"Kamu yakin kalau pernikahan kita akan di resmikan ke KUA?" tanya Mas Rian ketika kami berada di kamar.
"Memangnya kenapa Mas?" Aku bertanya sambil menyisir rambutku."Ah nggak apa-apa. Hanya saja...""Hanya saja gimana?""Kamu beneran cinta kan sama aku?" tanya Mas Rian dengan nada serius.Aku menghentikan menyisir rambutku. Baru pertama kali ini dia menanyakan pertanyaan yang menurutku seperti anak muda yang baru saja pacaran.Aku hanya tersenyum menanggapinya. Aku jadi ingat chat Mas Rian dengan Anita dan juga dengan Sekar. Seketika luka yang ingin segera kuhapus itu menganga kembali."Kamu sudah persiapkan berkas pernikahan kita ke KUA kan?" tanya Mas Rian lagi."Belum, Mas. Lagi pula sepertinya sudah terkumpul juga di lemariku. Jadi tidak susah lagi besok untuk mengambilnya.""Oh begitu. Baiklah kalau semuanya sudah siap."Aku heran dengan sikap Mas Rian, tadi sewaktu Papa memintanya untuk segera meresmikan pernikahan kami wajahnya begitu pucat. Namun sekarang malah kembali ceria."Hil, aku ke ruang kerja dulu ya. Mau menyiapkan berkas pernikahan kita dan juga menyelesaikan pekerjaan yang tertunda. Kamu kalau sudah mengantuk lebih baik tidur aja ya." "Iya, Mas. Paling sebentar lagi aku tidur," jawabku dengan nada malas.Mas Rian akhirnya keluar. Kesempatan akhirnya tiba juga untuk melihat hasil tangkapan layar ponsel Mas Rian tempo hari.[Halo Sekar, gimana kabarmu sekarang? Mas kangen sama kamu.] Mas Rian rupanya yang lebih dulu mengirim pesan kepada Sekar saat aku membuka chat mereka di aplikasi telegram. Chat ini sudah sekitar seminggu yang lalu. Entahlah apa Mas Rian dan Sekar pindah aplikasi ya karena tak kutemukan chat lagi selain ini.Ya Allah, jadi Mas Rian yang duluan mengirim chat pada Sekar. Perih kini semakin kurasakan. Haruskah aku menyudahi permainan ini begitu sakit yang kurasakan karena aku juga mulai mencintai Mas Rian. [Mas, kenapa sih ganggu aku terus? Mas harus sadar diri dong kalau sekarang Mas Rian dan Hilda sudah menikah! Mas sekarang sudah menjadi istri orang. Lebih baik sekarang Mas fokus dengan Hilda. Biarlah kini aku sendiri menanggung sendiri semua ini.][Jangan begitu, Kar. Aku masih sayang kamu. Jujur aku mengkhawatirkan keadaanku. Makanya aku selalu bertanya kabarmu. Karena aku nggak mau kehilanganmu lagi.] [Maaf, Mas. Aku nggak enak mengganggu hubunganmu dengan istri yang sekarang. Aku nggak mau di anggap pelakor dalam hubungan kalian. Meski Hilda lah yang pelakor. Yang merebut kamu dariku.][Maafkan aku, Kar. Aku juga mencintai Hilda. Tapi yakinlah aku juga sayang sama kamu. Percayalah pasti kita akan bersatu kembali.]Deg. Sampai segitu besarnya kah Mas rasa sayangmu kepada Sekar. Aku yang jelas-jelas istrimu saja kamu tak pernah berkata seperti itu padaku.[Tenang saja Mas. Aku baik-baik saja kok. Oh iya, makasih ya Mas uang transferannya. Sudah mau repot-repot mengirimkan uang kepadaku. Padahal aku kan bisa mencari uang sendiri][Nggak apa, Kar. Itu karena aku masih sayang sama kamu.] Perih menjalar di bathin yang kini kurasakan. Tega sekali kau Mas. Aku ragu kalau begini akan meresmikan pernikahanku denganmu. Sedangkan hatimu kini masih milik Sekar. Aku sebenarnya tak mau hidup di antara bayang-bayang kalian berdua. Dua insan yang masih saling cinta. Tapi karena aku orang ketiganya. Jadi kalian terpaksa saling menjauh. Ada apa dengan kalian sebenarnya. Kalau kalian masih saling mencintai. Kenapa kalian memilih untuk bercerai? Harusnya kalian sekuat tenaga kalian mempertahankan rumah tangga kalian. Bukan begini caranya. Justru akulah yang terus kalian pojokkan. Hingga aku merasa sangat sakit seperti ini. Bukanlah mauku untuk bertahan menjadi orang ketiga di antara kalian.Bagaimana dengan hari esok? Sedangkan Papa