Hari ini seharusnya menjadi hari yang paling membahagiakan dalam hidupku namun mengetahui kenyataan bahwa Mas Rian telah mengkhianati pernikahan kami."Sudah, Sayang. Nggak usah bersedih ya. Kamu harus tetap bahagia hari ini," hibur Bunda. Aku hari ini tetap mengenakan gaun sederhana berwarna putih tulang yang sudah kujahit sendiri, Yuni menambahkan payet di beberapa bagian gaun. Katanya agar terlihat lebih manis. Tak lupa kugunakan hijab segi empat yang menutup dada dengan warna yang senada.Polesan makeup tipis oleh Mbak perias menambah segar penampilanku hari ini. Meskipun kulihat awan mendung di wajahku. Aku harus tetap terlihat tegar.Lani dan Wenda, sahabatku semenjak SMA datang dan langsung memelukku."Kamu yang sabar ya, Hil," kata Lani sambil mengusap kepalaku."Insya Allah, Allah akan menggantikan dengan pria yang lebih baik." Wenda menimpali."Aamiin, Allahumma Aamiin," jawabku terharu atas sikap mereka yang penuh dengan ketulusan."Aku harus banyak-banyak bersyukur aja. A
Mataku mengerjap beberapa kali. Cahaya lampu berwarna putih menyilaukan mataku. Aku pun membuka mata. Ah aku dimana? Kurasakan perih di bawah perutku, tanganku pun aku karena tertancap selang infus, dan di hidungku juga di pasang selang oksigen.Ya Allah aku kenapa? Aku mencoba mengingat deretan kejadian sebelum aku berada di sini. Ketika mencoba mengingatnya, kepalaku malah pusing."Bunda, Ayah. Aku dimana?" tanyaku secara tiba-tiba."Alhamdulillah kamu sudah sadar,Nak." Bunda menghampiri dan mengelus tanganku."Kamu sekarang sedang di rumah sakit, Nak. Kamu sedang di rawat. Tadi kamu pingsan," jawab Ayah dengan lembut.Aku menatap Ayah dan Bunda bergantian."Bun, kenapa bagian bawah perut Hilda sakit?"Mereka berdua saling berpandangan. Kemudian Bunda menangis. Ayah langsung memeluk dan menenangkan Bunda."Yah, kenapa kalian menangis? Hilda sudah membuat kesalahan ya kepada Ayah dan Bunda?" balasku heran."Enggak. Hilda enggak ada salah sama Ayah dan Bunda," jawab Bunda menangis pil
PoV AuthorSementara Pak Wira tertawa terbahak-bahak. Rian menatap Hilda dengan tajam."Papa, benar apa yang di katakan Mas Rian. Yang anak Papa kan Mas Rian, kenapa malah Hilda yang akan Papa berikan warisan?" sela Hilda dengan perasaan tak enak."Hilda, Papa memberikan warisan kepadamu karena Papa yakin kamu dapat mengelola harta Papa dengan baik. Papa berharap setelah nanti Papa tiada, harta Papa yang kamu kelola bisa bermanfaat terhadap sesama juga," sahut Pak Wira dengan bijak."Papa jahat! Kenapa Papa nggak percaya dengan Rian? Papa malah percaya dengan orang yang baru Papa kenal beberapa bulan ini." balas Rian dengan kesal."Lho kenapa kamu harus marah-marah begitu Rian? Bukannya kalau Papa serahkan pada Hilda, dia bisa memperbesar usaha menjahitnya bukan?" "Tapi Hilda kan nggak mau kembali sama Rian, Pa. Kalau Papa serahkan sama Hilda, Rian jadi nggak kebagian apa-apa dong?" sungut Rian. "Karena Papa dan Mama sudah berulang kali menasehatimu agar jangan rujuk dengan Sekar! T
Hilda melihat Rian keluar dari ruangan dokter Laila dan begitu kaget melihat Rian berjalan dengan seorang wanita yang sedang hamil tujuh bulan?Rian yang tidak menyadari kehadiran Hilda di ruang tunggu. Sedangkan Hilda sendiri gusar. Apakah wanita itu Sekar? Dia memang tidak pernah bertemu dengan Sekar secara langsung tapi dia pernah melihat foto Sekar di aplikasi facebook. Sedangkan wanita yang sedang bersama Rian ini tidak mirip sama sekali dengan foto Sekar. Hilda menghela nafas. Siapa lagi wanita yang sedang bersama Rian ini? Bukankah ketika dia membaca chat dari Sekar beberapa waktu lalu, Sekar bilang baru saja hamil. Kenapa sekarang Mas Rian bersama wanita lain yang sedang hamil besar?Begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang berputar di kepalanya. Tanpa sengaja mata Rian bertemu dengan Hilda. Padahal Hilda tidak ingin bertegur sapa dengan Rian tapi takdir malah berkata lain."Hilda?" Rian kaget bukan main. Dia sampai melepaskan tangannya yang sedang menggandeng wanita itu. Hi
“Sakit tahu tadi kamu injak kakiku pas di rumah sakit, Mas!” protesArini yang kakinya masih nyu-nyutan karena di injak Rian.“Aduh maaf sayang! Kamu juga tadi harusnya diem aja, nggak usah banyak berbicara,” jawab Rian menenangkan Arini.“Tapi aku tadi gemes banget, Mas. Masa itu cewek mulutnya lemes banget. Emang dia itu siapa?”“Dia itu…” Rian bingung harus jujur atau tidak. Apalagi menghadapiArini yang kepo dan luar biasa cerewetnya.“Oh, aku tahu! Pasti mantan pacar kamu kan, yang nggak jadi kamu nikahin?”Huft. Syukurlah Arini mengira kalau Hilda tadi adalah mantan pacar Rian, kalau dia curiga mantan istri kan bisa gawat urusannya.“Yuk, sekarang aku antar kamu pulang ya. Aku masih banyak kerjaan di kantor,” sahut Rian yang sedang mengelus perut besar Arini.“Sehat-sehat ya jagoan Papa,” Rian kemudian mengecup perut dan kening Arini.“Mas, tapi aku laper nih. Kita makan dulu ya,” Arini merajuk.Rian melirik jam tangannya yang bermerk apel di gigit.“Maaf sayang, Mas nggak bisa.
