Ya Allah sesak dadaku, membaca pesan dari Mas Rian. Tega sekali dia seperti itu padaku. Aku bahkan sudah terlanjur mempercayainya selama ini.
Sebenarnya aku dan Mas Rian memang sudah lama kenal karena kami dulu teman satu kampus di salah satu kampus swasta dan satu jurusan juga tetapi kami berbeda kelas. Harusnya aku sudah lulus kuliah tapi karena aku sempat tidak lanjut kuliah dulu karena dulu aku bekerja di warung makan. Jadilah aku mahasiswa paling tua di angkatan dari segi umur. Aku pun waktu itu juga tahu Mas Rian pacaran dengan Sekar karena mereka sering saling berkomentar di f******k. Kalau di kampus, aku dan teman-teman yang lain juga sering meledek Mas Rian di kampus membahas tentang Mas Rian dan Sekar yang sering saling melempar komentar di f******k. Bahkan aku juga berteman dengan Sekar di f******k, kami juga pernah saling sapa walau di dunia nyata kami belum sempat bertemu bertatap muka.Akhirnya kami pun lulus. Ada yang melamar di perusahaan maupun menjadi pengusaha seperti aku. Walau masih kecil-kecilan usaha menjahitku tetapi alhamdulillah lancar dan aku juga mempunyai satu karyawan yang membantu usahaku.Dua tahun setelah lulus kuliah, Mas Rian mendekatiku. Aku dan Mas Rian berpacaran hanya tiga bulan saja. Kemudian kami langsung melaksanakan pernikahan. Karena kata Mas Rian kalau pacaran lama-ama takut terjadi hal yang tidak di inginkan. Siapa sih perempuan yang tidak bahagia kalau kekasih hatinya melamarnya? Hati berbunga-bunga dan bahagia. Mas Rian bilang lebih baik kami menikah secara sirri dulu, nanti baru menikah secara resmi di KUA. Katanya pernikahan yang baik itu harus segera di laksanakan dan jangan di tunda. Waktu itu pun aku tidak menaruh curiga sama sekali kepada Mas Rian karena kan kami sudah lama saling mengenal.Aku bahkan hampir tidak pernah mengecek ponsel Mas Rian begitupun sebaliknya. Kami menganut asas saling percaya untuk tidak membuka ponsel pasangan masing-masing.Sungguh tak kusangka saat ini. Mas Rian tidak pernah berkata jujur kalau dia sudah pernah menikah dengan Sekar bahkan dia mau rujuk dengannya. Alasannya karena menikah denganku tidak enak dan dia tidak menemukan kenyamanan.Aku memeriksa seluruh chat WA. Tidak ada yang mencurigakan. Paling chat dari sesama teman kantornya ataupun grup kantor dan grup alumni sekolah serta kuliah. Aku curiga apakah memang benar sampai saat ini Mas Rian dan Sekar masih berhubungan. Mengingat mereka berdua sudah pernah menikah. Kalau mereka pernah menikah lalu bercerai apa alasannya?Atau mungkin mereka chatting di aplikasi lain? Siapa tahu kan. Ada tiga aplikasi chat di ponsel Mas Rian. Ada W******p, Telegram, dan Messenger F******k. Aku mencoba membuka Telegram karena ini aplikasi yang banyak orang gunakan.Betapa terkejutnya aku ternyata Mas Rian dan Sekar masih sering berkomunikasi dengan Sekar lewat telegram. Meski Mas Rian tidak menyimpan nomor ponsel Sekar di kontaknya. Untung Mas Rian kalau mandi lama. Entah apa yang dia lakukan di dalam. Aku yang penasaran langsung membuka chat dia dengan Sekar.[Sekar, Mas masih sayang sama kamu. Mas terpaksa menikahi Hilda karena dia duluan yang memaksa Mas menikahinya. Katanya menikah aja secara sirri dulu, urusan di KUA kan gampang. Jadi Mas iyakan aja ajakannya.] Aku menghela nafas membaca chat dari Mas Rian. Oh pintar sekali kamu Mas membalikkan fakta! Seolah-olah akulah yang mengemis cinta padamu. [Oh begitu. Jadi dia dulu yang mengajak Mas menikahinya? Padahal kan kita baru empat bulan bercerai kok bisa-bisanya Mas sudah menikah lagi! Semudah itu Mas melupakan aku.] Sekar merajuk.