Share

Pernikahan

"Kok kelihatan gelisahan sih?" Aisyah mencoba mengangkat dagu Hana memastikan bahwa temannya itu baik-baik saja.

"Tidak Aisyah!" Hana tersenyum kearah Aisyah.

"Syukurlah, aku tidak ingin melihat pengantin cantik ini menangis, terkecuali menangis bahagia karena telah bersanding dengan Gus, coba siapa yang tidak mau menjadi istri Gus tampan?" Aisyah menerangkan sambil terkekeh.

Aisyah membelai kepala Hana yang sudah dibaluti kerudung putih polos dengan kebaya pengantin yang sederhana. Kecantikan Hana terlihat sempurna saat itu.

"Makasih Aisyah karena udah menguatkan aku!" Sekilas Hana melirik Aisyah.

"Coba lihat dan tatap wajahmu dibalik cermin sangat cantik dengan polesan makeup sederhana ini!" Aisyah membalikan tubuh Hana menghadap cermin seukuran tubuh orang dewasa.

"Pintar memuji kamu Aisyah!" Hana terlihat bersemu malu dengan pujian sahabatnya itu.

Suara riuh dari tamu undangan sudah terdengar sejak pagi tadi. Katanya takut ketinggalan ijab kabul pengantin nanti, begitulah alasan dari tamu-tamu yang datang sangat pagi bahkan ketika embun masih berada diatas didaunan dan rumput-rumput liar.

Tenda penganti berwarna ungu muda berpadu dengan putih menambah kesan sangat indah dilihat oleh kedua bola mata orang yang melihatnya dan datang pada acara pernikahan Hana dengan Gus tampan.

Jam menunjukkan pukul 09.00 pas. 

Tok ... tok ... tok ... suara pintu diketuk dengan keras. "Assalamualaikum?"

"Waalaikumsalam!" Hana langsung berlenggang menuju pintu kamarnya saat mendengar suara familiar milik sang ibu tercinta.

"Udah siap? Pengantin laki-laki udah datang," ucap Sumi dengan sangat bahagia.

"Udah Bu."

"Alhamdulilah!" Sumi mengusap wajahnya.

"Ayo, keluar kita akan melaksanakan ijab kabul dengan cepat!" Sumi memegang tangan anaknya dengan sangat hati-hati.

Hana terus merapal kan doa-doanya dalam hati. Agar ijab Kabul ya berjalan lancar.

"Hana sangat terlihat lebih cantik dari biasanya, ya?" Suara bisik-bisik dari tamu undangan terdengar jelas saling bersahutan.

Hazmi sudah terlihat dari kejauhan memakai baju hitam putih plus blazer, dengan peci hitam. Ketampanan dari wajahnya tidak pernah pudar tubuhnya sangat terlihat gagah dari sebelumnya.

*****

Hazmi memegang tangan penghulu dengan tegas raut wajahnya seperti tidak main-main.

"Bismillahirrahmanirrahim,  saya terima nikahnya Hana Pratiwi binti Bapak Hadimullah dengan maskawin emas 5 gram dibayar tunai!" 

"Gimana para saksi, sah?" tanya penghulu.

"Sah!" Terdengar suara para saksi dengan teriak-teriakanya bahkan ada yang bersiul gembira.

Hana mencium takjim tangan Hazmi, air matanya luruh, kini sudah Hana menjadi istri sah Gus yang berada dihadapannya ini. Tamu undangan berdatangan mengucapkan selamat serta doa-doa pada pengantin baru. 

"Njenengan bahagia?" tanya Hazmi sesaat. Mereka duduk bersebelahan tanpa adanya penyekat sedikitpun.

"Alhamdulillah, kenapa sampean bertanya seperti itu?" Hana balik bertanya tanpa berani  menatapnya.

"Tidak, saya hanya meyakinkan sampean saja!" Hazmi segera salah tingkah atas ucapannya, pasti menyingung perasaan Hana. 

"Baik Gus!" sahut Hana pelan mulutnya tertahan saat ingin mengucapkannya.

*****

Baru beberapa jam yang lalu saat Hazmi memegang tangan penghulu, menjadikan dirinya menjadi sang istri yang sah. Kini Hana sudah berada di kamar pengantin dengan berbagai wangi-wangian tercium dan bunga-bunga mawar merah dan putih bertaburan dimana-mana tidak tanpa terkecuali.

