PoV Rian Aku begitu panik ketika mengetahui Sekar berani datang ke kantorku ketika aku bersama dengan Arini.Aku membawa Arini ke rumah sakit karena dia kesakitan perut akibat di pukul oleh Sekar. Kami langsung menuju IGD. "Suster, tolong. Istri saya kesakitan," teriakku pada salah satu suster. "Baik, Pak. Kami akan mengecek istri anda dulu," jawab suster itu. "Bapak tunggu di luar saja dulu." Beberapa menit kemudian, aku melihat Arini di bawa keluar dari ruang IGD. "Pak Rian, kami akan membawa Bu Arini ke ruang bersalin karena beliau sudah mengalami pecah ketuban dan pembukaan." "Baik, Sus. Lakukan yang terbaik untuk istri saya." Aku mengikuti suster yang membawa Arini ke ruang bersalin. Dia begitu kesakitan dan tak memperhatikanku. Aku menunggu di luar.Setelah hampir sepuluh menit, aku mendengar suara tangisan bayi. Alhamdulillah. Akhirnya anakku lahir."Selamat Pak, anaknya perempuan," kata suster. "Beratnya tiga kilogram. Panjangnya empat puluh delapan sentimeter." "Alham
Pak Wira baru saja pulang. Hilda gemetar setelah menerima sertifikat tanah dari Pak Wira. Dia bingung apakah lebih baik tanah ini segera di jual saja daripada terjadi sengketa? Sedangkan di sertifikat tanah itu atas nama Hilda.Hilda pulang ke rumah, dia butuh istirahat karena hari ini tadi dia dan Yuni sudah menyebarkan lowongan kerja lewat sosial media. Mereka berharap besok akan ada yang datang melamar pekerjaan. * * "Kak, ada dua orang yang mencari Kakak. Katanya mereka mau melamar pekerjaan," kata Yuni kepada Hilda yang sedang asyik menggambar pola baju tunik. "Ya, suruh tunggu sebentar, Yun," jawabku sambil meletakkan pensilnya.Hilda segera menemui mereka di ruang depan."Permisi, Mbak. Kami ke sini ingin melamar pekerjaan," kata seorang laki-laki yang bertubuh sedang dan berkulit putih itu. "Iya, Mbak. Apakah masih ada lowongan untuk kami," kata seorang perempuan yang berhijab segiempat. "Kalian saling kenal?" Hilda malah melontarkan pertanyaan yang tak penting. "Belum M
"Rian cukup! Kamu enggak perlu memohon dan mengemis kepada Hilda! Perbuatannya itu sungguh memalukan!" hardik Pak Wira kepada anak bungsunya itu. "Tapi Pa, Rian nggak mau kehilangan istri Rian lagi. Rian masih mencintai Hilda. Bagaimana pun Hilda juga pernah mengisi hidup Rian," protes Rian sengit. Hilda menjadi bimbang. Bagaimana ini? Dia sebenarnya sudah tidak mencintai Rian lagi. Lebih baik sendiri dan menjanda daripada harus bersama dengan orang yang sudah mengkhianatinya."Maaf Mas, aku tidak bisa," jawab Hilda dengan tegas."Kenapa Hil? Apakah kamu sudah mempunyai pria lain di hatimu sehingga kamu menolakku?" jawab Rian keheranan karena sebelumnya dia sudah percaya diri bahwa Hilda akan menerima dirinya."Bukan. Bahkan aku belum dekat dengan siapa-siapa. Aku tidak mau gegabah lagi dalam memilih pasangan. Memilih pasangan adalah menentukan masa depan kita.""Kalau begitu, izinkanlah aku untuk memperbaiki masa lalu kita agar masa depan kita lebih bahagia.""Maaf Mas Rian. Aku le
Rian tentu saja sangat sakit hati. Kini dia harus kehilangan istri-istrinya. Pikirannya begitu kacau. Dia memilih lebih pergi duluan meninggalkan rumah Hilda. Arrgggh. Rian memukul stir mobilnya. Dia begitu kesal. Dia pikir Hilda mau dia ajak rujuk. Tetapi dia salah besar. ]Hilda, kenapa kamu tidak mau lagi balikkan denganku? Apa kurangnya aku di matamu? Bukankah sudah kuceraikan Hilda dan Sekar demi kamu. Jujur aku masih mencintaimu sayang.] Rian mengirim pesan WA kepada Hilda. Hilda yang baru saja akan memejamkan mata, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ah pesan dari Rian, mau apa lagi dia, bathinnya. Hilda sudah menduganya. Rian pasti tidak henti-hentinya mengirimkan pesan kepadanya. [Kamu benar-benar masih sayang aku?] balas Hilda. Sementara itu, Rian malah berbunga-bunga membaca pesan dari Hilda. Yes, apakah ini pertanda kalau dia mau ku ajak rujuk? gumam Rian. [Tentu saja Hil. Kalau kamu mau rujuk denganku, aku janji. Aku akan berusaha membahagiakan kamu. Apapun maumu akan kut