[Maafkan Mas, Kar. Mas masih sayang kamu. Ternyata menikah dengan Hilda nggak nyaman!😣][Nggak nyaman gimana maksudnya Mas?] [Tenyata Hilda dan orangtuanya hanya memanfaatkan Mas saja. Mas di suruh Hilda untuk memberikan uang bulanan rutin kepada orangtuanya. Belum lagi uang untuk nafkah Hilda dan juga kebutuhan rumah tangga.][Wah, kasian banget kamu Mas! Nggak nyangka ya kalau Hilda yang polos itu ternyata matre!][Iya, Kar. Dia bilang uang nafkah untuk istri itu berbeda dengan kebutuhan rumah tangga. Beda sewaktu menikah dengan kamu kemarin, Mas cukup memberikanmu uang dan kami sendiri yang mengaturnya agar cukup untuk keperluan sebulan. Kamu emang wanita mandiri, Kar. Kamu hemat dan nggak boros juga. Sedangkan Hilda hobinya jajan dan makan. Pantesan aja sekarang dia tambah gendut. Pokoknya jauh lebih enak sama kamu, Kar!]Ya Allah. Masalah uang nafkah dan uang kebutuhan rumah tangga itu berbeda karena atas inisiatif Mas Rian sendiri. Mengapa ia pandai sekali melakukan playing victim? Baru kali ini kutemui lelaki mulutnya lemes banget! Pintu kamar mandi sudah di buka. Rupanya dia sudah selesai mandi. Aku langsung menekan tombol keluar dari semua aplikasi di ponsel Mas Rian dan langsung meletakkan ponselnya. Aku belum sempat membaca semua chat mereka. Aku akan berusaha mengikuti dulu permainan mereka yang sedang mereka sembunyikan dariku.Aku membersihkan wajahku dengan kapas yang sudah kubasahi dengan susu pembersih wajah. Jadi tidak kelihatan kalau wajahku habis menangis."Sana gih kamu yang mandi sayang. Ih bau asem nih," ledek Mas Rian kepadaku sambil mengacak-acak rambutku. Dulu aku suka di ledek olehnya. Tapi sekarang ledekannya terasa seperti hinaan bagiku."I, iya, Mas," jawabku singkat. Aku langsung menyambar handukku."Oh iya, Mas tidur duluan ya. Mas sudah ngantuk dan capek banget nih. Kan kita udah puas jalan-jalan seharian." Aku hanya tersenyum kecut menanggapinya. Perih kurasakan, aku menangis di bawah guyuran shower. * * * Mengapa aku tidak langsung meninggalkan Rian? Karena aku ingin bermain-main dulu dengannya. Aku akan membuat dia jatuh!Kami akhirnya pulang ke kota kami setelah menikmati liburan dari Bali. Bukannya merasa segar setelah liburan tapi malah menambah penat pikiranku karena aku mesti mencari bukti kalau Mas Rian masih berhubungan dengan Sekar. Untungnya aku sudah menyimpan tangkapan layar percakapan mereka di ponselku, siapa tahu suatu saat ini bisa berguna dan bahkan menjadi barang bukti.* * Aku membantu Bibi Tia, asisten rumah tangga di rumah orangtua Mas Rian untuk menyiapkan sarapan pagi. Menu pagi ini sederhana saja, nasi goreng ayam dan juga teh hangat. Kami masih tinggal bersama orangtua Mas Rian. Dia masih enggan kuajak untuk membeli rumah sendiri. Katanya masih betah tinggal dengan orangtuanya, padahal jika uang kami berdua di gabung untuk membeli rumah sebenarnya cukup. Sementara di sini ada Kak Rona, kakak pertama perempuan Mas Rian bersama suaminya, Mas Beni dan anaknya, Denis. Mereka sebenarnya tiga bersaudara, Mas Rian merupakan anak bungsu. Kak Resa, kakak kedua Mas Rian tinggal di komple
