Share

Pergi

Jam menunjukkan pukul 07.30 barang-barang Hana kini sudah dikemas rapi di koper besar berwarna hitam. Matanya menyapu semua ruangan tidak ada yang tersisa disana terkecuali pajangan foto Hana bersama teman-temannya satu pesantren Darul Ulum waktu itu.

"Ayo, Njenengan sudah kemas semua barangnya 'kan?" tanya Hazmi alisnya dinaikan satu keatas.

"Iya Gus!"

"Bersikap biasalah didepan Ibumu, jangan memperlihatkan wajah sendumu!" tegasnya memperingati. 

Kini Hazmi mengambil alih koper ditangan Hana. "Tersenyumlah untuk hari ini saja jangan gelisah." Hazmi kembali acuh saat ucapannya kini sudah menjadi pesan. 

Hana membututi Hazmi pergi untuk berpamitan pada kedua orang tua yang sudah renta itu.

"Ibu Hana pamit!" Hana mencium punggung sang Ibu dengan tadzim.

"Jaga diri baik-baik Hana, Ibu selalu mendoakan yang terbaik untukmu!" Sumi mencium kening putrinya. Hana mengeratkan pelukannya sepertinya tidak ingin berpisah dengan sang Ibu.

"Pergilah bersama suamimu, kami ikhlas jika, sudah sampai beritahu kami!" Hadi berpesan kantung matanya menahan genangan air yang siap terjun.

Hana kini balik memeluk Ayah tercinta pahlawan pertamanya.

"Hazmi kami, nitip pada sampean jaga Hana baik-baik!" 

"Baik!" Hazmi mengangguk tangannya menggenggam erat tangan Hana.

Barang-barang yang kini dibawa sudah dimasukan kedalam mobil berwarna hitam pekat itu. Mesin mobil sudah dinyalakan dengan segera mobil hitam itu menjauh dari kampung halaman Hana. Hanya hening tanpa ada kata sedikitpun, suara hembusan napas masing-masing yang selalu terdengar mengusik.

Hana memijat pelipis matanya sedikit demi sedikit. Setiap jalan yang berliku-liku berhasil  menggoyangkan tubuh serta perut Hana mengakibatkan mual karena sebelumnya wanita itu belum makan apapun dari rumah terkecuali Hazmi. Gus itu sejak pagi sudah sarapan bubur ayam yang lewat dihalaman rumah sebagai pengganjal perutnya sebelum berpergian.

"Njenengan pusing?" tanya Hazmi yang masih tetap fokus nyetir.

"Tidak Gus!" Hana berusaha mengontrol dirinya.

"Bagus, kalo gitu, soalnya biar nanti saya gak repot ngurusin orang sakit!" ucapnya dengan nada yang mengejek.

Hana memalingkan wajahnya kearah jendela mobil. Ucapan apa yang telah suaminya lontarkan ada benarnya. Tapi hati tetap hati selalu mudah terluka.

'Dasar cengeng!' ucap Hana dalam hati menyalahkan dirinya.

"Njenengan senang dengan perjodohan ini?" 

Hana tersenyum simpul. "Alhamdulillah Gus!"

Hazmi memukul setir mobilnya dengan kuat. 

"Njenengan juga senang lihat saya menderita?" Hazmi menatap Hana dengan benci, napasnya memburu naik turun.

"Maksudnya ... Gus?" 

"Njenengan ini bukan tipe saya, saya hanya menganggap pernikahan ini adalah sebagai status tanpa ada rasa, status dalam kertas yang pernah aku janjikan!"

Pengantin baru pasti bahagia? Orang akan beranggapan seperti itu, tapi ternyata itu berlaku hanya pada sebagian orang yang beruntung di dunia ini!

Rasanya seperti dijatuhkan kedasar bumi paling dalam.

"Entah maaf apalagi yang harus saya lontarkan pada ...!" Hazmi sengaja menggantungkan ucapannya ketika melihat Hana mengusap lembut matanya yang berembun.

"Lupakan saja!" Kembali Gus tampan itu fokus melajukan mobilnya.

*****

"Abah ... Ummi!" Hana langsung sungkeman pada keduanya.

"Ummi dari tadi nunggu kalian!"

Mereka menyambut hangat kedatangan Hana, tapi sayang justru kedatangannya menyimpan luka terlebih dahulu.

"Sini Ummi bantuin bawa barang-barangnya!" Dengan antusias Ummi Salamah mengambil barang-barang yang tersimpan di mobil.

"Tidak usah Ummi, biar Hana aja!" 

Ummi Salamah tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang rapi. "Ummi gak merasa direpotkan, justru senang!" 

Hazmi hanya menatap kedua wanita itu sambil melepas penatnya. Duduk dibawah pohon yang sedikit rindang, sengaja disana terdapat kursi panjang untuk sekedar duduk dan beristirahat saja.

"Hazmi!" Gus itu langsung menoleh ke sumber suara.

"Ngeh Bah."

"Lihat istrimu sangat rupawan!" Tunjuknya matanya sedikit menyipit untuk menegaskan penglihatannya.

Hazmi tidak berkutik sedikitpun, hanya mengerutkan keningnya saja.

"Kenapa Hazmi, ada yang salah?" tanya Abah Umar.

Hazmi menggeleng kepala dengan lesu.

