Seorang gadis cantik sedang mengelilingi toko buku. Gadis itu adalah Olivya Macrime, sudah hampir dua puluh menit Oliv mengelilingi toko buku karena buku yang dicarinya tak kunjung ketemu.
“Apakah stoknya habis?” guman Oliv dengan kesal. Oliv menghentikan langkahnya saat jarak 1 meter darinya, buku yang ia cari ada didepannya. Oliv mengambil buku itu dengan semangat.“Yeyyy Ketemu.” serunya dengan senang. Oliv menuju kasir dan membayarnya, ia merogo-rogo saku celananya. Ia mulai merasa panik saat ia lupa tidak membawa uang.Tamatlah aku, aku lupa tak bawa uang – batin Oliv.“Ini, nona.” Oliv menoleh kearah pria disebelahnya yang membayar bukunya. Pria dengan dengan kemeja merah maroonnya tersenyum kearah Oliv dan Oliv pun membalas senyuman itu.“Aku tau kau lupa tak bawa uang” ucap pria itu.“Seharusnya kau tak perlu repot.membayarnya” balas Oliv mengambil kantong yang berisikan buku yang ia beli, ralat tapi laki-laki itu yang beli.“Tak apa, aku ikhlas” balas pria itu. Oliv dan pria itu berjalan keluar toko buku.“Cafe dulu yuk” ajak pria itu dan Oliv pun mengangguk setuju, ia tak menaruh kecurigaan pada pria tersebut entah mengapa, ia merasa dia pria yang baik.Oliv dan pria itu duduk disalah satu bangku cafe, pria itu memanggil pramusaji dan memesan minuman.“Ada yang bisa kami bantu?” tanya pramusaji itu dengan sopan dan note kecil ditangannya untuk mencatat pesanan.“Cappucino Ice nya satu” ucap pria itu dan beralih menatap Oliv.“Apa?” tanya Oliv“Kau tak pesan sesuatu?” tanya Pria itu.“Aku—““Aku yang bayar” sahut pria itu seakan tau apa yang akan diucapkan gadis didepannya ini.“Cola float nya satu.” ucap Oliv dengan sopan.“Baiklah. Ditunggu” kata pramusaji itu dan melenggang pergi.“Oh ya. Kenalin namaku Bryan.” Ucap pria itu yang bernama Bryan sambil mengulurkan tangannya. Oliv tersenyum dan membalas jabatan tangan Bryan.“Aku Olivya Macrime” balas Oliv.Mereka tak menyadari bahwa ada seseorang yang sedari tadi memeperhatikannya sejak mereka keluar dari toko buku tadi. Pria itu adalah Mad dengan menggunakan topi hitam dan juga masker hitam. Ia menyeringai saat mengetahui nama Pria yang sedang duduk berhadapan dengan gadisnya.“Bryan.” Gumannya dengan seringainya.“Apakah kau mau menjadi temanku Oliv?” tanya Bryan yang masih dapat didengar oleh Mad. Saat ini Mad duduk dibangku belakang Oliv.“Tentu saja” jawab Oliv dengan antusias.Apakah setelah kau tau semuannya kau tetap mau berteman dengannya? Batin Mad masih dengan seringaiannya. Mad membiarkan gadisnya berteman dengan Bryan, ingat!! Hanya teman. Mad mengeluarkan ponsel nya dan mulai mengirim sms seseorang dan setelah itu Mad pergi meninggalkan Cafe.Setelah Mad pergi meninggalkan cafe, hp Oliv berbunyi pertanda ada sms masuk. Ia membuka pesan itu, alisnya berkerut setelah membaca isi pesan itu.From : +33147xxxxxxHai... OlivyaSemoga kau tak menyesal berteman dengannya.Itulah isi pesan yang diterima Oliv.Tentu saja itu pesan dari Mad tapi Oliv tak mengetahuinya bahkan apartemen yang ia tinggali sekarang adalah pemberian Mad melalui kepala panti asuhan yang ditempati Oliv saat kecil dan hp yang Oliv gunakan juga pemberian Mad.Oliv bekerja disebuah minimarket sebagai kasir untuk kebutuhan hidupnya. Sekarang ia adalah seorang sebatang kara, semenjak meninggalnya seluruh keluarga nya.“Adapa Oliv? Ada masalah?” tanya Bryan saat melihat Oliv hanya terdiam melamun.“Tidak! Hanya pesan masuk dari operator yang katanya aku menang hadiah. Tapi itu tidak mungkin karena aku tak pernah ikut undian” jawab Oliv bohong dan memasukkan hpnya kedalam saku celananya.“Jangan percaya begituan.” balas Bryan dengan senyumannya.Semoga aku tak menyesal berteman dengannya. Dia pria yang baik – Batin Oliv.Oliv meminum minumannya yang sudah datang sejak tadi.“Baiklah Bry, aku harus pulang. