak rasanya ...

Bersambung ...

☘️☘️☘️☘️☘️☘️

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Aneuk Aceh
assalamualaikum
goodnovel comment avatar
Taufik Hidayat
Hemmmm sadissssss
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status