"Ling mau tembak Om itu," Semuanya terdiam mendengar perkataan anak kecil yang di luar ekspetasi mereka. Jika yang lain merasa heran, Kenzo justru menyeringai mendengar ucapan Ling. "Benarkah?" tanyanya. Anak kecil itu mengangguk dengan antusias. Terlihat wajahnya pun sangatlah serius menatap Kenzo. "Ling ingin melakukan sepelti yang meleka lakukan sama Mama dan Papa. Meleka menembak kepala meleka beldua," jelasnya. Adenna dan Nora saling pandang mendengar perkataan Ling. "Ling, Ling tidak boleh seperti itu," nasihat Nora. Ia menghadapkan wajah anak kecil itu agar menatapnya. "Ling masih kecil, biar itu jadi urusan Om yah, Nah, perkenalkan, itu namanya Om Kenzo, dan Tante namanya Tante Nora, Ling mengerti?" Anak kecil itu mengangguk tanda mengerti. "Dan ini?" Tanyanya menunjuk pada Adenna dan Radhika. "Panggil saja Grandma, dan itu Grandpa, Ling sekarang adalah bagian dari keluarga kita," jawab Adenna. "Ling tahu sekarang sudah berapa tahun?" tanya Radhika. Dia menoleh mena
Ceklek! "Om! Tante!" Mereka berdua menoleh cepat ke arah pintu. Terlihatlah di sana Ling dengan Adenna yang berdiri di ambang pintu. "Astaga, Ling ayo main sama Grandma, kalian lanjutkan saja!" Brak! Pintu di tutup kembali setelah Adenna membopong Ling dan membawanya pergi. "Sepertinya aku akan segera memiliki cucu," Adenna tersenyum senang sekaligus geli. Ling mengerjapkan matanya polos menatap Adenna. "Om dan tante sedang apa?" Adenna menatap anak kecil itu dengan senyuman yang belum hilang. "Mereka akan membuatkan Ling adik," "Adik?" ulangnya. Adenna menganggukkan kepalanya antusias. Kakinya mulai berjalan menjauh dari area kamar Kenzo. "Calanya bagaimana Glanma?" anak kecil itu menunjukkan raut wajah berpikir yang menggemaskan. Seketika Adenna tersadar dengan apa yang baru saja ia katakan pada anak dalam gendongan ini. "Ling mau main apa?" tanyanya berusaha mengalihkan perhatian. Untungnya, bocah ini langsung tergiur dengan pertanyaan Adenna dan melupakan rasa penas
"Siapa yang akan kau buang hah!?" Reyna tersentak kaget saat mendengar suara yang sangat ia kenali. Kepalanya menoleh cepat dimana tepat di ambang pintu sudah ada Gian dengan stelan Jaz nya berdiri di sana. Wanita itu berdiri dengan wajah pias menatap Gian yang terlihat marah. "Siapa yang akan kau buang sayang?" tanya Gian tajam. Tubuhnya perlahan mendekat pada sang istri hingga punggung Reyna menabrak dinding di belakangnya. "E-em, tidak ada," jawab Reyna gugup. Ia bahkan tak berani walaupun hanya untuk sekedar menatap mata Gian. "Lalu, siapa yang akan kau buang tadi hm?" Wajah Gian semakin mendekat pada wajah Reyna hingga membuat Reyna semakin memundurkan kepalanya. "Hei, kenapa dirimu sepertinya takut padaku? Kau kenapa sayang? Bukankah setelah suamimu ini pulang bekerja, kau harus melayani nya?" Gian menciumi area bawah telinga Reyna hingga leher belakangnya. Reyna memejamkan matanya merasakan sensasi yang di berikan oleh Gian. Ia menggigit bibirnya menahan hasrat yang ti
"Nyonya!" "Kakak!" Seluruh pengunjung dalam restoran panik melihat istri dari Kenzo itu seperti keracunan. "Benar! Nyonya terkena racun!" seru salah satu pengunjung yang merupakan seorang dokter. Kebetulan dokter wanita itu berada dalam restoran bersama keluarganya. "Siapa yang berani!?" teriak Kenzo tajam. Seketika semuanya mati kutu. Tak ada yang berani menatap apalagi menyahut ucapan Kenzo. Semua orang di dalam restoran ini tahu, siapa pria yang berteriak barusan. "Kakak ..." lirih Reyna. Lain di mulut lain di hati. Dalam hatinya, wanita hamil itu tengah merasa senang bukan main karena rencana yang telah ia susun berjalan dengan baik. Dokter itu dengan sigap memberikan pertolongan pertama kepada Nora. Dengan di bantu oleh beberapa orang, Nora pun di bawa menuju mobil milik Kenzo yang berada dalam parkiran. Kenzo masih menatap tajam pada semua orang di sini. "Panggil manager restoran ini!" perintahnya kepada salah satu pelayan yang menyaksikan kejadian tadi. Pelayan itu lan