Hana segera membuka kerudung putihnya yang membalutnya seharian ini. Perlahan-lahan Hana mencabut jarum-jarum yang menjadi penguat kerudungnya itu.

"Kenapa Njenengan buka kerudungnya?" sanggah Hazmi matanya menatapnya tidak suka.

"Tapi Gus, apa salahnya membuka kerudung?"

"Jelas salah itu aurat!" tegas Hazmi rahangnya saling bertautan.

"Tapi, kita udah menikah Gus." Hana menunduk. Takut dirinya dianggap istri durhaka, apalagi umur pernikahannya baru beberapa jam yang lalu.

"Jangan banyak alasan, Njenengan tidak tahukah, saya belum mencintai Njenengan!" ucapnya dengan nada sedikts naik, tanpa basa-basi semata.

Deg!

'Cobaan apalagi ini yaallah, kemarin kau ambil mas Arman sekarang suamiku sendiri tidak mencintaiku!' bathin Hana terasa nyeri, hatinya seakan dihujam beberapakali dengan pedang yang tajam.

Hana segera mengambil kain putih itu dan kembali menutupi area kepalanya. Air matanya mengalir di pipi mulusnya. 

Apa arti dari perjodohan jika rasa yang dipaksa bukan karena cinta beginilah jadinya suka meninggal jejak luka!

Hana berlenggang kearah kamar mandi yang masih menyatu dengan tempat tidurnya itu untuk membersihkan dirinya. Tidak selang beberapa lama sudah selesai membersihkan dirinya Hana memutarkan knop besi pintu kamar mandi, terlihat Hazmi sedang mematung diambang pintu.

"Kalo mau tidur, Njenengan bisa tidur duluan!" katanya dengan wajah datar tidak ada bahagia yang terukir di wajahnya.

"Baik Gus ... permisi!" Hana melewati suaminya itu dengan sopan.

Suara para tamu masih saja terdengar padahal ini sudah tengah malam. Hana mencoba memejamkan matanya beberapa kali, tapi itu tidak membuat dirinya pergi ke alam mimpi.

Hazmi segera merebahkan tubuhnya pada kasur bermotif bunga. Matanya menatap langit-langit kamar yang dihiasi dengan berbagai macam bunga-bungaan yang indah terkesan romantis. Hazmi buru-buru memejamkan matanya membelakangi Hana.

"Maafkan aku Hana, pernikahan ini bukan karena kejujuran, pembuktian pernikahan ini hanya belaka, aku tidak mencintaimu dan tidak akan pernah!" ucapnya pelan, tapi masih terdengar oleh Hana.

"Iya, Gus tidak mengapa, aku akan menjadi istri yang sebagaimana agama mengajarkan dan mengarahkan!" sahut Hana setengah berbisik.

Mata Hazmi langsung membola seketika mendengar penuturan istrinya itu. Hazmi pikir Hana sudah larut tidur, ternyata dugaannya salah.

"Maaf, saya pikir Njenengan sudah tidur," ujar Hazmi tanpa takut.

"Tidak Gus!" Hana beringsut bangun dan menyenderkan tubuhnya pada kepala ranjang kayu. 

"Aku belum mencintaimu, maaf untuk saat ini, karena rasa tidak bisa dipaksakan!" Kembali kata itu terdengar pada telinga Hana. Hatinya tersayat kembali membuka luka baru. Padahal rasa sakit kemarin belum sembuh sepenuhnya.

"Jika ingin tidur, tidurlah!" sambungnya kembali suasana hening. Hazmi mengambil selimut berwarna coklat dan bantal bermotif bunga itu.

Hana sedikit melirik saat suaminya menjauh dari tempat tidur.

"Saya tidur di sofa saja, esok kita akan segera pergi dari sini dan tinggal bersama abah dan ummi, hari ini bukan hari istimewa bagiku dan bagimu!" ujarnya lalu menutup tubuhnya dengan kain tebal penghangat itu.

'Bermimpilah yang indah Gus, semoga mimpimu bertemu bidadari-bidadari cantik diantaranya adalah aku, sebesar apapun rasa  benci jangan sampai membuat aku terluka kembali !' Hana memegang dadanya yang seakan sesak tidak tertahankan.

Dijodohkan bukan berarti semua tentang rasa benci dan penyalahan pada takdir.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status