"Kenapa kau begitu cantik baby," ucap Gian. Tangan pria itu bergerak untuk mengelus pipi mulus Nora.
Dengan kuat Nora memalingkan wajahnya agar terhindar dari tangan Gian. "Lepaskan aku berengsek!"Tangan Nora yang diikat ke belakang dengan tambang tebal bergerak-gerak berusaha agar bisa terlepas.Gian tertawa mengejek seraya berjalan ke arah sofa di hadapan Nora. Lalu, ia duduk di sana dengan menyilangkan kakinya."Berusahalah sekuat tenaga baby, paling tidak pergelangan tanganmu yang akan putus nanti," ucapnya. Gian menatap Nora yang di dudukan di atas ranjang king size miliknya di dalam kamar apartemen ini."Salahmu sendiri meninggalkanku begitu saja," lanjut pria itu lagi.Nora manatap Gian penuh rasa benci. Bagaimana bisa di masa lalu Dirinya begitu mencintai pria gila penuh obsesi ini. Ia tak habis pikir."Kenapa kau membawaku kemari sialan!""Kenapa kata-katamu itu kasar sekali baby? Siapa yang mengajarimu?""Ck! Tak penting!"Tangan Nora masih berusaha bergerak untuk melepaskan tambang yang mengikat. Namun rasanya sia-sia. Pergelangan tanganya justru terasa sakit sekarang.Gian merubah tatapannya menjadi sendu namun tergambar jelas tatapan obsesi dan ambisi di dalamnya."Apa kekuranganku baby, sehingga kau lebih memilih menikah bersama musuhku itu hm?"Nora tertegun sesaat. Lalu membuang wajah seraya berdecak tak suka."Terlalu banyak kekuranganmu sampai-sampai aku tak bisa menyebutkannya satu persatu." jawab Nora tak menatap Gian sama sekali.Gian menganggukkan kepalanya seolah memahami."Cukup jangan membantahku selama kau berada di sini baby. Jangan sampai membuatku marah,"Nora tak peduli hingga ia merasakan Gian keluar dari dalam kamar ini."Aku harus bisa melarikan diri." ucap Nora. Matanya mengedar mencari sesuatu yang sekiranya bisa untuk membuka tambang yang mengikat tanganya ini.Bibirnya tersenyum lega saat melihat sebuah gelas di atas nakas. Dengan cepat ia berdiri dan melangkah menuju tempat dimana gelas itu berada.Setelah sampai, ia mencoba untuk menggeser gelas kaca itu agar terjatuh dengan tangannya ya diikat. Tubuhnya membelakangi nakas tersebut.Prah!Suara pecahan gelas membuat Nora dengan cepat menoleh ke arah pintu. Ia sedikit khawatir jika Gian akan datang kembali."Aku harus cepat," Nora berjongkok dan dengan cepat mengambil pecahan gelas itu masih dengan cara membelakangi."Awss! Sial!" ringis Nora saat merasakan jari-jari tangannya tergores oleh pecahan gelas kaca tersebut."Akhirnya," Nora bernafas dengan lega saat merasakan tangannya sudah terbebas dari tali tambang yang membelenggu."Pantas saja sakit," katanya. Banyak serpihan yang menggores tangannya. Dengan pelan ia mengelap darah yang mengalir keluar dengan Gaun pengantin berwarna putih yang ia kenakan."Aku harus cepat pergi dari sini." Nora mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kamar. Tak ada satupun lubang bahkan sebuah jendela pun tak ada. Sepertinya kamar ini memang sudah di rancang sedemikian rupa untuk penyekapan."Bagaimana ini?"Kaki Nora berjalan menuju ke arah pintu. Tanganya memutar gagang pintu dan memang terkunci.Otaknya berpikir keras untuk mencari bagaimana caranya agar bisa melarikan diri dari kamar ini. Lalu, matanya memicing saat melihat sebuah benda yang tak asing terletak di atas meja rias.Senyum tipis terbit di bibirnya. "Kesempatan,"Dengan cepat Nora berjalan menuju meja rias itu. Tanya bergerak untuk mengambil sebuah tusuk rambut yang sangat kecil namun tajam. Entah milik siapa dan bagaimana bisa benda ini berada di sini."Ini pasti bisa berguna."Lalu Nora berjalan lagi ke arah pintu dan memasukkan tusuk rambut yang ia genggam ke dalam lubang kunci seraya memutar-mutarnya."Ayolah pasti bisa," keringat mulai menetes di dahinya di sela-sela tanganya terus bergerak berusaha membuka pintu.Klek!Pintu berhasil terbuka. Nora menusukan tusuk rambut itu pada rambutnya yang masih di hias layaknya seorang pengantin.Membuka pintu dengan pelan, pandangan Nora mencari keberadaan