"Apa yang sedang kalian lakukan!?" teriak sebuah suara dari pintu utama. Membuat kedua manusia berbeda jenis itu saling menjauhkan diri.
Nora menoleh ke arah pintu. Di sana, terdapat seorang pria paruh baya dengan setelan jaz kantornya sedang berjalan menuju ke arahnya. Setelah sampai, pria itu duduk di sofa seberang. Menatap mereka berdua dengan tatapan mengintimidasi.Lain dengan Nora yang merasa sedikit terintimidasi dengan pria di depannya ini, pria yang duduk di sampingnya justru terlihat jengah."Dia kekasihmu?" tanya pria tersebut dengan pandangan menelisik saat sudah duduk dengan tegap."Buk-""Benar Daddy! Jadi, putra kita tak menyukai sesama jenis!" omongan pria yang bernama Kenzo itu terpotong oleh sang Mommy."Benarkah? Itu sebuah kabar yang bagus!" Ejek pria paruh baya itu seraya menyilangkan satu kakinya."Ah, gadis manis, perkenalkan. Aku Adenna Antarez. Mommy dari Kenzo." ucap wanita itu. Kemudian ia menghampiri suaminya dengan membawa sebuah stelan baju simple untuk Nora. Setelah menyerahkan pakaian itu dan diterima baik oleh Nora, ia duduk di samping suaminya."Dan ini," Adenna merangkul lengan pria paruh baya tersebut. "Radhika Antarez. Daddy Kenzo," lanjutnya.Nora menganggukan kepalanya dan tersenyum paksa. Sejujurnya dia tengah merasa bingung harus merespons seperti apa."Kau apakan gadis ini Ken?" tanya Radhika tegas.Kenzo duduk dengan tegap. "Aku menabraknya." jawabnya.Pandangan Radhika beralih pada Nora. "Siapa nama panjangmu?" tanyanya."Ellenora Arabelle Laurelyn, om." jawab Nora."Ellenora? Kau putri Zafran?" tanya Radhika memastikan.Sesaat Nora bingung bagaimana Radhika bisa tahu. "Benar om," jawabnya. "Bagaimana om bisa tahu?""Wah, berarti kau putri dari Fatiya bukan?" sambung Adenna. Nora mengangguk lagi."Ah, kami berteman baik dengan mereka. Kebetulan kami baru saja pulang dari luar Negeri. Jadi, kami belum sempat berkabar dengan mereka berdua. Tak disangka, kau sudah tumbuh besar," kata Adenna.Nora terkejut mendengarnya. Ia juga tak menyangka kepergiannya akan mempertemukannya dengan teman kedua orang tuanya. Diam-diam Nora bersyukur akan hal itu."Jangan dipercaya," celetuk Kenzo. Nora menoleh dengan tatapan bingung."Aku masih normal," lanjutnya yang membuat Nora seketika mengerti apa maksud pria ini. Gadis itu menghela nafas."Bisa tidak, jika berbicara jangan setengah-setengah," ucap Nora. Gian hanya menggelengkan kepalanya.Adenna hanya tersenyum melihat sebuah interaksi dihadapannya. "Dia memang seperti itu Nora. Persis dengan suami tante. Untung saja, sekarang sudah lebih baik." katanya."Jadi, Daddy sudah memutuskan. Kau akan menikah dengan Nora, Kenzo." ujar Radhika.Dua orang dihadapinya ini menatap Radhika dengan pandangan tak terima."Daddy beri kamu waktu berpikir sebentar. Kau tahu apa konsekuensinya Kenzo. Sekarang, Daddy akan membawa Mommy untuk sebuah urusan." Setelah mengatakan itu, Radhika beranjak diikuti oleh Adenna yang hanya tersenyum kepada mereka berdua.Hening. Tidak ada yang membuka suara terlebih dahulu setelah kepergian Radhika dan Adenna."Jadi, bagaimana?" tanya Kenzo memecah keheningan.Nora memegang kepalanya yang terasa pusing. "Bagaimana apanya?" ia balik bertanya."Pernikahan." jawab Kenzo dingin."Aku tak tahu."Nora menghela nafas. "Jika boleh tahu, apa konsekuensi yang tadi Daddymu