Share

Bab 2

"ini gila!" kata Nora.

Dirinya belum sepenuhnya percaya pada apa yang ia alami. mengulang waktu?

"Aku takkan mengulangi kebodohanku dimasa lalu! Sampai kapanpun aku takkan memaafkan perbuatan mereka!" Pungkasnya seraya menggenggam selimut.

Tapi dirinya bersyukur. Mungkin saja dirinya diberikan kehidupan kedua ini agar dia tak merasakan sakit lagi. Dirinya juga akhirnya mengetahui jika Gian bukanlah sosok pria yang pantas ia hargai dan pertahankan

Jika ia kembali di waktu saat ia wisuda, maka artinya Reyna masih berada di Negeri seberang. Ia akan pulang saat aku menikah dan bertepatan dengan kelulusan sekolahnya.

"Nora! Bangun!" sebuah teriakan kembali terdengar dari luar kamar.

"Iya, Bunda! Nora sudah bangun!" jawabnya berteriak.

"Aku akan segera memutuskan hubungan dengan pria bajingan itu! Jangan sampai aku kembali menjadi istrinya!" putusnya.

Kemudian Nora bergegas untuk bersiap-siap menghadiri prosesi wisudanya yang diadakan di kampusnya.

Beberapa saat setelah berbagai prosesi acara wisuda, Nora meminta izin pergi ke kamar mandi kepada kedua orangtuanya, dan mulai meninggalkan ruang aula.

Setelah selesai membuang hajatnya, ia bercermin. Memandangi dirinya yang tampak lebih muda dan sangat cantik. "Apakah penyakitku telah sembuh?"

Keningnya berkerut memikirkan sesuatu. "Hm, tapi, jika aku melawan Gian sendirian, aku pasti kalah. Aku harus bekerja sama dengan musuh Gian yang lebih kuat." ujarnya. Setelah itu, ia meninggalkan area kamar mandi.

Namun, saat di depan pintu masuk aula, Nora tak melihat ada seorang pria yang akan keluar, sehingga, ia menabrak orang tersebut. Refleks ia berpegangan pada kerah jaz yang pria itu kenakan.

Sesaat netra Nora bertemu tatap dengan netra berwarna abu-abu miliknya. Pria dengan wajah dingin itu menatap Nora tajam. Dengan cepat, ia melepaskan diri.

"Sorry," ucap Nora.

"Hm," Gumam pria itu sembari membenarkan Jaznya. Kemudian berlalu pergi meninggalkan Nora yang terdiam.

"Bukankah ..., dia musuh Gian?" ucapnya teringat sesuatu.

Nora telah sampai di dalam aula kembali.

"Selamat sayang! Bunda sangat bangga!" ucap seorang wanita paruh baya dengan girang. Wanita itu adalah Fatiya Sofia, ibunda Nora. Saat ini, rangkaian acara telah selesai.

"Terimakasih, Bunda! Ini semua berkat Bunda dan Ayah," balas Nora. Kini, ia sudah menjadi seorang Sarjana Desainer.

"Ayah juga sangat bangga, sebagai hadiah, ayah akan membangunkan sebuah butik sebagai usaha awal kamu," timpal seorang pria paruh baya yang tak lain adalah ayah dari Nora. Zafran Malvino.

Nora menoleh dengan binar ceria dimatanya. "Benarkah!?" katanya memastikan.

Zafran mengangguk sebagai jawaban. Tanganya bergerak mengelus kepala Nora. "Benar, apapun untuk putri ayah,"

"Terimakasih banyak ayah! Nora sayang ayah!" Nora sangat girang. Gadis itu maju kedepan untuk memeluk ayahnya.

"Ayah saja yang dipeluk?" tanya Fatiya membuat Nora dan Zafran terkekeh.

"Kemari bunda!" ajak Nora.

Dengan senyum tulusnya, Fatiya masuk kedalam pelukan suami berserta anaknya. Membuat kehangatan dalam keluarga itu tercipta.

"Sayang sekali adikmu tak pulang," ucap Fatiya dalam pelukan mereka yang seketika membuat suasana hati Nora menjadi buruk.

"Ekhm! Permisi!" ujar seseorang membuat keluarga kecil itu menyudahi acara berpelukan mereka. Kemudian menoleh serentak untuk melihat orang yang berbicara.

Mata Nora membulat sesaat setelah melihat orang tersebut. Dirinya sedikit terkejut. Perlahan, rasa benci muncul didalam hatinya tanpa ia hadirkan. Luka dikehidupan sebelumnya, menjadi terasa kembali.

"Gian?" bukan Nora yang bertanya. Melainkan Fatiya. Memang hubungan antara Nora dengan Gian sudah diketahui oleh kedua orang tua masing-masing. Mereka juga mengetahui bahwa Gian akan menikahi Nora setelah kelulusan gadis itu.

Sosok yang dipanggil sedikit tersenyum. Di tangannya terdapat sebuah buket berupa uang berwarna merah dengan jumlah yang tak bisa Nora hitung. Ukuran buket tersebut juga besar.

"Selamat atas gelarnya baby, ini hadiah dariku untukmu," Kata Gian sembari menyerahkan buket ditangannya.

Zafran dan Fatiya tersenyum melihatnya. Sedangkan Nora, tidak ada senyuman sama sekali yang terlihat. Melihat respon Nora, Gian menajamkan pandangannya.

"Kau tak suka?" tanyanya datar menusuk.

Nora memaksakan dirinya untuk tersenyum. "Ah, seharusnya tidak perlu. Tapi, terimakasih," Jawabnya sembari menerima buket tersebut.

