Tuan Melvin mengecup bahu istrinya yang terekspos. Mereka baru saja selesai mandi bersama dan saat ini sedang berdiri di depan sebuah cermin besar, yang memantulkan seluruh bagian tubuh mereka.Tuan Melvin berdiri di belakang Berlian, sambil memeluk tubuh wanita itu dari belakang. Tangannya sejak tadi tidak mau berhenti, mengusap dan membelai setiap bagian tubuh Berlian yang menonjol."Sebentar lagi kita akan menjadi orang tua, sayang. Aku sudah tidak sabar lagi menanti anak kita lahir ke dunia ini," ucap Tuan Melvin kembali mengecup bahu istrinya dengan lembut."Hanya tinggal menghitung hari, Tuan Melvin, semoga prediksi Dokter Rahayu tidak meleset," sahut Berlian, sambil membelai rahang kokoh suaminya.Usia kandungan Berlian sudah 9 bulan, dan prediksi Dokter Rahayu masa bersalinnya jatuh di bulan depan, yang hanya tinggal sepuluh hari lagi."Kau sungguh terlihat sangat seksi, sayang," ucap Tuan Melvin mengusap perut istrinya yang terlihat semakin membesar."Apa kau sedang menggodak
Tubuh Tuan Melviano langsung digotong ke atas brankas, dan di bawa keluar menuju unit gawat darurat.Pria itu jatuh pingsan sesaat setelah anak keduanya lahir. Dia pingsan bersamaan dengan istrinya. Sangat kompak, bukan?"Apa aku perlu menelpon dokter Anda, Tuan?" tanya Hangga setelah Tuan Melvin sadarkan diri.Melihat tuannya jatuh pingsan dengan wajah pucat, membuat Hangga langsung diliputi kecemasan."Tdak perlu, ini tidak ada hubungannya dengan penyakitku. Aku pingsan karena aku tidak kuat melihat penderitaan yang sedang dirasakan oleh istriku. Ia sampai bertaruh nyawa, demi melahirkan anak-anakku," sahut Tuan Melvin terdengar lemah.Pria itu perlahan bangkit, dan berniat turun dari atas tempat tidur. Ia sudah tidak sabar untuk melihat istrinya dan kedua bayi kembarnya."Tunggulah sebentar lagi, Tuan. Kau masih terlihat lemah, jika Nyonya melihatmu seperti ini, dia pasti akan berfikir yang tidak-tidak," ujar Hangga, mencoba mencegah niat tuannya yang akan pergi menemui istrinya.T
"Sudah aku bilang, di sini tidak ada lowongan pekerjaan! Apa kau tuli, hah?!" teriak salah satu petugas resepsionis di perusahaan Arhadhita Group. Wanita berhijab peach yang sedang berjongkok memunguti berkas yang berserakan di lantai lobi itu--tampak tampak ketakutan sekarang. Alisya tidak menyangka perusahaan mantan suaminya ini mempekerjakan orang seperti ini. Namun, dia harus bersabar untuk menjalankan rencananya. Alih-alih marah, Alisya kini justru berbicara dengan gugup, "Ma--maaf Mbak, saya tidak tahu." "Siapa namamu tadi?" "A--Aleena, Mbak," ucap Alisya dengan "nama barunya". "Oke, Aleena. Kamu ini hanya lulusan SMA, tapi kamu kok berani melamar pekerjaan di perusahaan ini. Mimpi kamu!" Resepsionis itu sekali lagi membentak. Kini, dia bahkan menoyor kepala Aleena tanpa menyadari bahwa dia baru saja merendahkan mantan istri dari Arfa--CEO tempatnya bekerja. Tangan Aleena sontak mengepal. Namun, dia berusaha mempertahankan karakternya. "Maaf Mbak, saya hanya sedang berusah
"Mas Arfa, ja-jangan," ucap Aleena dengan wajah tegang.Meronta sekuat apapun, ia tidak akan mampu mengalahkan tenaga Arfa. Aleena memilih pasrah ketika Arfa menumpahkan rasa cinta dan rindu kepadanya.Setelah pria itu puas melumat bibirnya, menciumi seluruh wajahnya, barulah Arfa menghentikan aksinya."Akhirnya rinduku sedikit terobati," ucap Arfa, tersenyum puas. Pria itu lalu memilih berbaring di sisi Aleena, mendekap erat tubuh wanita yang sangat di rindukannya itu.Raut bahagia terlihat jelas di wajah pria itu. Tidak perduli jika Aleena terus meronta, mencoba melepaskan diri dari dekapannya."Dasar pria mesum menyebalkan," gerutu Aleena dengan wajah kesal, sambil memukul dada Arfa berulang kali."Marahlah sepuasmu, aku akan dengan senang hati menerimanya," kekeh Arfa."Menyebalkan. Bahkan di tempat kerja saja masih sempat berbuat cabul. Uuhhg." Aleena yang kesal nekat menggigit leher Arfa dengan gemas. Bukannya kesakitan, pria itu justru menekan kepala Aleena agar semakin dalam t
