Share

PESONA DOKTER SARAH
PESONA DOKTER SARAH
Penulis: Potato Girl

1. Bahan Gombalan Pasien

"Suara apaan tuh, Pak?" tanya seorang wanita sembari melongokkan kepala keluar jendela mobil pick up yang membawanya. Sang supir menghentikan mobil, ikut mencari asal suara.

"Kayak orang nabrak sesuatu gak sih, Bu?"

"Kok nanya balik sih, Pak? Saya juga gak tahu," sahutnya sewot.

Baru beberapa detik keduanya keluar dari mobil. Suara seseorang meminta tolong terdengar dari balik semak belukar lebat yang ada di seberang jalan. Keduanya berlari melewati rerumputan setinggi lutut.

Si supir menuruni tanah yang agak landai. Kemudian dia berteriak, "Bu Dokter! Ada yang ketabrak pohon nih!"

Dokter wanita dengan nametag Sarah itu mendekat. Mendapati seorang pria terbaring lemas di bawah kendaraan trailnya. Sarah membiarkan si supir pick up menggiring sendiri motor itu menuju mobil. Sedangkan dia kini merogoh saku jas, mengeluarkan sarung tangan karet, memakainya sebelum menyentuh pria tersebut.

"Pak tolongin dong!" serunya.

"Kirain Bu Dokter mau ngangkat sendiri."

"Ya kali, Pak. Ayo tolongin, dia perlu diobatin. Lukanya lumayan loh," kata Sarah. Supir itu mengangguk, kembali turun dan membantu Sarah menyeret pria tadi ke bagian box pick up. Sarah menyusul dan duduk di sebelah kendaraan trail yang berada di antara kotak-kotak berisi obat dan keperluan lainnya.

"Jalan aja, Pak. Saya yang nemenin dia di sini."

"Siap Bu Dokter," ujar si supir segera masuk bagian kemudi. Melaju menuju desa yang berada jauh dari area hutan pinus yang mereka lewati. Sepanjang jalan hanya ada deretan pohon yang menjulang tinggi. Tersusun rapi dengan ukuran yang sama.

Sarah mengalihkan tatapan pada pria di sampingnya. Mengamati wajahnya yang cukup tampan, rambut amburadulnya, juga pada tato di bagian lengannya, kemudian beralih pada pakaiannya yang berupa kaos usang kumal dan kotor.

Jemari Sarah menyeka rumput yang menyangkut di rambut hitam pria tersebut. "Dia kenapa sih, sampai pohon aja ditabrak? Heran," gerutu Sarah lalu mengalihkan tatapan ke area hutan yang mereka lewati.

Matahari perlahan meredup. Kegelapan menyelimuti perjalanan mereka. Hanya ada sorot lampu mobil yang perlahan terganti cahaya di setiap rumah warga. Sarah tersenyum lebar waktu melihat bangunan beton bercat putih tampak kokoh di depan sana.

Ada beberapa orang yang menunggu mereka datang. Saat melihat Sarah turun melompati pembatas box, mereka menghampiri. Terkejut mendapati seorang pria terbaring bersama motor trailnya.

"Loh, kok si Adam bisa ikut Mang Udin sih?" tanya salah satu warga, kebingungan.

"Dia tadi nabrak pohon... terus pingsan, makanya kita bawa. Tolong bawa masuk biar saya obati," perintah Sarah.

Mereka mengangguk, segera menggotong Adam menuju ruang perawatan. Membaringkannya di bangsal.

"Makasih, saya akan obati dia. Bapak sekalian bisa bantu Mang Udin aja buat ngangkat beberapa barang ke dalam," kata Sarah. Dia mengambil alkohol dan membersihkan luka di tubuh Adam, membubuhkan obat merah kemudian membalutnya dengan perban.

Selesai, dia berkemas dan menyusun barang-barang keperluan di puskesmas bersama beberapa perawat lain. Ada banyak perlengkapan yang masih kurang dan juga obat-obatan yang mesti Sarah siapkan di sana. Alhasil, dia memilih untuk menyelesaikannya sendiri.

"Kalian bisa pulang kok. Saya bakalan selesain ini sendiri," ujar Sarah.

"Tapi Bu Dokter'kan baru datang. Masa udah kerja sampai begadang sih?"

Sarah mengulas senyum, menunjuk pada Adam yang masih belum sadar di bangsal. "Saya juga bakalan temenin dia."

"Tapi Bu--"

"Gak apa-apa, saya sudah biasa kok. Kalian pulang aja dulu, besok datang lebih pagi aja buat bantu saya. Oke?"

Dua perawat wanita itu akhirnya mengangguk. Meninggalkan Sarah yang kini berdiri di samping bangsal Adam. Menjulurkan tangan dengan hati-hati ke dahi Adam. Alisnya berkerut ketika merasakan kulit Adam.