"Selamat siang Bu. Ada yang bisa kami bantu?" sapa Yuni dengan ramah kepada Kak Rona. "Aku mau menjahit gaun untuk ke acara pernikahan temanku. Soalnya ke penjahit langganannya katanya orderan penuh. Jadi aku ke sini deh," jawab Kak Rona. Aku tidak tahu ekspresi mereka karena aku hanya mendengarkan di balik gorden."Baik Bu. Tapi orderan menjahit kami juga penuh. Kalau Ibu berkenan, gaunnya jadi minggu depan." "Oh iya tidak apa-apa. Pas aja itu." "Baik Bu. Saya ukur dulu ya badan Ibu agar bajunya pas dan cocok." Yuni kemudian mengukur badan Kak Rona dan mencatatnya di buku, lalu ia menggambar model bajunya seperti yang di inginkan Kak Rona.Yuni menyerahkan nota upah menjahit gaun Kak Rona. Jadi Kak Rona wajib membayar uang muka dulu."Wah murah banget ini daripada di penjahit langgananku. Awas ya kalau hasilnya nggak memuaskan," ancam Kak Rona.Duh belum apa-apa kok main ancam-ancaman segala. Kecuali bajunya sudah jadi tapi tidak sesuai kehendaknya okelah dia boleh komplain."Ibu
"Hari ini Papa akan mengumumkan pembagian warisan. Papa sengaja membagi warisan ketika Papa masih hidup agar nanti kalian tidak rebutan harta yang Papa wariskan ketika Papa sudah meninggal nanti." "Semua anak sudah mendapatkan jatah masing-masing," kata Papa menambahkan."Yang pertama untuk Mama. Mama mendapatkan rumah di kawasan Kelapa Hijau dan perusahaan Papa.""Untuk Rona mendapat rumah yang ada di kawasan Semanggi. Resa mendapatkan rumah di kawasan Mengkudu." Papa melanjutkan."Kemudian. Rian dan Hilda mendapatkan rumah di kawasan Manggis beserta satu buah mobil pajero yang Papa miliki." "Loh kenapa kami hanya mendapatkan rumah, Pa? Sedangkan suami kami kok nggak di beri? Malah Rian dan Hilda mendapatkan rumah tiga tingkat? Sedangkan rumah yang kami dapat hanya tingkat dua?" protes Kak Rona. "Iya nih, Pa. Rian dan Hilda malah dapat mobil juga. Ini namanya nggak adil kalo gini," sahut Kak Resa juga ikut-ikutan. Padahal mereka juga sudah mempunyai mobil pajero, sedangkan Mas Ria
"Kamu yakin kalau pernikahan kita akan di resmikan ke KUA?" tanya Mas Rian ketika kami berada di kamar."Memangnya kenapa Mas?" Aku bertanya sambil menyisir rambutku."Ah nggak apa-apa. Hanya saja...""Hanya saja gimana?""Kamu beneran cinta kan sama aku?" tanya Mas Rian dengan nada serius.Aku menghentikan menyisir rambutku. Baru pertama kali ini dia menanyakan pertanyaan yang menurutku seperti anak muda yang baru saja pacaran.Aku hanya tersenyum menanggapinya. Aku jadi ingat chat Mas Rian dengan Anita dan juga dengan Sekar. Seketika luka yang ingin segera kuhapus itu menganga kembali."Kamu sudah persiapkan berkas pernikahan kita ke KUA kan?" tanya Mas Rian lagi."Belum, Mas. Lagi pula sepertinya sudah terkumpul juga di lemariku. Jadi tidak susah lagi besok untuk mengambilnya.""Oh begitu. Baiklah kalau semuanya sudah siap."Aku heran dengan sikap Mas Rian, tadi sewaktu Papa memintanya untuk segera meresmikan pernikahan kami wajahnya begitu pucat. Namun sekarang malah kembali ceria
Ternyata mereka sekarang chat di aplikasi Whatsapp! Uh sudah berani skalian rupanya. Langsung saja kubuka chat yang di namai 'Sekar Sayang' itu.[Sayang, Mas di suruh menikah resmi dengan Hilda bagaimana ini?] kata Mas Rian sepertinya nampak panik.[Ya sudahlah. Lagian kan kita sudah rujuk. Nggak apa-apa. Nanti kalau Mas sudah bosan tinggal ceraikan aja dia, bikin aja alasannya kalau Hilda nggak hamil-hamil. Gampang kan?] balas Sekar. Aku kaget ketika menemukan kenyataan lagi bahwa mereka sudah rujuk. Lalu apa sebenarnya alasan Mas Rian mau saja ketika Papanya menyuruh kami meresmikan pernikahan? [Wah, betul juga ya. Itu alasan gampang. Lagipula kan Hilda wanita bodoh, mudah saja di bohongi!] [Tuh kan. Apa ku bilang! Manfaatkan saja dia Mas selagi bisa. Jangan sampai gagal, Mas. Ini kesempatan emas lho. Aku rela saja Mas Rian menikah resmi dengannya. Tapi Mas janji lho harus segera menceraikan dia kalau tujuan Mas sudah tercapai.]Aku mengepalkan tanganku dengan kuat. Setega itu di