Wajah Rian yang asalnya ceria tiba-tiba mendadak pucat pasi. Rasa marah dan panik bercampur aduk. "Oh my God! Siapa yang telah berani menyebar video ini?" gumam Rian resah. "Kamu kenapa Yan, kok bingung gitu? Ternyata kamu hebat juga ya," ledek Erdi."Aku enggak habis pikir Er! Kok bisa sih videoku tersebar gitu?" "Aku enggak tahu juga. Tadi anak-anak pada ribut. Kukira ngeliatin apaan. Eh ternyata video kamu. Tapi sayang ceweknya enggak keliatan. Yah enggak seru sih. Jadinya cuma setengah-setengah aja nontonnya," kekeh Erdi. Rian mengepalkan tangannya. Siapa yang berani menyebarkan videonya dengan Arini? Pasti ini pekerjaan Arini. Siapa lagi yang berani selain dia? Rian sudah mencoba berkali-kali menghubungi ponsel Arini tetapi ponselnya tidak aktif atau Arini sudah memblokir nomor WA Rian. "Arggghh si*l! Kenapa bisa begini," gumam Rian sambil meremas rambutnya dengan kasar. Rian berjalan menuju ruangannya. Tetapi sepanjang jalan para pegawai dan juga teman-temannya saling ber
Rian yang sedang frustasi dan putus asa menyetir mobilnya tanpa arah dan tujuan. Sebenarnya tadi sore sudah berusaha menemui Arini di rumahnya, tetapi rumahnya kosong. Kata tetangga, Arini dan Ibunya sudah pindah keluar kota sambil membawa bayinya yang masih merah. "Sial*n," umpat Rian dengan kesal. "Pasti dia sengaja kabur karena dialah yang sudah menyebarkan videoku dengannya itu." Rian merasa tertipu dan kalah. Secepat ini Arini bisa kabur. Apa sebenarnya maksud Arini menyebarkan video panas mereka? Apa memang Arini mau membuat Rian hancur?Rian yang masih kesal mampir ke sebuah mini market karena dia merasa tenggorokannya sangat kering. Namun baru saja selesai memarkirkan mobilnya, betapa kagetnya dia karena melihat mantan istrinya, Hilda sedang jalan dengan seseorang. Ah! Itu kan Bobby. Astaga kok bisa sih Hilda dengan Bobby? bathin Rian. Bobby adalah teman SMA Rian yang terkenal kaya dan juga cerdas. Yang membuat Rian heran adalah kenapa Hilda bisa kenal dan dekat dengan Bobby
Keesokan harinya. Rian sungguh kebingungan kemana dia akan bekerja. Orangtuanya tentu saja tidak mengetahui kalau dia di pecat. Kalau sampai tahu tentu saja dia akan di marahin habis-habisan."Rian, kenapa kamu kok malah pucat seperti itu?" tanya Bu Ersi."Ah, enggak apa-apa Ma. Rian cuma kurang enak badan?" jawab Rian lesu."Oh ya? Yang benar? Kalau kamu sakit, kamu enggak usah masuk kerja. Kita ke dokter aja siang nanti." "Enggak usah Ma, Rian mau berangkat kerja aja langsung," jawab Rian berdusta."Oh ya sudah kalau gitu, hati-hati," teriak Bu Ersi.Rian mengendarai mobilnya tanpa arah dan tujuan. Dia bingung mau kemana. Ingin kembali melamar pekerjaan, tapi dia tidak mau menjadi karyawan. Rian memutuskan untuk singgah di taman di pinggir kota. Dia merebahkan dirinya di kursi panjang sambil menyesap sebatang rok*k. Dia begitu menyesal. Mengapa hidupnya begitu berantakan hanya karena nafsu sesaat saja. Sementara di lain tempat, Sekar yang sudah mengetahui dimana Rian berada kar
Rian sengaja hanya diam saja ketika Sekar mengajaknya berbicara. Dia sebenarnya sudah tidak mencintai Sekar lagi. Sekar sudah meninggalkannya dan pergi dari rumahnya, artinya sudah tiada maaf lagi untuk Sekar. Untungnya, Rian dan Sekar belum sempat untuk rujuk secara resmi di pengadilan. Jadinya urusannya tidak rumit. "Rian? Kamu kenapa? Kok mukaku pucat begitu? Kamu sakit? tanya Sekar dengan pertanyaan yang bertubi-tubi. Rian masih diam saja. "Rian! Kamu tuli ya? Kamu dengar aku kan?" Rian tetap tak bergerak."Riaaaan! Apa kamu sudah gila?" ucap Sekar frustasi sambil mengacak rambutnya. Rian yang sudah tidak ada hati lagi untuk Sekar, akhirnya beranjak dari tempat duduknya. Sekar berusaha mengejar Rian. Tetapi tidak berhasil. Rian langsung masuk ke dalam mobilnya. "Rian! Ku mohon jangan tinggalkan aku!" teriak Sekar. Dengan nafas yang terengah-engah, Sekar berhenti mengejar Rian karena dia khawatir dengan kandungannya. Sudah waktunya pulang kerja, Rian berpura-pura memasang ek