ngotot sekali untuk mengantarkan berkas pernikahan kami ke KUA. Beberapa pertanyaan itu terus saja berputar-putar di otakku. Entahlah apa aku bisa menghadapi hari esok. Ya Allah apa yang harus kulakukan? * *Keesokan harinya."Ayo kita harus segera ke KUA untuk mendaftarkan pernikahan kalian." "Baik, Pa," jawab Mas Rian mengiyakan Papa.Aku hanya masih bertahan untuk mengikuti permainan Mas Rian dan Sekar. Jujur sebenarnya membaca chat Mas Rian dan Sekar tadi malam membuat moodku berantakan hari ini.Kami berdua ke kantor KUA dengan di temani Papa. Setelah mendaftarkan berkas pernikahan di KUA kecamatan dekat rumah Mas Rian. Barulah di kecamatan dekat rumahku.Kami memang sudah sepakat sebelumnya. Ijab qobul ulang akan di laksanakan tiga hari lagi di rumahku. Karena kemarin kami melaksanakan pernikahan sirri di rumah Mas Rian dengan pesta sederhana walaupun mewah menurutku. Dengan mengundang keluarga, kerabat, serta sahabat Mas Rian. Ayah dan Bunda sudah menyiapkan pelaminan dan dekor sederhana di rumahku dengan mengundang para keluarga dan tetangga dekat. Beliau berdua menyambut baik dengan di adakannya ijab qobul ulang secara negara. Agar lebih sah.Kami akhirnya pulang karena urusan di KUA sudah selesai. Tapi aku masih penasaran bagaimana kelanjutan chat dan hubungan Mas Rian dengan Sekar. Aku harus mendapatkan ponsel Mas Rian lagi. Tapi bagaimana caranya?Karena menurutku dengan menemukan fakta baru, ini akan menentukan keputusanku bagaimana hubungan dengan Mas Rian selanjutnya.Mumpung Mas Rian, Mama, Papa, dan juga Kak Rona sedang berkumpul di ruang tamu. Aku harus mengumpulkan bukti lagi. Duh susah juga ya mengambil ponsel Mas Rian. Ternyata tidak semudah yang dibayangkan.Akhirnya aku berhasil mengambil ponsel Mas Rian karena dia letakkan di dekat televisi. Entah mereka berdebat tentang apa? Karena Kak Rona bersikeras tidak mau hadir ke acara kami karena dia ada arisan sosialita dengan teman-temannya di hari itu.Dengan gerakan cepat dan mengendap-endap. Ku ambil dan langsung kumasukkan ponsel Mas Rian ke saku gamisku. Aku memilih untuk membawanya ke halaman belakang rumah dekat kolam renang untuk membaca isi chat mereka. Ah, aku sedang tidak beruntung. Rupanya ponsel Mas Rian di beri kode sandi berupa angka enam digit. Aku harus berusaha menebaknya. Aku masukkan tanggal lahir Mas Rian tapi gagal. Aku juga memasukkan tanggal lahirku. Hasilnya juga nihil. Aduh bagaimana ini? Tentu saja aku takut kalau Mas Rian sadar ponselnya telah kuambil dan menemukanmu sedang bersembunyi di sini.Apa jangan-jangan tanggal lahir Sekar kode sandinya. Tapi aku tidak tahu tanggal lahirnya. Aku kemudian bergegas ke aplikasi f******k untuk melihat tanggal lahir Sekar. Yes dapat!Kucoba membuka kode sandinya dengan tanggal lahirnya. Dan...Berhasil.Yes. Sungguh senangnya aku. Aku langsung membuka aplikasi telegram. Tapi yang kutemukan hanya chat beberapa hari yang lalu.Apa sekarang mereka sudah berani chat lewat W******p. Cepat kubuka aplikasinya. Aku menemukan fakta yang sungguh mencengangkan...* * * Lebih baik batal pernikahan sakitnya hanya sekali di bandingkan harus menanggung perasaan perih dan tak di cintai seumur hidup.Ternyata mereka sekarang chat di aplikasi Whatsapp! Uh sudah berani skalian rupanya. Langsung saja kubuka chat yang di namai 'Sekar Sayang' itu.[Sayang, Mas di suruh menikah resmi dengan Hilda bagaimana ini?] kata Mas Rian sepertinya nampak panik.[Ya sudahlah. Lagian kan kita sudah rujuk. Nggak apa-apa. Nanti kalau Mas sudah bosan tinggal ceraikan aja dia, bikin aja alasannya kalau Hilda nggak hamil-hamil. Gampang kan?] balas Sekar. Aku kaget ketika menemukan kenyataan lagi bahwa mereka sudah rujuk. Lalu apa sebenarnya alasan Mas Rian mau saja ketika Papanya menyuruh kami meresmikan pernikahan? [Wah, betul juga ya. Itu alasan gampang. Lagipula kan Hilda wanita bodoh, mudah saja di bohongi!] [Tuh kan. Apa ku bilang! Manfaatkan saja dia Mas selagi bisa. Jangan sampai gagal, Mas. Ini kesempatan emas lho. Aku rela saja Mas Rian menikah resmi dengannya. Tapi Mas janji lho harus segera menceraikan dia kalau tujuan Mas sudah tercapai.]Aku mengepalkan tanganku dengan kuat. Setega itu di
