Share

Bab 6

"Kenapa kau begitu cantik baby," ucap Gian. Tangan pria itu bergerak untuk mengelus pipi mulus Nora.

Dengan kuat Nora memalingkan wajahnya agar terhindar dari tangan Gian. "Lepaskan aku berengsek!"

Tangan Nora yang diikat ke belakang dengan tambang tebal bergerak-gerak berusaha agar bisa terlepas.

Gian tertawa mengejek seraya berjalan ke arah sofa di hadapan Nora. Lalu, ia duduk di sana dengan menyilangkan kakinya.

"Berusahalah sekuat tenaga baby, paling tidak pergelangan tanganmu yang akan putus nanti," ucapnya. Gian menatap Nora yang di dudukan di atas ranjang king size miliknya di dalam kamar apartemen ini.

"Salahmu sendiri meninggalkanku begitu saja," lanjut pria itu lagi.

Nora manatap Gian penuh rasa benci. Bagaimana bisa di masa lalu Dirinya begitu mencintai pria gila penuh obsesi ini. Ia tak habis pikir.

"Kenapa kau membawaku kemari sialan!"

"Kenapa kata-katamu itu kasar sekali baby? Siapa yang mengajarimu?"

"Ck! Tak penting!"

Tangan Nora masih berusaha bergerak untuk melepaskan tambang yang mengikat. Namun rasanya sia-sia. Pergelangan tanganya justru terasa sakit sekarang.

Gian merubah tatapannya menjadi sendu namun tergambar jelas tatapan obsesi dan ambisi di dalamnya.

"Apa kekuranganku baby, sehingga kau lebih memilih menikah bersama musuhku itu hm?"

Nora tertegun sesaat. Lalu membuang wajah seraya berdecak tak suka.

"Terlalu banyak kekuranganmu sampai-sampai aku tak bisa menyebutkannya satu persatu." jawab Nora tak menatap Gian sama sekali.

Gian menganggukkan kepalanya seolah memahami.

"Cukup jangan membantahku selama kau berada di sini baby. Jangan sampai membuatku marah,"

Nora tak peduli hingga ia merasakan Gian keluar dari dalam kamar ini.

"Aku harus bisa melarikan diri." ucap Nora. Matanya mengedar mencari sesuatu yang sekiranya bisa untuk membuka tambang yang mengikat tanganya ini.

Bibirnya tersenyum lega saat melihat sebuah gelas di atas nakas. Dengan cepat ia berdiri dan melangkah menuju tempat dimana gelas itu berada.

Setelah sampai, ia mencoba untuk menggeser gelas kaca itu agar terjatuh dengan tangannya ya diikat. Tubuhnya membelakangi nakas tersebut.

Prah!

Suara pecahan gelas membuat Nora dengan cepat menoleh ke arah pintu. Ia sedikit khawatir jika Gian akan datang kembali.

"Aku harus cepat," Nora berjongkok dan dengan cepat mengambil pecahan gelas itu masih dengan cara membelakangi.

"Awss! Sial!" ringis Nora saat merasakan jari-jari tangannya tergores oleh pecahan gelas kaca tersebut.

"Akhirnya," Nora bernafas dengan lega saat merasakan tangannya sudah terbebas dari tali tambang yang membelenggu.

"Pantas saja sakit," katanya. Banyak serpihan yang menggores tangannya. Dengan pelan ia mengelap darah yang mengalir keluar dengan Gaun pengantin berwarna putih yang ia kenakan.

"Aku harus cepat pergi dari sini." Nora mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kamar. Tak ada satupun lubang bahkan sebuah jendela pun tak ada. Sepertinya kamar ini memang sudah di rancang sedemikian rupa untuk penyekapan.

"Bagaimana ini?"

Kaki Nora berjalan menuju ke arah pintu. Tanganya memutar gagang pintu dan memang terkunci.

Otaknya berpikir keras untuk mencari bagaimana caranya agar bisa melarikan diri dari kamar ini. Lalu, matanya memicing saat melihat sebuah benda yang tak asing terletak di atas meja rias.

Senyum tipis terbit di bibirnya. "Kesempatan,"

Dengan cepat Nora berjalan menuju meja rias itu. Tanya bergerak untuk mengambil sebuah tusuk rambut yang sangat kecil namun tajam. Entah milik siapa dan bagaimana bisa benda ini berada di sini.

"Ini pasti bisa berguna."

Lalu Nora berjalan lagi ke arah pintu dan memasukkan tusuk rambut yang ia genggam ke dalam lubang kunci seraya memutar-mutarnya.

"Ayolah pasti bisa," keringat mulai menetes di dahinya di sela-sela tanganya terus bergerak berusaha membuka pintu.

Klek!

Pintu berhasil terbuka. Nora menusukan tusuk rambut itu pada rambutnya yang masih di hias layaknya seorang pengantin.