katakan?"Kenzo menoleh sesaat. "Aku harus menikah besok." ia menjeda. "Dengan gadis pilihan mereka." lanjutnya membuat Nora terkejut."Besok?" tanyanya tak percaya. Kenzo mengangguk.Kemudian gadis itu juga terdiam menerawang hal-hal yang telah lalu. Tentang bagaimana nasibnya di masa lalu dan tentang Gian yang akan menikahinya secara paksa. Sungguh Nora tak menginginkan hal itu terjadi.Dirinya masih ingin membalaskan dendam masa lalunya. Ia pikir, lebih baik menikah dengan Kenzo saja jika begitu. Ini adalah sebuah jalan pintas agar selamat dari Gian."Jika boleh jujur, aku sangat membenci Gian." ucap Nora lalu menyenderkan punggungnya. Pandangannya melihat ke arah langit-langit ruangan.Kenzo mendengarkan. Namun, ia belum memperlihatkan reaksi apapun."Aku sangat-sangat membencinya hingga rasanya aku ingin melenyapkannya! Sangat tak sudi aku menjadi istrinya." lanjut Nora. "Dan ..., kau mengenalnya bukan?"Pria itu mengangguk sebagai jawaban. "Dugaanku benar. Kau salah satu musuhnya kan? Tapi, setahuku, tak ada yang mau berteman dengan Gian karena ia seorang Mafia. Identitasnya juga jarang di ketahui banyak orang. Justru orang-orang yang mengenalnya itu kebanyakan adalah musuhnya. Musuh yang ingin menjatuhkannya. Jadi jika kau mengenalnya maka ...."Nora menoleh cepat pada Kenzo. Tanganya bergerak mencengkram kerah jaz yang pria itu kenakan seraya menatapnya tajam penuh kecurigaan."Kau juga seorang Mafia!?" tanyanya histeris. "Katakan! Siapa nama panjangmu!" tekan Nora dengan tatapan mengintimidasi.Sedangkan yang ditatap hanya balik menatap datar. "Kenzo Albar Antarez." jawabnya datar.Refleks Nora melepaskan cengkeramannya. Dan menutup mulutnya tak menyangka."Kau musuh Gian yang membunuh Moiz!?" tanyanya lagi. Kenzo menaikkan sebelah alisnya seraya berpikir sejenak. Lalu ia mengangguk.Nora tahu tentang penyerangan yang membuat Gian amat membenci Kenzo. Di masa malu, pria itu telah melenyapkan anak buah kesayangan Gian. Sehingga, terjadi permusuhan sampai sekarang.Nora terdiam sesaat. Berbagai rencana balas dendam yang telah ia susun rapi dan bingung akan memulainya dari mana kini mulai menemukan sebuah jalan. Ia tak rela jika Gian dan Reyna akan hidup tenang. Ia seperti mendapatkan pencerahan dari aksi melarikan dirinya ini.Senyum sinis tersungging di bibirnya. Hal itu tak luput dari perhatian Kenzo. Pria itu sedari tadi mengamati berbagai ekspresi yang ditunjukkan oleh Nora.Gadis itu menatap Kenzo dengan senyum licik. "Apakah kau menyukai gadis yang akan menikah denganmu itu?" tanyanya."Tentu tidak!""Kau mengenalnya?""Tidak!"Nora semakin tersenyum licik hingga matanya menyipit membentuk bulan sabit. "Lebih cantik aku atau dia?""Tentu dirimu," jawab Kenzo refleks. Seketika ia menyesali apa yang telah ia katakan.Nora tertawa senang. "Jadi, Ayo menikah!" Ajak Nora. Kedua tangan gadis itu menyentuh rahang Kenzo dan menariknya. membuat wajah mereka hanya berjarak beberapa centi saja.Kenzo tak habis pikir. Baru kali ini ada seorang gadis yang berani berperilaku seperti ini kepadanya. Pasalnya, ia adalah seorang Mafia terkejam yang paling ditakuti sehingga mempunyai banyak saingan. Namun, apa yang Nora lakukan ini tak menunjukan tanda ketakutan sedikitpun."Kita buat suatu kesepakatan!" ucap Nora. Ia akan memanfaatkan situasi yang terjadi sebaik