Pergi ku rasa adalah keputusan yang terbaik daripada harus menanggung rasa sakit seumur hidup.Aku keluar dari pagar rumah keluarga Mas Rian. Sekali lagi aku menengok ke belakang. Selamat tinggal semua kenangan indah yang kau berikan Mas. Selamat tinggal juga rasa sakit yang selama ini kutahan demi mempertahankan keutuhan rumah tangga kita. Aku berjalan menyusuri trotoar jalan hingga akhirnya aku memesan taksi online. Tak sampai 5 menit orderan taksiku datang.Akhirnya sampai di rumahku. Walau mataku masih sembab. Tapi aku yakin, aku tidak dapat menyembunyikan kesedihannya di hadapan Ayah dan Bundaku.Tok, tok, tok..Aku mengetuk pintu rumahku. Bunda yang membuka pintu rumahku. Aku pun langsung masuk dan memeluk Bunda. Tangis yang sedari tadi tidak dapat kubendung lagi."Sabar ya, Nak. Bunda yakin kamu wanita yang kuat. Sesungguhnya Nak ujian dari Allah itu bermacam-macam. Manusia yang di uji oleh Allah adalah dia hamba yang terpilih. Insya Allah, kamu bisa melewati ini semua." Bund
"Terus aku harus bagaimana?" pinta Mas Rian. "Apa aku harus ceraikan Sekar?" Ceraikan Sekar katanya? Untuk apa? Sedangkan hati Mas Rian saja sudah tidak ada untukku. "Kamu mau menceraikan Sekar, Mas? Sedangkan kalian baru saja rujuk. Pernikahan bukan buat permainan, Mas!" Aku menampik. "Tidak semudah itu Mas menceraikan seseorang. Sekar juga wanita sama sepertiku. Buat apa kau melukai lagi hatinya dengan main cerai, rujuk lagi, kemudian rujuk lagi," sambungku dengan kesal."Tapi Hil. Jujur Mas menyesal telah menyesal membiarkanmu tadi malam pergi. Mas juga sedang tersulut emosi. Mas nggak mau berpisah sama kamu. Makanya Mas dan Mama menyusulmu kemari dan ingin menjemputmu pulang." Kulirik Mama sedang menangis dan menyeka air matanya dengan tisu. Mungkin beliau juga tidak menyangka anak laki-laki yang begitu di banggakan malah berkhianat."Mama nggak menyangka kamu akan bersikap seperti ini, Yan! Kalau begini Mama sudah gagal mendidikmu. Sudah Mama bilang jangan rujuk dengan Sekar
Hari ini seharusnya menjadi hari yang paling membahagiakan dalam hidupku namun mengetahui kenyataan bahwa Mas Rian telah mengkhianati pernikahan kami."Sudah, Sayang. Nggak usah bersedih ya. Kamu harus tetap bahagia hari ini," hibur Bunda. Aku hari ini tetap mengenakan gaun sederhana berwarna putih tulang yang sudah kujahit sendiri, Yuni menambahkan payet di beberapa bagian gaun. Katanya agar terlihat lebih manis. Tak lupa kugunakan hijab segi empat yang menutup dada dengan warna yang senada.Polesan makeup tipis oleh Mbak perias menambah segar penampilanku hari ini. Meskipun kulihat awan mendung di wajahku. Aku harus tetap terlihat tegar.Lani dan Wenda, sahabatku semenjak SMA datang dan langsung memelukku."Kamu yang sabar ya, Hil," kata Lani sambil mengusap kepalaku."Insya Allah, Allah akan menggantikan dengan pria yang lebih baik." Wenda menimpali."Aamiin, Allahumma Aamiin," jawabku terharu atas sikap mereka yang penuh dengan ketulusan."Aku harus banyak-banyak bersyukur aja. A