Pergi ku rasa adalah keputusan yang terbaik daripada harus menanggung rasa sakit seumur hidup.Aku keluar dari pagar rumah keluarga Mas Rian. Sekali lagi aku menengok ke belakang. Selamat tinggal semua kenangan indah yang kau berikan Mas. Selamat tinggal juga rasa sakit yang selama ini kutahan demi mempertahankan keutuhan rumah tangga kita. Aku berjalan menyusuri trotoar jalan hingga akhirnya aku memesan taksi online. Tak sampai 5 menit orderan taksiku datang.Akhirnya sampai di rumahku. Walau mataku masih sembab. Tapi aku yakin, aku tidak dapat menyembunyikan kesedihannya di hadapan Ayah dan Bundaku.Tok, tok, tok..Aku mengetuk pintu rumahku. Bunda yang membuka pintu rumahku. Aku pun langsung masuk dan memeluk Bunda. Tangis yang sedari tadi tidak dapat kubendung lagi."Sabar ya, Nak. Bunda yakin kamu wanita yang kuat. Sesungguhnya Nak ujian dari Allah itu bermacam-macam. Manusia yang di uji oleh Allah adalah dia hamba yang terpilih. Insya Allah, kamu bisa melewati ini semua." Bund
"Terus aku harus bagaimana?" pinta Mas Rian. "Apa aku harus ceraikan Sekar?" Ceraikan Sekar katanya? Untuk apa? Sedangkan hati Mas Rian saja sudah tidak ada untukku. "Kamu mau menceraikan Sekar, Mas? Sedangkan kalian baru saja rujuk. Pernikahan bukan buat permainan, Mas!" Aku menampik. "Tidak semudah itu Mas menceraikan seseorang. Sekar juga wanita sama sepertiku. Buat apa kau melukai lagi hatinya dengan main cerai, rujuk lagi, kemudian rujuk lagi," sambungku dengan kesal."Tapi Hil. Jujur Mas menyesal telah menyesal membiarkanmu tadi malam pergi. Mas juga sedang tersulut emosi. Mas nggak mau berpisah sama kamu. Makanya Mas dan Mama menyusulmu kemari dan ingin menjemputmu pulang." Kulirik Mama sedang menangis dan menyeka air matanya dengan tisu. Mungkin beliau juga tidak menyangka anak laki-laki yang begitu di banggakan malah berkhianat."Mama nggak menyangka kamu akan bersikap seperti ini, Yan! Kalau begini Mama sudah gagal mendidikmu. Sudah Mama bilang jangan rujuk dengan Sekar
Hari ini seharusnya menjadi hari yang paling membahagiakan dalam hidupku namun mengetahui kenyataan bahwa Mas Rian telah mengkhianati pernikahan kami."Sudah, Sayang. Nggak usah bersedih ya. Kamu harus tetap bahagia hari ini," hibur Bunda. Aku hari ini tetap mengenakan gaun sederhana berwarna putih tulang yang sudah kujahit sendiri, Yuni menambahkan payet di beberapa bagian gaun. Katanya agar terlihat lebih manis. Tak lupa kugunakan hijab segi empat yang menutup dada dengan warna yang senada.Polesan makeup tipis oleh Mbak perias menambah segar penampilanku hari ini. Meskipun kulihat awan mendung di wajahku. Aku harus tetap terlihat tegar.Lani dan Wenda, sahabatku semenjak SMA datang dan langsung memelukku."Kamu yang sabar ya, Hil," kata Lani sambil mengusap kepalaku."Insya Allah, Allah akan menggantikan dengan pria yang lebih baik." Wenda menimpali."Aamiin, Allahumma Aamiin," jawabku terharu atas sikap mereka yang penuh dengan ketulusan."Aku harus banyak-banyak bersyukur aja. A