Membuka pintu dengan pelan, pandangan Nora mencari keberadaan Gian. Setelah merasa aman, ia segera keluar dari dalam kamar.

Entah kemana perginya high heels yang awalnya ia pakai saat di acara pernikahannya tadi. Sekarang ia tak mengenakan alas kaki apapun. Namun, itu tak menjadikannya sebuah halangan.

Kakinya melangkah mencari pintu keluar dengan hati-hati. "Dimana pintu keluarnya, kenapa ruangannya sangat banyak,"

Ia memperhatikan tak ada celah sedikitpun di semua ruangan yang ada. Hanya terdapat beberapa pintu yang ia tak tahu untuk apa ruangan di dalamnya.

Dengan hati-hati ia membuka satu persatu pintu yang ada. Tetapi ia hanya menemukan banyak lemari yang entah berisi apa di dalamnya tanpa barang lainya. Hampir semua ruangan yang telah ia periksa kecuali kamar tempat ia disekap berisikan barang yang sama.

Hanya tinggal Dua pintu yang belum ia buka. "Semoga ini pintu keluarnya."

Ceklek!

"Shit!" umpatnya pelan saat setalah membuka pintu ternyata di dalamnya terdapat Gian yang tengah tertidur di atas sebuah ranjang.

Tanpa pikir panjang ia menutup pintunya kembali dan berjalan menuju pintu yang pasti adalah pintu keluar.

"Terkunci," ucapnya saat memutar gagang pintu yang tak bisa terbuka.

Ia meraih tusuk rambut yang ia pakai. Ia akan menggunakan cara yang sama untuk membuka pintu ini kembali.

"Kumohon tuhan, jangan buat aku sengsara kembali," Harapnya dengan terus berusaha memutar-mutar lubang kunci.

Setalah beberapa saat, pintu tak kunjung terbuka. Ia menghela nafas lelah. Waktu terus berjalan dan ia mengkhawatirkan jika Gian akan terbangun.

"Sepertinya aku harus mencari dimana kuncinya berada." katanya seraya menyelipkan tusuk rambut itu kembali pada rambutnya.

Nora mulai memasuki ruangan pertama yang berisikan banyak lemari. Ia berharap akan menemukan kunci pintu keluarnya di sana.

Namun, saat memasuki ruangan hidungnya mencium aroma formalin yang sangat kuat. Refleks ia menutupi hidungnya dengan salah satu tangan.

"Kenapa menyengat sekali,"

"Sepertinya kunci itu di dalam lemari ini." ucapnya setelah membuka beberapa lemari. Namun, hanya ada dokumen-dokumen yang ia tahu adalah dokumen lama tak berguna.

Aroma formalin semakin kuat tercium saat ia berdiri di hadapan sebuah lemari yang belum ia periksa.

Dengan hati yang berharap, Nora membuka lemari di hadapannya. Matanya membulat sempurna dan jantungnya seperti berhenti berdetak setelah melihat benda yang terdapat di dalam lemari tersebut.

Tubuhnya membeku untuk sesaat. Setelah berhasil mengatur nafasnya, Nora dengan cepat menutup lemari itu kembali.

"Dasar psikopat gila!" ucap Nora setelah berhasil menetralkan diri.

"Ternyata dia masih melakukan perdagangan organ manusia ilegal!"

Nora ingat suatu hal. Dulu, Gian adalah seorang mafia yang melakukan perdagangan organ tubuh manusia dengan ilegal. Ia pikir itu tidak dilakukan di masa sekarang. Namun ia salah mengira.

"Bisa-bisanya ia menyimpan kepala manusia di sini,"

Nora berjalan keluar dari ruangan ini. Bayang-bayang kepala manusia yang ia lihat sepertinya kepala seorang wanita masih teringat jelas dibenaknya.

"Di ruangan lainpun pasti berisi hal yang sama."

Nora menebak di dalam lemari di ruangan lainpun pastilah berisi organ-organ manusia yang sengaja disimpan. Ia tak sudi untuk melihat potongan tubuh lagi.

Meskipun masih sedikit terbayang-bayang, Nora tak menyia-nyiakan waktu dan terus mencari keberadaan kunci dengan membuka-buka lemari kecil di dalam kamar yang terdapat Gian di sana dengan hati-hati.

Sesekali ia menoleh untuk memastikan Gian masih terlelap.

Ia mengambil dengan cepat sebuah gantungan yang berisi beberapa kunci saat ia menemukannya di samping Gian tertidur. Gantungan itu berada di atas ranjang.

Setelah mendapatkannya, ia berjalan ke arah pintu keluar lagi dan berusaha membuka pintu tersebut.

"Tuhan, tolong aku,"

Tanganya mulai pegal karena pintunya tak kunjung terbuka. Luka goresannya pun telah kian terasa perih. Sesekali ia menyeka keringat yang menetes di dahinya.

"Mau pergi kemana baby?"

~

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status