mungkin. "Bantu aku membalaskan dendam pada pria bajingan itu. Dan, kau menikah denganku. Lalu kau akan terhindar dari gadis jelek itu,""Ini tak merugikan siapapun. Kita saling menguntungkan. Terlebih, kedua orang tua kita sudah saling mengenal. Jadi, ini sangat memudahkan kita," lanjut Nora.Kenzo masih terdiam. Ia paham akal licik gadis dihadapannya ini. Ia pikir tak rugi juga jika ia menyetujuinya. Namun, pandangannya justru tertuju pada bibir gadis ini yang sangat menguji jiwa lelakinya."Aku juga akan membantumu untuk menyingkirkan pria bajingan itu. Jadi, bagaimana?" Tangan Nora bergerak mengusap lembut rahang Kenzo. Entah apa yang dilakukannya saat ini.Dipikirannya, ia tak boleh menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Seingatnya juga, Kenzo ini adalah seorang pengusaha kaya raya yang mempunyai aset tak terhingga. Hal itu semakin membuatnya bertekad harus mendapatkan Kenzo.Kenzo terpejam sesaat dan memandang Nora dingin. Tanganya terangkat meraih kepala gadis pemberani ini.Dalam hati sebenarnya Nora sedikit gugup. Terlebih saat melihat tangan Kenzo terangkat ia menjadi menerka-nerka, apakah ia akan ditampar karena lancang? Atau, ia akan dipukul?Nora memejamkan matanya saat merasakan telapak tangan Kenzo meraih tengkuknya.Cup!Mata Nora membulat sempurna. Hingga sudah sepuluh detik Kenzo masih terdiam dengan menempelkan bibir pria itu di bibirnya.Nora mendorong dada bidang Kenzo dan menatapnya horor. "Kau!?"Kenzo tersenyum miring seraya menaikkan sebelah alisnya. "kenapa?" ucapnya. Ia menjilat bibirnya dan mengecap rasa yang tertinggal. "Manis," katanya."Kau gila! Ciuman pertamaku!" ucap Nora merasa tak terima. Ia bersiap untuk menjauh dari Kenzo namun pria itu malah meraih pinggangnya dan merapatkan tubuh mereka.Mereka saling menatap sejenak. Netra abu-abu milik Kenzo menembus dalam netra amber milik Nora. Saling menerawang dengan pikiran masing-masing."Ayo menikah denganku," kata Kenzo."Aku sudah menjadi istri seorang Kenzo Albar Antarez?" gumam Nora. Kini, di sebuah ballroom hotel yang disewa oleh keluarga Nora dan Kenzo, tengah diadakan sebuah pesta besar-besaran setelah berlangsungnya prosesi pernikahan antara Kenzo dan Nora. Seminggu setelah kejadian di mana Nora melarikan diri, keduanya sepakat untuk menikah secepatnya. Dan tepat di hari ini, mereka berusaha telah resmi menjadi sepasang suami istri.Kenzo, pria itu tengah dikerumuni oleh para partner bisnisnya yang hadir. Begitu juga dengan Nora yang sedang asyik bercerita dengan teman-temannya. Suasana meriah sangat terasa saat diiringi oleh musik dari penyanyi ternama yang turut diundang hadir untuk memeriahkan pesta pernikahan ini. "Kau mengatakan tak ingin cepat menikah! Tapi lihat sekarang, kau justru mendahuluiku. Saat kau tinggal bersama suamimu, aku akan sendirian nanti. Hm, Tapi, apakah kau benar-benar yakin?" tanya Angel. Ia adalah teman dekat Nora semenjak masa SMA. "Tidak apa-apa, kurasa pilihan
