Share

Bimbang

Rasa bimbang pada hati semakin besar. Hana menyembunyikan bimbang pada senyuman. Sumi buru-buru mencium kening putrinya yang masih saja dimanja, sebagai anak tunggal dan salehah Hana mendapatkan perlakuan layaknya anak kecil.

"Katakan bahwa hari ini, kamu bahagia!" Sumi mencoba merayu.

Hana menggangukkan kepala. "Hana, bahagia seperti yang Ibu lihat hari ini!" Gadis itu memperlihatkan gigi yang tersusun rapi. 

"Hana, boleh Ibu berpesan sebelum, nanti kamu akan milik Hazmi seutuhnya!"

Mata Hana langsung membola, melihat manik senja milik sang Ibu tercinta. Suasana kini berubah seperti pada ujung tanduk kisah.

"Katakan saja Ibu, Hana pasti akan menuruti pesan atau nasehat yang baik dan benar menurut Ibu dan agama," timpalnya was-was.

"Sebenarnya Ibu berat sekali melepaskan kamu pada orang lain, jika kamu sudah bersuami ingat pesan Ibu ini." Sumi berucap dengan nada sumbang tuanya miliknya.

"Apa?" Hana semakin bertanya-tanya pada hatinya.

"Kamu harus hormat dan patuh pada suamimu, turuti perintahnya, dengarkan nasehatnya, bertutur lemah lembut, dengarkan ucapannya jangan bicara kasar padanya. Karena wanita salehah itu wanita yang patuh pada suaminya!" jelasnya sekilas menatap Putrinya yang menunduk mendengarkan ucapan Ibunya.

"Iya, Bu inshaa Allah."

"Jangan kemana-mana, jangan keluar rumah walaupun itu hanya kewarung, harus ingat satu hal besok kamu akan menikah!" Sumi mencolek hidung mancung milik Hana.

Hana tertawa mendapatkan perlakuan itu. Hana beranjak dari ruang keluarganya itu. Baru satu langkah kaki, Sumi buru-buru mencegah anaknya.

"Ibu, sudah bilang jangan keluar rumah!" 

"Hana, mau ke kamar mandi Ibu," ungkapnya.

"Ibu, pikir kamu mau keluar." Sumi tertawa dengan renyah, menertawakan kesalah pahamannya itu.

'Aku, bahagia saat melihat lengkung sabitmu Ibu, esok aku akan merindukan itu!' bathin Hana saat wanita tua itu terus tertawa.

*****

"Ummi, kenapa harus dijodohkan, apa tidak ada jalan lain?" tanya Hazmi pada Umminya.

Ummi Salamah melihat putranya samar-samar, mengusap pucuk kepalanya dengan lembut yang ditumbuhi rambut lebat itu.

"Nduk, lihat Hana dengan imanmu jangan dengan nafsumu, dia wanita baik salehah pinter, apa kamu akan menyia-nyiakan kesempatan ini?" Tatapannya meyakinkan putranya itu.

Hazmi menghembuskan napasnya dengan kasar. Mengedarkan pandangannya dengan tatapan kosong. Berpikir atau menyagah atas ucapan Ibunya itu tidak penting, sekarang pilihannya sudah ditentukan lebih awal sebelumnya.

"Apa, kamu menyesal saat melamar Hana?" tanya Ummi Salamah.

"Tidak, hanya saja dia sangat ...!" Hazmi tidak meneruskan ucapannya lagi.

"Hanya saja dia sangat? Apa?" Ummi Salamah semakin mengerutkan keningnya.

'Dia sangat malang, di tinggal mati sama calon suami!' ucap Hazmi dalam hati, dan tersenyum licik.

"Dia sangat apa Hazm?" Kembali Ummi Salamah bertanya untuk ke-dua kalinya, dan menggoyangkan tubuh kekar putranya.

"Dia sangat cantik Ummi, rasanya aku tidak pantas buat Hana, aku malu sama kekuranganku!" 

"Cinta itu bukan melihat kekurangan, tapi saling menutupi kekurangannya untuk menyempurnakan rasa!" Abah Umar menimpali dengan cepat dan menggambil posisi duduk ternyamannya di sebelah Ummi Salamah, menambah kesan sangat harmonis hidup keluarganya.

Ummi Salamah mengacungkan dua jempolnya keatas. "Iya betul itu!"

Hazmi hanya manggut-manggut kepala seperti orang yang sudah paham betul apa yang dikatakan kedua orangtuanya.

"Siapkan mentalmu untuk ijab kabul 'esok!" bisik Abah Umar pada telinga anaknya.

"Iya ... Bah!" Hazmi tersenyum tipis.

Nasehat demi nasehat selalu dilontarkan oleh Abah Umar pada putranya itu. Harapannya agar Hazmi tidak keras kepala saat berumah tangga, begitulah pikirannya.

"Abah, Ummi izinkan aku sendiri dulu disini," ujar Hazmi lalu menatap satu persatu orang tuanya agar memberikan waktu luang untuknya.

"Iya ... Nduk, silahkan," timpal keduanya.

"Maafin Hazmi, Ummi dan Abah, bukan maksud mengusir!" Hazmi menempelkan tangannya meminta maaf.

"Gapapa, kami tahu kamu butuh waktu sendiri!" ucap mereka lalu pergi meninggalkan Hazmi sendiri ditaman belakang rumahnya.

Perlahan Hazmi mengusap wajahnya dengan kasar. Napasnya naik turun tidak berarturan.

"Besok, aku akan resmi menikahi Hana, apa yang harus aku lakukan jika, tidak mempunyai rasa pada perempuan itu!" gumam Hazmi seorang diri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status