Share

Bab 4

"Apa yang sedang kalian lakukan!?" teriak sebuah suara dari pintu utama. Membuat kedua manusia berbeda jenis itu saling menjauhkan diri.

Nora menoleh ke arah pintu. Di sana, terdapat seorang pria paruh baya dengan setelan jaz kantornya sedang berjalan menuju ke arahnya. Setelah sampai, pria itu duduk di sofa seberang. Menatap mereka berdua dengan tatapan mengintimidasi.

Lain dengan Nora yang merasa sedikit terintimidasi dengan pria di depannya ini, pria yang duduk di sampingnya justru terlihat jengah.

"Dia kekasihmu?" tanya pria tersebut dengan pandangan menelisik saat sudah duduk dengan tegap.

"Buk-"

"Benar Daddy! Jadi, putra kita tak menyukai sesama jenis!" omongan pria yang bernama Kenzo itu terpotong oleh sang Mommy.

"Benarkah? Itu sebuah kabar yang bagus!" Ejek pria paruh baya itu seraya menyilangkan satu kakinya.

"Ah, gadis manis, perkenalkan. Aku Adenna Antarez. Mommy dari Kenzo." ucap wanita itu. Kemudian ia menghampiri suaminya dengan membawa sebuah stelan baju simple untuk Nora. Setelah menyerahkan pakaian itu dan diterima baik oleh Nora, ia duduk di samping suaminya.

"Dan ini," Adenna merangkul lengan pria paruh baya tersebut. "Radhika Antarez. Daddy Kenzo," lanjutnya.

Nora menganggukan kepalanya dan tersenyum paksa. Sejujurnya dia tengah merasa bingung harus merespons seperti apa.

"Kau apakan gadis ini Ken?" tanya Radhika tegas.

Kenzo duduk dengan tegap. "Aku menabraknya." jawabnya.

Pandangan Radhika beralih pada Nora. "Siapa nama panjangmu?" tanyanya.

"Ellenora Arabelle Laurelyn, om." jawab Nora.

"Ellenora? Kau putri Zafran?" tanya Radhika memastikan.

Sesaat Nora bingung bagaimana Radhika bisa tahu. "Benar om," jawabnya. "Bagaimana om bisa tahu?"

"Wah, berarti kau putri dari Fatiya bukan?" sambung Adenna. Nora mengangguk lagi.

"Ah, kami berteman baik dengan mereka. Kebetulan kami baru saja pulang dari luar Negeri. Jadi, kami belum sempat berkabar dengan mereka berdua. Tak disangka, kau sudah tumbuh besar," kata Adenna.

Nora terkejut mendengarnya. Ia juga tak menyangka kepergiannya akan mempertemukannya dengan teman kedua orang tuanya. Diam-diam Nora bersyukur akan hal itu.

"Jangan dipercaya," celetuk Kenzo. Nora menoleh dengan tatapan bingung.

"Aku masih normal," lanjutnya yang membuat Nora seketika mengerti apa maksud pria ini. Gadis itu menghela nafas.

"Bisa tidak, jika berbicara jangan setengah-setengah," ucap Nora. Gian hanya menggelengkan kepalanya.

Adenna hanya tersenyum melihat sebuah interaksi dihadapannya. "Dia memang seperti itu Nora. Persis dengan suami tante. Untung saja, sekarang sudah lebih baik." katanya.

"Jadi, Daddy sudah memutuskan. Kau akan menikah dengan Nora, Kenzo." ujar Radhika.

Dua orang dihadapinya ini menatap Radhika dengan pandangan tak terima.

"Daddy beri kamu waktu berpikir sebentar. Kau tahu apa konsekuensinya Kenzo. Sekarang, Daddy akan membawa Mommy untuk sebuah urusan." Setelah mengatakan itu, Radhika beranjak diikuti oleh Adenna yang hanya tersenyum kepada mereka berdua.

Hening. Tidak ada yang membuka suara terlebih dahulu setelah kepergian Radhika dan Adenna.

"Jadi, bagaimana?" tanya Kenzo memecah keheningan.

Nora memegang kepalanya yang terasa pusing. "Bagaimana apanya?" ia balik bertanya.

"Pernikahan." jawab Kenzo dingin.

"Aku tak tahu."

Nora menghela nafas. "Jika boleh tahu, apa konsekuensi yang tadi Daddymu katakan?"

Kenzo menoleh sesaat. "Aku harus menikah besok." ia menjeda. "Dengan gadis pilihan mereka." lanjutnya membuat Nora terkejut.

"Besok?" tanyanya tak percaya. Kenzo mengangguk.

Kemudian gadis itu juga terdiam menerawang hal-hal yang telah lalu. Tentang bagaimana nasibnya di masa lalu dan tentang Gian yang akan menikahinya secara paksa. Sungguh Nora tak menginginkan hal itu terjadi.

Dirinya masih ingin membalaskan dendam masa lalunya. Ia pikir, lebih baik menikah dengan Kenzo saja jika begitu. Ini adalah sebuah jalan pintas agar selamat dari Gian.

"Jika boleh jujur, aku sangat membenci Gian." ucap Nora lalu menyenderkan punggungnya. Pandangannya melihat ke arah langit-langit ruangan.

Kenzo mendengarkan. Namun, ia belum memperlihatkan reaksi apapun.

"Aku sangat-sangat membencinya hingga rasanya aku ingin melenyapkannya! Sangat tak sudi aku menjadi istrinya." lanjut Nora. "Dan ..., kau mengenalnya bukan?"