Aaahhk! Arfa langsung berlari masuk ke dalam kamar yang ada di ruang kerjanya, begitu mendengar suara teriakan Aleena."Ada apa?" tanya Arfa dengan wajah cemas. "Basah," cicit Aleena dengan wajah sedih. Arfa menghembuskan nafas lega, pria itu lalu mendekat ke arah Aleena."Kenapa sampai bisa basah begini? Apa kau sengaja menggondaku? Hem?" seloroh Arfa."Ck. Kalau aku mau aku sudah melakukannya selama Mas Arfa tinggal di rumahku. Bukankah Mas Arfa sendiri yang sampai bosan merayuku setiap hari?" sahut Aleena dengan bibir mengerucut. "Kondisikan bibirmu Aleena, atau aku akan menggigitnya seperti waktu itu," ucap Arfa menatap gemas ke arah bibir Aleena."Nggak usah ngadi-ngadi kamu Mas. Nggak lihat apa bajuku basah begini?" gerutu Aleena. "Kemarilah," ucap Arfa, lalu menarik tangan Aleena untuk keluar dari kamar mandi. "Buka bajumu, aku akan membawanya ke laundry sekalian membeli baju ganti untukmu. Kau pakailah bajuku dulu," ucap Arfa, lalu meraih sebuah kemeja berwarna putih yang
"Kau lapar? Mengapa kau tidak bilang dari tadi, hem?" tanya Arfa sambil mengusap bahu Aleena dengan lembut. Hasratnya untuk bercinta menguar begitu saja, ketika tau jika wanita yang sudah membuatnya tergila-gila itu sedang menahan lapar. "Aku malu," cicit Aleena. "Mengapa mesti malu. Bukankah sudah aku katakan, aku adalah milikmu, kau bebas minta apa saja padaku, walau aku tau kau selalu saja menolakku," sahut Arfa sambil merangkul tubuh Aleena ke dalam pelukannya. "Pakailah baju dulu, aku akan mencarikan makanan untukmu," ucap Arfa, lalu memakaikan kemeja besar miliknya ke tubuh Aleena. "Kau ingin makan apa?" tanya Arfa dengan lembut."Aku ingin makan makanan kesukaan Mas Arfa," jawab Aleena, tersenyum manis."Baiklah. Kau istirahatlah dulu di kamar dan jangan pernah keluar dari ruangan ini," ucap Arfa berpesan. "Iya Mas," sahut Aleena sembari mengangguk samar."Aku tinggal dulu, kau boleh bermain game yang ada di ponselku jika kau bosan. Aku sudah mendownload permainan kesukaa
"Dasar wanita jalang!!" jerit Laura dengan mata terbelalak lebar.Wanita mana yang tidak akan marah jika melihat ada wanita muda nan cantik tertidur nyenyak di atas ranjang suaminya. Bahkan dirinya sendiri tidak pernah di izinkan untuk masuk ke dalam kamar tersebut."Bu Laura," cicit Aleena dengan wajah ketakutan. Wanita itu langsung terbangun karena terkejut mendengar teriakan Laura di depan pintu."Dasar jalang! Berani-beraninya kamu menggoda suamiku, hah!" teriak Laura seperti seekor singa yang sudah bersiap menerkam mangsanya. Tanpa ampun Laura menjambak rambut panjang Aleena, menyeret tubuh wanita itu keluar dari kamar Arfa."Auwwh, sa-sakit Bu. Tolong lepaskan," pinta Aleena dengan wajah kesakitan. Rasa sakit dan perih di kepalanya membuat wanita itu sampai meneteskan air matanya."Sakita? iya?" ejek Laura.Plak! Laura melayangkan sebuah tamparan keras di wajah Aleena, hingga membuat kulit wajah wanita itu memerah."Apa itu juga sakit, hah?" tandas Laura dengan wajah sinis."I
Wajah Arfa mengeras. Kedua tangannya mengepal kuat, hingga memperlihatkan buku-buku jarinya. Melihat Alena yang masih belum sadarkan diri, terbaring lemah di ruang perawatan VIP.Pria itu sedikit membungkuk, mencium kening Aleena dengan lembut seraya berbisik, "Cepatlah bangun, aku akan membalaskan rasa sakit yang kau derita."Kembali menegakkan tubuhnya, Arfa lalu melangkah keluar meninggalkan ruang perawatan tersebut."Apa kau akan pergi?" tanya Alex, begitu melihat kemunculan Arfa dari balik pintu.Mengangguk samar lalu berkata, "Ada sesuatu yang harus aku selesaikan, kau tetaplah disini," titah Arfa, melihat arloji di pergelangan tangannya. "Segera kabari aku jika Aleena sudah sadarkan diri," imbuhnya."Baik, kau tidak perlu kuatir," sahut Alex.Memandangi punggung Arfa yang semakin menjauh, Alex kembali menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi tunggu yang ada di depan kamar inap Aleena.Mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, Arfa melajukan kendaraan roda empat itu menuju ke ar