"Kenapa kau begitu cantik baby," ucap Gian. Tangan pria itu bergerak untuk mengelus pipi mulus Nora. Dengan kuat Nora memalingkan wajahnya agar terhindar dari tangan Gian. "Lepaskan aku berengsek!" Tangan Nora yang diikat ke belakang dengan tambang tebal bergerak-gerak berusaha agar bisa terlepas. Gian tertawa mengejek seraya berjalan ke arah sofa di hadapan Nora. Lalu, ia duduk di sana dengan menyilangkan kakinya. "Berusahalah sekuat tenaga baby, paling tidak pergelangan tanganmu yang akan putus nanti," ucapnya. Gian menatap Nora yang di dudukan di atas ranjang king size miliknya di dalam kamar apartemen ini. "Salahmu sendiri meninggalkanku begitu saja," lanjut pria itu lagi. Nora manatap Gian penuh rasa benci. Bagaimana bisa di masa lalu Dirinya begitu mencintai pria gila penuh obsesi ini. Ia tak habis pikir. "Kenapa kau membawaku kemari sialan!" "Kenapa kata-katamu itu kasar sekali baby? Siapa yang mengajarimu?" "Ck! Tak penting!" Tangan Nora masih berusaha bergerak untuk
"Mau pergi kemana baby?" Nora tersentak kaget saat mendengar suara Gian di belakangnya. Ia berbalik dengan cepat dan benar saja. Terdapat mantan kekasihnya itu yang sedang berdiri seraya menatapnya tajam. "Pintar juga kau bisa terlepas." Gian terkekeh seraya mendekat pada Nora. Jantung Nora berdetak kencang. Ia menatap sengit pada Gian. "Dan kunci itu, kau begitu hati-hati saat mengambilnya baby," Kening Nora mengernyit. Bagaimana Gian bisa tahu? jangan-jangan pria itu telah terbangun saat ia mencoba mengambil kunci itu dari dalam kamar. "Saat aku tertidur, aku kira mendengar suara seekor tikus. Ternyata memang terdapat seekor tikus kecil sedang menyelinap untuk mencuri kunci," lanjut Gian. Nora merasa kesal akan ucapan Gian. Ia berdecak tak suka. "Jangan mendekat!" serunya. "Apakah kau takut hm?" "Cih! Hanya orang bodoh yang takut kepadamu!" "Benarkah? Meskipun aku akan menjadikanmu milikku seutuhnya sebentar lagi?" Gian menyeringai. Nora mendelik. "Jangan macam-macam!" "
"Sudah kukatakan kau takkan bisa terlepas dari baby," Tubuh Nora menegang. Suara Gian terdengar tepat dibelakangnya. Tangan Gian mendekap Nora dari belakang. Lalu dengan cepat mengeluarkan sebuah suntikan berisi sebuah cairan bius. Jlep! Jarum suntikan itu menancap di tengkuk Nora. Nora bisa merasakan sesuatu mulai mengalir dalam tubuhnya. Seketika ia ambruk tak sadarkan diri dan Gian langsung membawa Nora dalam gendongannya. "Kau hanya milikku baby," ucap Gian. Pria itu menatap wajah cantik Nora dengan jarak yang sangat dekat. "Pergi ke markas sekarang!" titahnya pada seluruh anak buah yang ada dan langsung dilaksanakan. Mereka semua dengan serempak mengendarai mobil sedan hitam mereka. Begitu pula dengan Gian, ia memasukkan Nora ke dalam mobilnya dan mendudukkan tubuhnya di kursi samping kemudi. Setelah memasangkan sabuk pengaman, tangan Gian terulur untuk menyibak rambut Nora yang menghalangi wajah gadis itu. Menatap setiap jengkal wajah Nora yang terpahat sempurna dengan s
"Awss, dimana aku?" ucap Nora. Ia baru saja terbangun dan mendapati kaki dan tanganya telah terikat sebuah rantai dengan posisi terlentang di atas ranjang. Tubuhnya tergeletak membentuk huruf X. Pandangannya menjelajah ke sekeliling ruangan yang ternyata adalah sebuah kamar bernuansa coklat keemasan. Kamar yang terlihat nyaman untuk dihuni namun memiliki kesan suram bagi Nora. "Kenapa aku bisa berada disini?" lirihnya. "Diikat lagi?" lanjutnya setelah menyadari bahwa kini ia disandera kembali oleh Gian. "Dasar obsesi gila!" sungutnya. Nora mencoba menggerak-gerakkan kedua tangan dan kakinya namun percuma, tak ada yang berubah kecuali kulitnya yang terasa panas sekaligus perih karena tergesek oleh rantai besi. Nora tak menyerah. Ia terus saja menggerakkan tangan dan kakinya berharap setidaknya rantai yang membelenggu akan terputus. Gerakan yang dibuat olehnya menimbulkan suara gemerincing yang cukup nyaring dan luka di pergelangan tangan serta kakinya. Karena telah merasa kesal, N