Pria itu mengangguk sebagai jawaban. "Dugaanku benar. Kau salah satu musuhnya kan? Tapi, setahuku, tak ada yang mau berteman dengan Gian karena ia seorang Mafia. Identitasnya juga jarang di ketahui banyak orang. Justru orang-orang yang mengenalnya itu kebanyakan adalah musuhnya. Musuh yang ingin menjatuhkannya. Jadi jika kau mengenalnya maka ...."

Nora menoleh cepat pada Kenzo. Tanganya bergerak mencengkram kerah jaz yang pria itu kenakan seraya menatapnya tajam penuh kecurigaan.

"Kau juga seorang Mafia!?" tanyanya histeris. "Katakan! Siapa nama panjangmu!" tekan Nora dengan tatapan mengintimidasi.

Sedangkan yang ditatap hanya balik menatap datar. "Kenzo Albar Antarez." jawabnya datar.

Refleks Nora melepaskan cengkeramannya. Dan menutup mulutnya tak menyangka.

"Kau musuh Gian yang membunuh Moiz!?" tanyanya lagi. Kenzo menaikkan sebelah alisnya seraya berpikir sejenak. Lalu ia mengangguk.

Nora tahu tentang penyerangan yang membuat Gian amat membenci Kenzo. Di masa malu, pria itu telah melenyapkan anak buah kesayangan Gian. Sehingga, terjadi permusuhan sampai sekarang.

Nora terdiam sesaat. Berbagai rencana balas dendam yang telah ia susun rapi dan bingung akan memulainya dari mana kini mulai menemukan sebuah jalan. Ia tak rela jika Gian dan Reyna akan hidup tenang. Ia seperti mendapatkan pencerahan dari aksi melarikan dirinya ini.

Senyum sinis tersungging di bibirnya. Hal itu tak luput dari perhatian Kenzo. Pria itu sedari tadi mengamati berbagai ekspresi yang ditunjukkan oleh Nora.

Gadis itu menatap Kenzo dengan senyum licik. "Apakah kau menyukai gadis yang akan menikah denganmu itu?" tanyanya.

"Tentu tidak!"

"Kau mengenalnya?"

"Tidak!"

Nora semakin tersenyum licik hingga matanya menyipit membentuk bulan sabit. "Lebih cantik aku atau dia?"

"Tentu dirimu," jawab Kenzo refleks. Seketika ia menyesali apa yang telah ia katakan.

Nora tertawa senang. "Jadi, Ayo menikah!" Ajak Nora. Kedua tangan gadis itu menyentuh rahang Kenzo dan menariknya. membuat wajah mereka hanya berjarak beberapa centi saja.

Kenzo tak habis pikir. Baru kali ini ada seorang gadis yang berani berperilaku seperti ini kepadanya. Pasalnya, ia adalah seorang Mafia terkejam yang paling ditakuti sehingga mempunyai banyak saingan. Namun, apa yang Nora lakukan ini tak menunjukan tanda ketakutan sedikitpun.

"Kita buat suatu kesepakatan!" ucap Nora. Ia akan memanfaatkan situasi yang terjadi sebaik mungkin. "Bantu aku membalaskan dendam pada pria bajingan itu. Dan, kau menikah denganku. Lalu kau akan terhindar dari gadis jelek itu,"

"Ini tak merugikan siapapun. Kita saling menguntungkan. Terlebih, kedua orang tua kita sudah saling mengenal. Jadi, ini sangat memudahkan kita," lanjut Nora.

Kenzo masih terdiam. Ia paham akal licik gadis dihadapannya ini. Ia pikir tak rugi juga jika ia menyetujuinya. Namun, pandangannya justru tertuju pada bibir gadis ini yang sangat menguji jiwa lelakinya.

"Aku juga akan membantumu untuk menyingkirkan pria bajingan itu. Jadi, bagaimana?" Tangan Nora bergerak mengusap lembut rahang Kenzo. Entah apa yang dilakukannya saat ini.

Dipikirannya, ia tak boleh menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Seingatnya juga, Kenzo ini adalah seorang pengusaha kaya raya yang mempunyai aset tak terhingga. Hal itu semakin membuatnya bertekad harus mendapatkan Kenzo.

Kenzo terpejam sesaat dan memandang Nora dingin. Tanganya terangkat meraih kepala gadis pemberani ini.

Dalam hati sebenarnya Nora sedikit gugup. Terlebih saat melihat tangan Kenzo terangkat ia menjadi menerka-nerka, apakah ia akan ditampar karena lancang? Atau, ia akan dipukul?

Nora memejamkan matanya saat merasakan telapak tangan Kenzo meraih tengkuknya.

Cup!

Mata Nora membulat sempurna. Hingga sudah sepuluh detik Kenzo masih terdiam dengan menempelkan bibir pria itu di bibirnya.

Nora mendorong dada bidang Kenzo dan menatapnya horor. "Kau!?"

Kenzo tersenyum miring seraya menaikkan sebelah alisnya. "kenapa?" ucapnya. Ia menjilat bibirnya dan mengecap rasa yang tertinggal. "Manis," katanya.

"Kau gila! Ciuman pertamaku!" ucap Nora merasa tak terima. Ia bersiap untuk menjauh dari Kenzo namun pria itu malah meraih pinggangnya dan merapatkan tubuh mereka.

Mereka saling menatap sejenak. Netra abu-abu milik Kenzo menembus dalam netra amber milik Nora. Saling menerawang dengan pikiran masing-masing.

"Ayo menikah denganku," kata Kenzo.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Boy William
lanjut baca cuy
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status