Gian. Setelah merasa aman, ia segera keluar dari dalam kamar.Entah kemana perginya high heels yang awalnya ia pakai saat di acara pernikahannya tadi. Sekarang ia tak mengenakan alas kaki apapun. Namun, itu tak menjadikannya sebuah halangan.Kakinya melangkah mencari pintu keluar dengan hati-hati. "Dimana pintu keluarnya, kenapa ruangannya sangat banyak,"Ia memperhatikan tak ada celah sedikitpun di semua ruangan yang ada. Hanya terdapat beberapa pintu yang ia tak tahu untuk apa ruangan di dalamnya.Dengan hati-hati ia membuka satu persatu pintu yang ada. Tetapi ia hanya menemukan banyak lemari yang entah berisi apa di dalamnya tanpa barang lainya. Hampir semua ruangan yang telah ia periksa kecuali kamar tempat ia disekap berisikan barang yang sama.Hanya tinggal Dua pintu yang belum ia buka. "Semoga ini pintu keluarnya."Ceklek!"Shit!" umpatnya pelan saat setalah membuka pintu ternyata di dalamnya terdapat Gian yang tengah tertidur di atas sebuah ranjang.Tanpa pikir panjang ia menutup pintunya kembali dan berjalan menuju pintu yang pasti adalah pintu keluar."Terkunci," ucapnya saat memutar gagang pintu yang tak bisa terbuka.Ia meraih tusuk rambut yang ia pakai. Ia akan menggunakan cara yang sama untuk membuka pintu ini kembali."Kumohon tuhan, jangan buat aku sengsara kembali," Harapnya dengan terus berusaha memutar-mutar lubang kunci.Setalah beberapa saat, pintu tak kunjung terbuka. Ia menghela nafas lelah. Waktu terus berjalan dan ia mengkhawatirkan jika Gian akan terbangun."Sepertinya aku harus mencari dimana kuncinya berada." katanya seraya menyelipkan tusuk rambut itu kembali pada rambutnya.Nora mulai memasuki ruangan pertama yang berisikan banyak lemari. Ia berharap akan menemukan kunci pintu keluarnya di sana.Namun, saat memasuki ruangan hidungnya mencium aroma formalin yang sangat kuat. Refleks ia menutupi hidungnya dengan salah satu tangan."Kenapa menyengat sekali,""Sepertinya kunci itu di dalam lemari ini." ucapnya setelah membuka beberapa lemari. Namun, hanya ada dokumen-dokumen yang ia tahu adalah dokumen lama tak berguna.Aroma formalin semakin kuat tercium saat ia berdiri di hadapan sebuah lemari yang belum ia periksa.Dengan hati yang berharap, Nora membuka lemari di hadapannya. Matanya membulat sempurna dan jantungnya seperti berhenti berdetak setelah melihat benda yang terdapat di dalam lemari tersebut.Tubuhnya membeku untuk sesaat. Setelah berhasil mengatur nafasnya, Nora dengan cepat menutup lemari itu kembali."Dasar psikopat gila!" ucap Nora setelah berhasil menetralkan diri."Ternyata dia masih melakukan perdagangan organ manusia ilegal!"Nora ingat suatu hal. Dulu, Gian adalah seorang mafia yang melakukan perdagangan organ tubuh manusia dengan ilegal. Ia pikir itu tidak dilakukan di masa sekarang. Namun ia salah mengira."Bisa-bisanya ia menyimpan kepala manusia di sini,"Nora berjalan keluar dari ruangan ini. Bayang-bayang kepala manusia yang ia lihat sepertinya kepala seorang wanita masih teringat jelas dibenaknya."Di ruangan lainpun pasti berisi hal yang sama."Nora menebak di dalam lemari di ruangan lainpun pastilah berisi organ-organ manusia yang sengaja disimpan. Ia tak sudi untuk melihat potongan tubuh lagi.Meskipun masih sedikit terbayang-bayang, Nora tak menyia-nyiakan waktu dan terus mencari keberadaan kunci dengan membuka-buka lemari kecil di dalam kamar yang terdapat Gian di sana dengan hati-hati.Sesekali ia menoleh untuk memastikan Gian masih terlelap.Ia mengambil dengan cepat sebuah gantungan yang berisi beberapa kunci saat ia menemukannya di samping Gian tertidur. Gantungan itu berada di atas ranjang.Setelah mendapatkannya, ia berjalan ke arah pintu keluar lagi dan berusaha membuka pintu tersebut."Tuhan, tolong aku,"Tanganya mulai pegal karena pintunya tak kunjung terbuka. Luka goresannya pun telah kian terasa perih. Sesekali ia menyeka keringat yang menetes di dahinya."Mau pergi kemana baby?"