"Bagaimana ini!?" "Apa yang telah kau lakukan!?" Reyna menoleh cepat ke arah pintu saat mendengar teriakan Gian yang memekikkan telinga. "Kak Gian, aku," "Lihat ini!" Gian memperlihatkan sebuah vidio yang telah banyak beredar di media sosial. Yang tak lain adalah vidio klarifikasi dari wanita pelayan yang di duga adalah pelaku yang meracuni Nora. "Ak-aku-" "Seharusnya kau tak melakukan ini! Ini bukan hanya merugikan dirimu! Tetapi perusahaan ku juga mengalami kerugian karena orang-orang telah mengetahui jika kita telah menikah!" Reyna hanya bisa menundukkan kepalanya dalam-dalam. Air mata mengalir dari kedua matanya. 'Sialan! Sialan! Sialan!' Makinya dalam hati dengan kedua tangan mengepal erat. "Jika kau ingin melakukan sesuatu, beritahu aku dahulu! Jangan berbuat semena-mena! Aku adalah suamimu sekarang!" Bentak Gian dengan menunjuk wajah Reyna. Reyna tersentak kaget mendengar suara Gian yang menggelegar. "Kak, maafkan Reyna," "Jangan padaku! Mi
'Kenzo sialan!' maki Nora dalam hati. Tangan kenzo bergerak merambat pada punggung Nora dan mengusapnya lembut. Memberikan suatu sensasi yang asing bagi Nora. Nora mulai membalas ciuman sang suami dengan lembut. Namun tak lama, ia mendorong dada Kenzo agar ciumannya segera terlepas. Kenzo dengan terpaksa melepaskan bibir Nora. Ia menatap sang istri dalam. "Kenapa?" tanyanya dengan suara serak. "Aku ingin melakukan sesuatu," Kenzo menaikkan alisnya. "Apa itu?" "Ayo ikut aku," Nora meraih telapak tangan sang suami dan menggandengnya menuju dalam kamar. Setelah menutup pintu balkon, ia mengambil sesuatu di dalam lemari kecil yang berada di pojokan kamar. "Tunggu sebentar," ucap Nora saat tak menemukan benda yang ia cari. Gadis itu mendudukkan Kenzo di atas sofa dalam kamar dan ia berjalan keluar menuju dapur. Sesampainya di sana, ia mengambil dua gelas kaca bening dengan gagang panjang. Lalu mengambil minuman dari dalam lemari khusus untuk minuman beralk
"Nora!" seru Kenzo. "Ahh, Ken," Nora justru mendesah. Hal itu membuat Kenzo sedikit frustasi. Untung saja, pria itu masih bisa menahan gejolak yang kini kian bergelora. Baru saja mengalungkan tangannya pada leher Kenzo, Nora tiba-tiba saja memejamkan matanya tak sadarkan diri. Kenzo menghela nafas lega. Tangannya bergerak mengusap butiran keringat di dahi sang istri dengan lembut. "Kau membuatku gila," ucapnya. "Seperti ini lebih baik," Pria itu kemudian memasangkan baju tidur Nora kembali. Lalu menutup tubuhnya dengan selimut. Matanya menatap Nora sekali lagi. Setelahnya ia ikut membaringkan tubuhnya dan memutuskan untuk tidur. "Gadis nakal," gumamnya. Di pagi harinya, Nora terbangun dari tidurnya karena mendengar suara berisik dari bawah. Saat membuka matanya, seketika rasa pusing menyerang kepala bagian belakangnya. "Shh," Nora mendesis sembari mengusap kepalanya. Ia menolehkan kepalanya melihat ke samping dimana Kenzo masih memejamkan mata. "Ken," panggilnya. "Hm," Nor
"T-tapi kak-" "Sekarang!" potong Nora. Reyna terkesiap. 'Nora bangsat!' maki Reyna dalam hati. "Em-baiklah," "Begitu harusnya. Siapkan ponselmu, tunggu aku sebentar," perintah Nora. Reyna menganggukkan kepala mengiyakan. Lalu wanita itu bangun dan duduk di atas sofa. Ia mengambil ponsel miliknya dalam saku celana dan mengutak-atiknya sebentar. Lalu wanita hamil tersebut meletakkan ponselnya dengan di sandarkan pada sebuah toples berisi permen yang memang disediakan untuk tamu. Nora melirik Adenna dan Radhika. Mereka berdua yang memahami arti lirikan sang menantu pun ikut meninggalkan ruang tamu bersama Nora. "Mommy dan Daddy sarapan saja terlebih dahulu. Aku akan mengurus tikus pengganggu itu," kata Nora dengan senyuman. Adenna balas tersenyum. "Baiklah," Setelahnya, sepasang suami istri itu berlalu menuju ruang makan. Sedangkan Nora berjalan menuju kamarnya kembali. Sesampainya di sana, matanya menangkap sosok suaminya yang masih berbaring di atas ranjang d