"Akh iya Abah tau, pasti haus ya. Nduk?" Laki-laki yang mengenakan sarung hijau tua bermotif batik awan itu berlenggang masuk kedalam rumah.

'Akh Abah sepetinya tidak mengerti bahwa aku benci wanita itu, dia telah merebut kebahagiaanku dengan orang pilihan ku sendiri!' bathinnya berperang hebat dengan nafsu.

*****

Satu persatu Hana menyusun baju dari dalam koper hitam itu. Berbagai baju gamis serta kerudung syar'i sudah tersusun rapi dan indah dilemari kayu dengan ukiran-ukiran bunga-bunga dipinggir nya.

"Itu kenapa pakaian Njenengan dimasukkan kedalam lemari saya!" Tunjuk Hazmi tidak suka.

"Tapi Kitakan sudah suami istri toh!" jawab Hana membela diri.

"Tapi saya, tidak mau pakaian saya tercampur dengan pakaian Njenengan ini, cari tempat lain buat menyimpan pakaian itu!" gertaknya melirik Hana.

Hana hanya mengelus dadanya sesak dengan lembut, pakaiannya yang sudah tersusun rapi terpaksa harus dikeluarkan kembali dan menatanya di dalam koper sebagai pengganti lemari bajunya.

Baru saja wanita itu menghembuskan napas penatnya. Hazmi menatap istrinya dengan muka datarnya penuh benci. Hana duduk dibibir ranjang. sambil menundukkan pandangan dari suaminya itu.

Hazmi mengatur napasnya dengan perlahan, mulutnya seperti tidak bisa berhenti mencaci istri sah dihadapannya.

"Aku hanya kasian terhadapmu, pernikahan ini tidak didasari oleh rasa, tapi oleh paksa dari orang tua!" ucap Hazmi pandangannya menatap kosong kearah jendela.

"Ketika aku meminta bahagia, Allah mempertemukan kita dan mempersatukan pada ikatan ini!" Hana menatapnya dengan tatapan sendu.

'Aku yakin Gus, kamu adalah kebahagiaan itu, kamu adalah penyempurnaan kekuranganku itu, kamu adalah pemimpin dunia akhiratku!' bathin Hana meyakinkan.

"Begitulah Njenengan selalu banyak alasan agar tetap terikat dengan saya!" Tekannya sedikit emosi.

Deg!

"Tidak ... Gus, tidak begitu, ini adalah takdir kita!" jawab Hana sambil berdiri dan mencium punggung tangan suaminya. Buru-buru Hazmi mengibaskan tangannya dengan kasar.

"Tidak usah sungkeman!" Tangan kokohnya berhasil mencegah Hana mencium punggung tangannya.

"Ini adalah rasa hormat, aku sebagai istri!" 

Suara benda pipih mengalihkan pandangan mereka, Hazmi dengan sigapnya mengambil benda diatas nakas kecil. Gus itu membuka perlahan layar handphone yang sengaja memakai sandi itu.

Senyumannya kini terlihat melengkung sabit sangat indah dengan kedua lengsung pipitnya.

"Gus dapat kabar gembira?" tanya Hana menetralkan suaranya melihat tingkah suaminya kegirangan saat mendapat pesan dari benda pipih berukuran 5 inci itu.

"Tidak Hana!"

"Baik ... Gus!"

*****

"Abah, Ummi, nanti malam saya gak bisa tidur disini!" ungkap Hazmi setelah selesai makan malam bersama keluarga besarnya itu.

"Tapi kenapa. Nduk?" Ummi Salamah terlihat gelisah.

"Ini Ummi mau mengajar ngaji malam di Pondok untuk beberapa bulan kedepan ini, atau bisa juga sampai seterusnya!" 

"Tapi kamu ini pengantin baru toh, kenapa tidak mengambil cuti saja!" Abah Umar ikut menimpali pembicaraan itu.

"Kan tiap pagi saya pulang Abah." Gus itu merujuk ingin diberi izin untuk pergi.

"Sudah bilang pada istrimu?" 

Hazmi buru-buru melihat kearah Hana dengan isyarat.

"Sudah Abah, Ummi, tadi kami sudah bicara tentang ini sebelumnya, dan Hana tidak keberatan jika Gus, pergi untuk mengajar di pesantren, bukankah itu adalah perilaku yang mulia," terang Hana tanpa ba-bi-bu lagi.

Keduanya mengangguk pelan mengerti dengan ucapan menantunya. Padahal Hana sudah berbuat kebohongan pada keduanya, bahkan Hana sendiri tidak tahu kalo Hazmi akan mengajar. Apakah Hana sangat tidak penting bagi Hazmi.

*****

"Gus mau pergi sekarang?" 

"...."

"Biar Hana yang siapkan segala keperluannya, ya?"

"Iya!" 

Hazmi sangat irit bicara saat Hana melayani kebutuhannya itu. Perilakunya tidak mencerminkan seorang Gus!

Hana terus tersenyum apapun jawaban dari suaminya adalah kebahagiaan baginya. Hana sudah mulai menyimpan rasa pada Hazmi. 

Setelah kebutuhan Hazmi terlengkapi didalam bag besar, dengan gesit Gus itu menyambarnya dan pergi tanpa berucap terimakasih, atau sekedar mengelus pucuk kepala sang istri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status