"Tak apa, ini bahkan bukan apa-apa. Setelah kau menjadi istriku, kau akan mendapatkan segalanya,"

Dalam hati Nora mengumpat kepada Gian. Bagaimana bisa pria ini begitu percaya diri bahwa ia bersedia menjadi istrinya. Namun, Nora hanya tersenyum paksa menanggapinya.

"Ayo sebaiknya kita pulang, Nora butuh istirahat." celetuk Zafran. Entah mengapa setelah mendengar perkataan Gian, pria itu menjadi sedikit ragu akan keputusannya merestui Nora dengan Gian.

"Baiklah om. Biar Nora menaiki mobil saya, ada hal penting yang akan saya bicarakan setelah ini,"

Nora tak bisa menolak saat tanganya sudah digenggam oleh Gian agar mengikutinya menaiki mobil pria itu.

....

"Baiklah langsung saja. Om, tante, seperti ucapan saya waktu itu, setelah Nora lulus saya akan menikahinya. Ini adalah sebuah niat baik saya, nanti malam, saya akan datang bersama dengan kedua orang tua saya untuk meminang Nora menjadi istri saya," jelas Gian panjang lebar.

Zafran dan Fatiya masih diam. Mereka berdua saling melirik lalu pandangan mereka berdua tertuju pada putri semata wayang mereka.

"Bagaimana sayang?" tanya Fatiya lembut.

Nora yang duduk di sebelah Gian menatap kedua orangtuanya bergantian. Saat mulutnya sudah terbuka akan menjawab, tiba-tiba bayangan masa lalu saat dikehidupan sebelumnya muncul. Berbagai adegan yang membuat dadanya berdenyut sakit berputar silih berganti dalam ingatannya.

Gadis itu menatap Gian yang juga sedang menatapnya. Lalu menatap Zafran dan Fatiya.

"Tidak!" Jawabnya sembari berdiri.

Hal itu sontak membuat ketiga orang tersebut terkejut. Terlebih lagi Gian. Pria itu mengernyitkan keningnya tak suka.

"Kenapa?" tanyanya.

Nora kembali menatap wajah tampan Gian. "Aku tak mau menjadi istrimu!" serunya.

"Tapi kita sudah memutuskan untuk menikah waktu itu!"

"Aku membatalkannya!"

Orang tua Nora masih diam. Mereka terkejut sekaligus bingung dengan keputusan putri mereka yang tiba-tiba.

"Tenang sayang, katakan kenapa tiba-tiba kau tak mau menikah dengan Gian?" tanya Fatiya lembut.

Nora menggelengkan kepalanya dengan raut ketakutan yang ketara. Bayangan saat dirinya meregang nyawa di hadapan pria yang berniat untuk menikahinya itu masih terekam jelas. Bahkan ia masih ingat bagaimana saat nyawanya ditarik paksa.

"Aku sudah punya pilihan." jawab Nora spontan.

"Apa!?" bentak Gian. Pria itu merasa tak terima.

"Ya! Aku sudah punya pilihan! Aku tak mau menikah denganmu!"

Gian menggeram marah. "Katakan siapa!?" Serunya sambil berdiri. Refleks Nora melangkah menjauhi Gian.

"Beraninya kau membentak putriku!" Seru Zafran sambil menggebrak meja. Pria itu ikut berdiri dan menatap tajam Gian.

Pandangan Gian beralih pada Zafran. "Persetan! Aku tak terima! Aku telah bersabar menunggu hingga anakmu itu lulus. Tetapi dengan begitu mudahnya dia tak ingin aku nikahi!" sungutnya.

"Kau tak bisa memaksakan kehendakmu! Jika putriku tak mau, kau harus menerimanya!"

"Tidak! Aku akan tetap menikahinya!" Gian masih saja bersikeras.

"Aku tak mau!" Teriak Nora seraya berjalan mundur.

"Kau harus mau!"

"Tidak!" Nora membalikan tubuhnya lalu berlari keluar dari ruang tamu dirumahnya ini. Gadis itu berusaha melarikan diri. Ia pikir, daripada ia dinikahi secara paksa, lebih baik ia mencari tempat persembunyian saja.

"Nora!" teriak Zafran dan Fatiya.

"Sialan!" decak Gian. Tanganya bergerak mengambil ponselnya lalu menelepon salah satu anak buahnya.

"Kejar kekasihku! Dapatkan dia sekarang!" bentaknya pada seseorang dibalik telepon.

Setelah menutup panggilan tersebut, tanpa menghiraukan kedua orang tua Nora yang masih berdiri di seberangnya, pria itu berlari keluar dari rumah untuk mengejar Nora.

....

Dengan nafas tersengal-sengal, Nora masih berlari keluar dari komplek perumahannya. Bagaimana ia akan menikah dengan orang yang akan menghancurkan kehidupannya?

Setelah merasa cukup jauh dan merasa tidak ada yang mengejarnya, gadis itu berhenti sejenak guna mengatur nafas.

Namun, baru beberapa detik berhenti, ia langsung kembali berlari dengan kencang saat melihat sebuah mobil yang ia ketahui adalah milik Gian sedang menuju kearahnya.

Nora berlari dengan sesekali menoleh kebelakang. sayangnya, ia tak terlalu memperhatikan keadaan jalan didepannya. Hingga ia tak sadar sudah keluar jalur untuk pejalan kaki.

TIN! TIN! TIN!

Bunyi klakson mobil memekakkan telinga Nora sehingga membuatnya berhenti tepat dimana mobil itu akan melaju. Matanya membulat saat melihat mobil yang melaju kencang kearahnya.

"Aku akan mati dua kali?" lirihnya putus asa.

BRAK!

~

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status