~"Mau pergi kemana baby?" Nora tersentak kaget saat mendengar suara Gian di belakangnya. Ia berbalik dengan cepat dan benar saja. Terdapat mantan kekasihnya itu yang sedang berdiri seraya menatapnya tajam. "Pintar juga kau bisa terlepas." Gian terkekeh seraya mendekat pada Nora. Jantung Nora berdetak kencang. Ia menatap sengit pada Gian. "Dan kunci itu, kau begitu hati-hati saat mengambilnya baby," Kening Nora mengernyit. Bagaimana Gian bisa tahu? jangan-jangan pria itu telah terbangun saat ia mencoba mengambil kunci itu dari dalam kamar. "Saat aku tertidur, aku kira mendengar suara seekor tikus. Ternyata memang terdapat seekor tikus kecil sedang menyelinap untuk mencuri kunci," lanjut Gian. Nora merasa kesal akan ucapan Gian. Ia berdecak tak suka. "Jangan mendekat!" serunya. "Apakah kau takut hm?" "Cih! Hanya orang bodoh yang takut kepadamu!" "Benarkah? Meskipun aku akan menjadikanmu milikku seutuhnya sebentar lagi?" Gian menyeringai. Nora mendelik. "Jangan macam-macam!" "
"Sudah kukatakan kau takkan bisa terlepas dari baby," Tubuh Nora menegang. Suara Gian terdengar tepat dibelakangnya. Tangan Gian mendekap Nora dari belakang. Lalu dengan cepat mengeluarkan sebuah suntikan berisi sebuah cairan bius. Jlep! Jarum suntikan itu menancap di tengkuk Nora. Nora bisa merasakan sesuatu mulai mengalir dalam tubuhnya. Seketika ia ambruk tak sadarkan diri dan Gian langsung membawa Nora dalam gendongannya. "Kau hanya milikku baby," ucap Gian. Pria itu menatap wajah cantik Nora dengan jarak yang sangat dekat. "Pergi ke markas sekarang!" titahnya pada seluruh anak buah yang ada dan langsung dilaksanakan. Mereka semua dengan serempak mengendarai mobil sedan hitam mereka. Begitu pula dengan Gian, ia memasukkan Nora ke dalam mobilnya dan mendudukkan tubuhnya di kursi samping kemudi. Setelah memasangkan sabuk pengaman, tangan Gian terulur untuk menyibak rambut Nora yang menghalangi wajah gadis itu. Menatap setiap jengkal wajah Nora yang terpahat sempurna dengan s
"Awss, dimana aku?" ucap Nora. Ia baru saja terbangun dan mendapati kaki dan tanganya telah terikat sebuah rantai dengan posisi terlentang di atas ranjang. Tubuhnya tergeletak membentuk huruf X. Pandangannya menjelajah ke sekeliling ruangan yang ternyata adalah sebuah kamar bernuansa coklat keemasan. Kamar yang terlihat nyaman untuk dihuni namun memiliki kesan suram bagi Nora. "Kenapa aku bisa berada disini?" lirihnya. "Diikat lagi?" lanjutnya setelah menyadari bahwa kini ia disandera kembali oleh Gian. "Dasar obsesi gila!" sungutnya. Nora mencoba menggerak-gerakkan kedua tangan dan kakinya namun percuma, tak ada yang berubah kecuali kulitnya yang terasa panas sekaligus perih karena tergesek oleh rantai besi. Nora tak menyerah. Ia terus saja menggerakkan tangan dan kakinya berharap setidaknya rantai yang membelenggu akan terputus. Gerakan yang dibuat olehnya menimbulkan suara gemerincing yang cukup nyaring dan luka di pergelangan tangan serta kakinya. Karena telah merasa kesal, N
"Apa katamu!?" Deg! Nora tersentak kaget. Tubuhnya menegang kaku. Dengan cepat ia menoleh ke arah pintu. Saat telah melihat siapa yang berada di dekat pintu, matanya membulat karena terkejut saat melihat orang yang memang ia kenali tengah berdiri di sana. Perlahan, Nora menetralkan nafasnya. Setelah itu, ia berjalan dengan pelan menuju ke arah pintu. "Apa yang kalian lakukan?" tanyanya. Saat mendengar suara Nora, sontak saja dua orang yang tengah asyik berdebat seketika terhenti. Mereka dengan serempak melihat pada Nora. "Nyonya!" seru mereka berdua. "Sstt!" Desis Nora seraya menempelkan jari telunjuknya pada bibir. Ia memberi kode agar mereka berdua diam dan masuk ke dalam kamarnya. Setelah menengok kesana kemari memastikan keadaan telah aman, dengan segera mereka mengikuti perintah Nora. Klek! Pintu kamar tertutup dan dikunci dari dalam oleh Nora. Setelah memasuki kamar, dua orang yang ikut masuk menghela nafas lega. Mereka juga melepaskan masker yang menutupi masing-masi