"Panas," gumam Sarah bergegas keluar kamar tersebut.

***

"Akhh!"

"Ayah?" tanya seorang pria, memecah kegentingan antara dua orang yang saling berhadapan itu. Bercak darah memenuhi baju kemeja keduanya. Salah satu dari mereka menjulurkan tangan.

"A-ad-adam! Pp-pergi dari sini, Nak!" ucapnya terbata-bata.

Adam yang berdiri mematung di depan pintu. Baru sadar, jika darah yang membasahi baju dua orang itu adalah darah sang ayah. Suara erangannya membuat lutut Adam bergetar. Dia melangkah mundur. Siap lari dari sana.

Tubuh ayahnya jatuh, telentang dengan satu pisau menancap di dada. Namun pria itu masih sadar. Dengan sisa tenaga yang ada, dia mengangkat kepala, menatap Adam.

"Pergi Adam!" perintah ayahnya lagi sambil terbatuk-batuk.

Darah menggenang, bau anyir menyeruak ke indra penghidu Adam. Dia mau berlari, tapi sosok yang masih membelakanginya itu bersuara, "Pengecut! Dasar lelaki pengecut!"

Adam mengepalkan tangan, menatap punggung pria itu. Dalam hitungan detik dia berlari, menarik bahunya seraya bersiap melayangkan tinju. Namun....

"Aaaakhhh!"

Adam membuka mata saat merasakan sesuatu yang basah mengenai wajahnya. Dia bangun. Duduk dengan cepat, menoleh pada sosok berbaju putih di sebelahnya.

"Aaaakhhh setan!" teriaknya lagi sampai terjatuh dari bangsal. Sarah berjalan ke dekat Adam, menepuk pundak pria itu.

"Setan....!" teriak Adam sambil menutup wajah. Mengabaikan rasa sakit yang mendera bokongnya.

Sarah memutar bola mata, sebal melihat tingkah Adam. Sekali lagi dia menepuk pundak Adam lebih keras. "Kamu mimpi apa sih sampai teriak-teriak begini? Aku bukan setan tau!"

Adam mengintip dari celah jemari. "Terus kamu siapa hah?" tanyanya masih takut.

"Aku Sarah. Dokter baru di sini," ujarnya sembari melipat tangan di atas lutut. Tersenyum lebar pada Adam yang menganga tak percaya. Terperangah karena sosok cantik di depannya sekarang.

Sarah berdiri, meninggalkan Adam yang masih mematung di bawah bangsal. Pria dengan tampilan kucel itu segera bangun dan menghampiri Sarah yang tengah membereskan botol-botol alkohol di dalam lemari.

"Jadi kamu dokter baru? Wah, mimpi apa aku semalam sampai ketemu bidadari surga kayak kamu!" kata Adam membuat Sarah menoleh, mengamati wajah cengengesannya yang menggelikan.

"By the way, kenapa kamu teriak-teriak tadi? Mimpi buruk?" tanya Sarah kemudian menutup pintu lemari. Menyandarkan punggung di sana. Mengawasi gerak gerik Adam yang kelihatan canggung.

"Bukan apa-apa. Udah biasa."

"Mimpi buruk setiap malam?"

"Bisa dibilang begitu, tapi mungkin setelah malam ini... aku bakalan mimpi indah terus." Adam menyengir sekaligus mengalihkan pembicaraan mereka.

Sarah menaikkan satu alisnya. "Kenapa?"

"Karena mungkin aku bakalan mimpiin wajah cantik Dokter Sarah."

'Gombalmu basi!' batin Sarah dongkol. Dia mendesah kemudian menarik ujung kaos Adam menuju pintu keluar. Tak peduli pria itu terseok-seok mengikuti langkah kakinya.

"Sepertinya kamu udah gak perlu aku obatin lagi. Sekarang mending kamu pulang dan tidur," instruksinya sambil menunjuk ke arah motor trail Adam yang mogok.

"Masa aku diusir sih, Dok? Gak pengen ditemenin gitu?"

"Mending aku ditemenin setan daripada kamu," sahut Sarah lalu menutup pintu puskesmas. Namun belum sempat pintu itu tertutup, Adam mengganjalnya dengan tangan. Mendorong pelan hingga dia bisa melihat Sarah lagi.

"Dok, sebelum aku pergi. Boleh nanya gak?"

"Apa?"

"Udah punya gandengan belum?" tanya Adam.

Sarah langsung menutup pintu dan menguncinya. Berjalan menuju wastafel. Dia menghela napas lega, mengamati jemarinya yang bergetar. "Kenapa wajah Adam sekilas mirip dengan si brengsek itu ya?"

TBC

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status