"Apa katamu!?" Deg! Nora tersentak kaget. Tubuhnya menegang kaku. Dengan cepat ia menoleh ke arah pintu. Saat telah melihat siapa yang berada di dekat pintu, matanya membulat karena terkejut saat melihat orang yang memang ia kenali tengah berdiri di sana. Perlahan, Nora menetralkan nafasnya. Setelah itu, ia berjalan dengan pelan menuju ke arah pintu. "Apa yang kalian lakukan?" tanyanya. Saat mendengar suara Nora, sontak saja dua orang yang tengah asyik berdebat seketika terhenti. Mereka dengan serempak melihat pada Nora. "Nyonya!" seru mereka berdua. "Sstt!" Desis Nora seraya menempelkan jari telunjuknya pada bibir. Ia memberi kode agar mereka berdua diam dan masuk ke dalam kamarnya. Setelah menengok kesana kemari memastikan keadaan telah aman, dengan segera mereka mengikuti perintah Nora. Klek! Pintu kamar tertutup dan dikunci dari dalam oleh Nora. Setelah memasuki kamar, dua orang yang ikut masuk menghela nafas lega. Mereka juga melepaskan masker yang menutupi masing-masi
Seketika, mereka bertiga menegang saat mendengar suara Gian dari luar. Dengan panik tapi berusaha tak menimbulkan suara, mereka berdiri. Mereka saling memberi kode agar bersembunyi. Nora memperhatikan keadaan kamar sebelum memutuskan melangkah menuju pintu. Ia membuka kunci dan membuka pintunya sedikit. Terlihat Gian yang tengah berdiri di sana. Nora menyembulkan kepalanya melongok keluar. "Gian?" panggilnya. "Kau kenapa baby?" Gian yang hendak melangkah memasuki kamar di hentikan oleh Nora. "Jangan masuk dulu Gian! Em, aku tengah membersihkan diri tadi dan belum sempat berganti baju," alasan Nora. Gian justru menyeringai senang. "Baguslah aku akan masuk saja," Tubuhnya bergerak membuka pintu. Namun, Nora tetap menahannya. "E-eh! Gian tunggulah sebentar, kau tak ingin melihatku memakai lingerie merah di dalam lemari itu?" goda Nora dengan terpaksa. Matanya mengedip dengan genit. "Tenang saja, aku takkan melarikan diri seperti dalam pikiranmu itu," lanjutnya. Gian terdiam menim
"Cuih!" Gian meludahkan wine dari dalam mulutnya. Hal itu sontak membuat Nora tersentak kaget. Dalam pikirannya, apakah Gian telah mengetahui ia mencampurkan sesuatu ke dalam wine yang diminumnya? Ia menatap Gian dengan pandangan bertanya yang di balas tatapan intens dari Gian. "Kenapa?" tanya Nora. Terdengar nafas Gian memburu dengan dada naik turun seperti menahan sesuatu. Pria itu mengusap bibirnya yang terdapat sisa-sisa wine. "Aku sudah tak tahan," jawab Gian disertai suara geraman seakan menahan sesuatu. Nora mengernyitkan dahinya bingung. "Ayo!" Gian tiba-tiba saja menarik tangan Nora. Nora yang tak siap pun, tak bisa menghindari tangan Gian yang mencekal lengannya. Prah! Gelas di tangan Nora jatuh dan hancur menjadi kepingan kecil. Itu disebabkan oleh sentakan Gian yang menarik tangannya. "Apa maksudmu!?" tanya Nora panik. Gian tak menjawab dan langsung menyeret Nora memasuki kamar. Tanpa aba-aba dia menjatuhkan tubuh Nora di atas ranjang. Nora mengerti sekarang ba