Seketika, mereka bertiga menegang saat mendengar suara Gian dari luar. Dengan panik tapi berusaha tak menimbulkan suara, mereka berdiri. Mereka saling memberi kode agar bersembunyi. Nora memperhatikan keadaan kamar sebelum memutuskan melangkah menuju pintu. Ia membuka kunci dan membuka pintunya sedikit. Terlihat Gian yang tengah berdiri di sana. Nora menyembulkan kepalanya melongok keluar. "Gian?" panggilnya. "Kau kenapa baby?" Gian yang hendak melangkah memasuki kamar di hentikan oleh Nora. "Jangan masuk dulu Gian! Em, aku tengah membersihkan diri tadi dan belum sempat berganti baju," alasan Nora. Gian justru menyeringai senang. "Baguslah aku akan masuk saja," Tubuhnya bergerak membuka pintu. Namun, Nora tetap menahannya. "E-eh! Gian tunggulah sebentar, kau tak ingin melihatku memakai lingerie merah di dalam lemari itu?" goda Nora dengan terpaksa. Matanya mengedip dengan genit. "Tenang saja, aku takkan melarikan diri seperti dalam pikiranmu itu," lanjutnya. Gian terdiam menim
"Cuih!" Gian meludahkan wine dari dalam mulutnya. Hal itu sontak membuat Nora tersentak kaget. Dalam pikirannya, apakah Gian telah mengetahui ia mencampurkan sesuatu ke dalam wine yang diminumnya? Ia menatap Gian dengan pandangan bertanya yang di balas tatapan intens dari Gian. "Kenapa?" tanya Nora. Terdengar nafas Gian memburu dengan dada naik turun seperti menahan sesuatu. Pria itu mengusap bibirnya yang terdapat sisa-sisa wine. "Aku sudah tak tahan," jawab Gian disertai suara geraman seakan menahan sesuatu. Nora mengernyitkan dahinya bingung. "Ayo!" Gian tiba-tiba saja menarik tangan Nora. Nora yang tak siap pun, tak bisa menghindari tangan Gian yang mencekal lengannya. Prah! Gelas di tangan Nora jatuh dan hancur menjadi kepingan kecil. Itu disebabkan oleh sentakan Gian yang menarik tangannya. "Apa maksudmu!?" tanya Nora panik. Gian tak menjawab dan langsung menyeret Nora memasuki kamar. Tanpa aba-aba dia menjatuhkan tubuh Nora di atas ranjang. Nora mengerti sekarang ba
"Dor!" "Ah!" Tubuh Nora ambruk pada tubuh Kenzo yang berada dalam pelukannya. Saat melihat sebuah peluru akan meluncur mengenai Kenzo, dengan refleks Nora berlari dan memeluk Kenzo guna melindungi pria itu dari tembakan yang diluncurkan. "Kenzo ...." Lirih Nora dengan nafas terputus-putus. 'Jangan ambil nyawaku dulu tuhan,' doa Nora dalam hati sebelum kegelapan merenggut kesadarannya. Tubuh Kenzo masih menegang karena terkejut akan adegan yang baru saja terjadi dihadapannya. Ia langsung mendekap erat tubuh Nora yang sudah ambruk tak sadarkan diri dalam pelukannya. "Nyonya!" teriak para anak buah Kenzo saat melihat sebuah peluru mengenai punggung Nora. Darah langsung merembes dari sana menembus kimono putih yang ia pakai. Pandangan Kenzo menajam dengan rahang mengeras. "Tangkap dia!" perintahnya pada para anak buahnya yang langsung dilaksanakan oleh mereka. "Nora!" panggilnya pada Nora yang berada dalam pelukannya. Tangan kanannya ia gunakan untuk menyangga dan tangan kirinya, i
Kenzo menahan nafasnya saat melihat alat itu menunjukkan garis lurus. Dengan panik pria itu memencet tombol pemanggil dokter yang berada di tembok hingga berulang kali. "Nora!" panggilnya dengan suara keras hingga menyebabkan Fatiya dan Adenna terkejut bukan main. Brak! Dokter muncul dari balik pintu dengan beberapa perawat yang mengikutinya. Mereka segera mengambil tindakan pada Nora. Tiiittt! Alat itu masih berbunyi nyaring yang menyebabkan suasana kian bertambah Panik. "Dokter! Nafas masih ada detak jantung!" seru seorang perawat. Dokter pria paruh baya itu menganggukkan kepalanya. "Pacu jantung pasien!" perintahnya. Mereka semua Segera bergerak untuk memacu detak jantung Nora yang kian melemah. "Ya tuhan," gumam Adenna. Sedangkan Fatiya masih terdiam. Ia masih belum mencerna hal yang terjadi dihadapannya. Kenzo meremas rambutnya gelisah. Matanya menatap tindakan para tenaga medis yang sedang tergesa-gesa namun tetap profesional. "Nadi pasien semakin melemah!" "Naikkan