"Sudah kukatakan kau takkan bisa terlepas dari baby," Tubuh Nora menegang. Suara Gian terdengar tepat dibelakangnya. Tangan Gian mendekap Nora dari belakang. Lalu dengan cepat mengeluarkan sebuah suntikan berisi sebuah cairan bius. Jlep! Jarum suntikan itu menancap di tengkuk Nora. Nora bisa merasakan sesuatu mulai mengalir dalam tubuhnya. Seketika ia ambruk tak sadarkan diri dan Gian langsung membawa Nora dalam gendongannya. "Kau hanya milikku baby," ucap Gian. Pria itu menatap wajah cantik Nora dengan jarak yang sangat dekat. "Pergi ke markas sekarang!" titahnya pada seluruh anak buah yang ada dan langsung dilaksanakan. Mereka semua dengan serempak mengendarai mobil sedan hitam mereka. Begitu pula dengan Gian, ia memasukkan Nora ke dalam mobilnya dan mendudukkan tubuhnya di kursi samping kemudi. Setelah memasangkan sabuk pengaman, tangan Gian terulur untuk menyibak rambut Nora yang menghalangi wajah gadis itu. Menatap setiap jengkal wajah Nora yang terpahat sempurna dengan s
"Awss, dimana aku?" ucap Nora. Ia baru saja terbangun dan mendapati kaki dan tanganya telah terikat sebuah rantai dengan posisi terlentang di atas ranjang. Tubuhnya tergeletak membentuk huruf X. Pandangannya menjelajah ke sekeliling ruangan yang ternyata adalah sebuah kamar bernuansa coklat keemasan. Kamar yang terlihat nyaman untuk dihuni namun memiliki kesan suram bagi Nora. "Kenapa aku bisa berada disini?" lirihnya. "Diikat lagi?" lanjutnya setelah menyadari bahwa kini ia disandera kembali oleh Gian. "Dasar obsesi gila!" sungutnya. Nora mencoba menggerak-gerakkan kedua tangan dan kakinya namun percuma, tak ada yang berubah kecuali kulitnya yang terasa panas sekaligus perih karena tergesek oleh rantai besi. Nora tak menyerah. Ia terus saja menggerakkan tangan dan kakinya berharap setidaknya rantai yang membelenggu akan terputus. Gerakan yang dibuat olehnya menimbulkan suara gemerincing yang cukup nyaring dan luka di pergelangan tangan serta kakinya. Karena telah merasa kesal, N
"Apa katamu!?" Deg! Nora tersentak kaget. Tubuhnya menegang kaku. Dengan cepat ia menoleh ke arah pintu. Saat telah melihat siapa yang berada di dekat pintu, matanya membulat karena terkejut saat melihat orang yang memang ia kenali tengah berdiri di sana. Perlahan, Nora menetralkan nafasnya. Setelah itu, ia berjalan dengan pelan menuju ke arah pintu. "Apa yang kalian lakukan?" tanyanya. Saat mendengar suara Nora, sontak saja dua orang yang tengah asyik berdebat seketika terhenti. Mereka dengan serempak melihat pada Nora. "Nyonya!" seru mereka berdua. "Sstt!" Desis Nora seraya menempelkan jari telunjuknya pada bibir. Ia memberi kode agar mereka berdua diam dan masuk ke dalam kamarnya. Setelah menengok kesana kemari memastikan keadaan telah aman, dengan segera mereka mengikuti perintah Nora. Klek! Pintu kamar tertutup dan dikunci dari dalam oleh Nora. Setelah memasuki kamar, dua orang yang ikut masuk menghela nafas lega. Mereka juga melepaskan masker yang menutupi masing-masi
Seketika, mereka bertiga menegang saat mendengar suara Gian dari luar. Dengan panik tapi berusaha tak menimbulkan suara, mereka berdiri. Mereka saling memberi kode agar bersembunyi. Nora memperhatikan keadaan kamar sebelum memutuskan melangkah menuju pintu. Ia membuka kunci dan membuka pintunya sedikit. Terlihat Gian yang tengah berdiri di sana. Nora menyembulkan kepalanya melongok keluar. "Gian?" panggilnya. "Kau kenapa baby?" Gian yang hendak melangkah memasuki kamar di hentikan oleh Nora. "Jangan masuk dulu Gian! Em, aku tengah membersihkan diri tadi dan belum sempat berganti baju," alasan Nora. Gian justru menyeringai senang. "Baguslah aku akan masuk saja," Tubuhnya bergerak membuka pintu. Namun, Nora tetap menahannya. "E-eh! Gian tunggulah sebentar, kau tak ingin melihatku memakai lingerie merah di dalam lemari itu?" goda Nora dengan terpaksa. Matanya mengedip dengan genit. "Tenang saja, aku takkan melarikan diri seperti dalam pikiranmu itu," lanjutnya. Gian terdiam menim