Mataku mengerjap beberapa kali. Cahaya lampu berwarna putih menyilaukan mataku. Aku pun membuka mata. Ah aku dimana? Kurasakan perih di bawah perutku, tanganku pun aku karena tertancap selang infus, dan di hidungku juga di pasang selang oksigen.Ya Allah aku kenapa? Aku mencoba mengingat deretan kejadian sebelum aku berada di sini. Ketika mencoba mengingatnya, kepalaku malah pusing."Bunda, Ayah. Aku dimana?" tanyaku secara tiba-tiba."Alhamdulillah kamu sudah sadar,Nak." Bunda menghampiri dan mengelus tanganku."Kamu sekarang sedang di rumah sakit, Nak. Kamu sedang di rawat. Tadi kamu pingsan," jawab Ayah dengan lembut.Aku menatap Ayah dan Bunda bergantian."Bun, kenapa bagian bawah perut Hilda sakit?"Mereka berdua saling berpandangan. Kemudian Bunda menangis. Ayah langsung memeluk dan menenangkan Bunda."Yah, kenapa kalian menangis? Hilda sudah membuat kesalahan ya kepada Ayah dan Bunda?" balasku heran."Enggak. Hilda enggak ada salah sama Ayah dan Bunda," jawab Bunda menangis pil
PoV AuthorSementara Pak Wira tertawa terbahak-bahak. Rian menatap Hilda dengan tajam."Papa, benar apa yang di katakan Mas Rian. Yang anak Papa kan Mas Rian, kenapa malah Hilda yang akan Papa berikan warisan?" sela Hilda dengan perasaan tak enak."Hilda, Papa memberikan warisan kepadamu karena Papa yakin kamu dapat mengelola harta Papa dengan baik. Papa berharap setelah nanti Papa tiada, harta Papa yang kamu kelola bisa bermanfaat terhadap sesama juga," sahut Pak Wira dengan bijak."Papa jahat! Kenapa Papa nggak percaya dengan Rian? Papa malah percaya dengan orang yang baru Papa kenal beberapa bulan ini." balas Rian dengan kesal."Lho kenapa kamu harus marah-marah begitu Rian? Bukannya kalau Papa serahkan pada Hilda, dia bisa memperbesar usaha menjahitnya bukan?" "Tapi Hilda kan nggak mau kembali sama Rian, Pa. Kalau Papa serahkan sama Hilda, Rian jadi nggak kebagian apa-apa dong?" sungut Rian. "Karena Papa dan Mama sudah berulang kali menasehatimu agar jangan rujuk dengan Sekar! T
Hilda melihat Rian keluar dari ruangan dokter Laila dan begitu kaget melihat Rian berjalan dengan seorang wanita yang sedang hamil tujuh bulan?Rian yang tidak menyadari kehadiran Hilda di ruang tunggu. Sedangkan Hilda sendiri gusar. Apakah wanita itu Sekar? Dia memang tidak pernah bertemu dengan Sekar secara langsung tapi dia pernah melihat foto Sekar di aplikasi facebook. Sedangkan wanita yang sedang bersama Rian ini tidak mirip sama sekali dengan foto Sekar. Hilda menghela nafas. Siapa lagi wanita yang sedang bersama Rian ini? Bukankah ketika dia membaca chat dari Sekar beberapa waktu lalu, Sekar bilang baru saja hamil. Kenapa sekarang Mas Rian bersama wanita lain yang sedang hamil besar?Begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang berputar di kepalanya. Tanpa sengaja mata Rian bertemu dengan Hilda. Padahal Hilda tidak ingin bertegur sapa dengan Rian tapi takdir malah berkata lain."Hilda?" Rian kaget bukan main. Dia sampai melepaskan tangannya yang sedang menggandeng wanita itu. Hi
âSakit tahu tadi kamu injak kakiku pas di rumah sakit, Mas!â protesArini yang kakinya masih nyu-nyutan karena di injak Rian.âAduh maaf sayang! Kamu juga tadi harusnya diem aja, nggak usah banyak berbicara,â jawab Rian menenangkan Arini.âTapi aku tadi gemes banget, Mas. Masa itu cewek mulutnya lemes banget. Emang dia itu siapa?ââDia ituâŚâ Rian bingung harus jujur atau tidak. Apalagi menghadapiArini yang kepo dan luar biasa cerewetnya.âOh, aku tahu! Pasti mantan pacar kamu kan, yang nggak jadi kamu nikahin?âHuft. Syukurlah Arini mengira kalau Hilda tadi adalah mantan pacar Rian, kalau dia curiga mantan istri kan bisa gawat urusannya.âYuk, sekarang aku antar kamu pulang ya. Aku masih banyak kerjaan di kantor,â sahut Rian yang sedang mengelus perut besar Arini.âSehat-sehat ya jagoan Papa,â Rian kemudian mengecup perut dan kening Arini.âMas, tapi aku laper nih. Kita makan dulu ya,â Arini merajuk.Rian melirik jam tangannya yang bermerk apel di gigit.âMaaf sayang, Mas nggak bisa.