Beberapa hari kemudian.Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tetapi Hilda belum bisa memejamkan matanya. Rupanya Hilda masih memikirkan tentang rentetan kejadian yang begitu cepat membalikkan keadaannya. Mulai dari Rian yang tiba-tiba berkhianat padanya, kemunculan Rian dengan wanita lain yg bernama Arini, dan Sekar yang tiba-tiba mengirim pesan padanya. Serta yang tak kalah hebohnya adalah maksud Rian memberinya pil KB. Hilda belum pernah meminum pil KB makanya dia tidak menyangka sama sekali kalau Rian memberikannya pil itu.Selama ini Hilda tidak tahu kalau dia hanya di jadikan pelarian saja oleh Rian. Padahal Rian hanya setengah hati saja mencintainya. Timbul ide jahat Hilda untuk mengerjai Rian dan Sekar. Bukankah mereka berdua sudah bersenang-senang di balik penderitaan Hilda? Hilda membuka galeri ponselnya. Untung dia kemarin sempat memotret Rian dan Arini bergandengan tangan ketika keluar dari ruangan praktek dokter Laila. Hilda berpikir, dia tidak mungkin m
PoV Rian Aku begitu panik ketika mengetahui Sekar berani datang ke kantorku ketika aku bersama dengan Arini.Aku membawa Arini ke rumah sakit karena dia kesakitan perut akibat di pukul oleh Sekar. Kami langsung menuju IGD. "Suster, tolong. Istri saya kesakitan," teriakku pada salah satu suster. "Baik, Pak. Kami akan mengecek istri anda dulu," jawab suster itu. "Bapak tunggu di luar saja dulu." Beberapa menit kemudian, aku melihat Arini di bawa keluar dari ruang IGD. "Pak Rian, kami akan membawa Bu Arini ke ruang bersalin karena beliau sudah mengalami pecah ketuban dan pembukaan." "Baik, Sus. Lakukan yang terbaik untuk istri saya." Aku mengikuti suster yang membawa Arini ke ruang bersalin. Dia begitu kesakitan dan tak memperhatikanku. Aku menunggu di luar.Setelah hampir sepuluh menit, aku mendengar suara tangisan bayi. Alhamdulillah. Akhirnya anakku lahir."Selamat Pak, anaknya perempuan," kata suster. "Beratnya tiga kilogram. Panjangnya empat puluh delapan sentimeter." "Alham
Pak Wira baru saja pulang. Hilda gemetar setelah menerima sertifikat tanah dari Pak Wira. Dia bingung apakah lebih baik tanah ini segera di jual saja daripada terjadi sengketa? Sedangkan di sertifikat tanah itu atas nama Hilda.Hilda pulang ke rumah, dia butuh istirahat karena hari ini tadi dia dan Yuni sudah menyebarkan lowongan kerja lewat sosial media. Mereka berharap besok akan ada yang datang melamar pekerjaan. * * "Kak, ada dua orang yang mencari Kakak. Katanya mereka mau melamar pekerjaan," kata Yuni kepada Hilda yang sedang asyik menggambar pola baju tunik. "Ya, suruh tunggu sebentar, Yun," jawabku sambil meletakkan pensilnya.Hilda segera menemui mereka di ruang depan."Permisi, Mbak. Kami ke sini ingin melamar pekerjaan," kata seorang laki-laki yang bertubuh sedang dan berkulit putih itu. "Iya, Mbak. Apakah masih ada lowongan untuk kami," kata seorang perempuan yang berhijab segiempat. "Kalian saling kenal?" Hilda malah melontarkan pertanyaan yang tak penting. "Belum M