"Cuih!" Gian meludahkan wine dari dalam mulutnya. Hal itu sontak membuat Nora tersentak kaget. Dalam pikirannya, apakah Gian telah mengetahui ia mencampurkan sesuatu ke dalam wine yang diminumnya? Ia menatap Gian dengan pandangan bertanya yang di balas tatapan intens dari Gian. "Kenapa?" tanya Nora. Terdengar nafas Gian memburu dengan dada naik turun seperti menahan sesuatu. Pria itu mengusap bibirnya yang terdapat sisa-sisa wine. "Aku sudah tak tahan," jawab Gian disertai suara geraman seakan menahan sesuatu. Nora mengernyitkan dahinya bingung. "Ayo!" Gian tiba-tiba saja menarik tangan Nora. Nora yang tak siap pun, tak bisa menghindari tangan Gian yang mencekal lengannya. Prah! Gelas di tangan Nora jatuh dan hancur menjadi kepingan kecil. Itu disebabkan oleh sentakan Gian yang menarik tangannya. "Apa maksudmu!?" tanya Nora panik. Gian tak menjawab dan langsung menyeret Nora memasuki kamar. Tanpa aba-aba dia menjatuhkan tubuh Nora di atas ranjang. Nora mengerti sekarang ba
"Dor!" "Ah!" Tubuh Nora ambruk pada tubuh Kenzo yang berada dalam pelukannya. Saat melihat sebuah peluru akan meluncur mengenai Kenzo, dengan refleks Nora berlari dan memeluk Kenzo guna melindungi pria itu dari tembakan yang diluncurkan. "Kenzo ...." Lirih Nora dengan nafas terputus-putus. 'Jangan ambil nyawaku dulu tuhan,' doa Nora dalam hati sebelum kegelapan merenggut kesadarannya. Tubuh Kenzo masih menegang karena terkejut akan adegan yang baru saja terjadi dihadapannya. Ia langsung mendekap erat tubuh Nora yang sudah ambruk tak sadarkan diri dalam pelukannya. "Nyonya!" teriak para anak buah Kenzo saat melihat sebuah peluru mengenai punggung Nora. Darah langsung merembes dari sana menembus kimono putih yang ia pakai. Pandangan Kenzo menajam dengan rahang mengeras. "Tangkap dia!" perintahnya pada para anak buahnya yang langsung dilaksanakan oleh mereka. "Nora!" panggilnya pada Nora yang berada dalam pelukannya. Tangan kanannya ia gunakan untuk menyangga dan tangan kirinya, i
Kenzo menahan nafasnya saat melihat alat itu menunjukkan garis lurus. Dengan panik pria itu memencet tombol pemanggil dokter yang berada di tembok hingga berulang kali. "Nora!" panggilnya dengan suara keras hingga menyebabkan Fatiya dan Adenna terkejut bukan main. Brak! Dokter muncul dari balik pintu dengan beberapa perawat yang mengikutinya. Mereka segera mengambil tindakan pada Nora. Tiiittt! Alat itu masih berbunyi nyaring yang menyebabkan suasana kian bertambah Panik. "Dokter! Nafas masih ada detak jantung!" seru seorang perawat. Dokter pria paruh baya itu menganggukkan kepalanya. "Pacu jantung pasien!" perintahnya. Mereka semua Segera bergerak untuk memacu detak jantung Nora yang kian melemah. "Ya tuhan," gumam Adenna. Sedangkan Fatiya masih terdiam. Ia masih belum mencerna hal yang terjadi dihadapannya. Kenzo meremas rambutnya gelisah. Matanya menatap tindakan para tenaga medis yang sedang tergesa-gesa namun tetap profesional. "Nadi pasien semakin melemah!" "Naikkan
"Mau bermain-main hm?" Seketika semuanya menegang saat mendengar suara rendah Kenzo. Mereka semua tahu apa yang dimaksud oleh Kenzo. Dengan pelan, Kenzo melangkah mendekati para anak buah Gian yang sudah sangat tegang. Raut pias sangat terlihat jelas dari wajah mereka. Kenzo masih terdiam selama beberapa detik untuk mengawasi ekspresi ketakutan yang di perlihatkan mereka semua. Tangan mereka diikat dan di gantung dengan rantai besi. Mereka yang berjumlah kurang lebih lima belas orang di jajarkan dalam satu barisan. Kenzo membalikkan badannya dan melangkah menuju sebuah lemari yang berisi berbagai macam alat untuk 'bermain' tersebut. Tanganya mengambil sebuah belati berukuran sedang namun sangatlah tajam. Ia membawanya mendekati anak buah Gian kembali. "Bagaimana?" tanyanya dengan tatapan tajam. Mereka semua menunduk tak ada yang berani melihat Kenzo secara langsung. Nyali mereka ciut dalam sekejap. "Katakan!" bentaknya membuat para anak buah Kenzo tersentak kaget. Tubuh merek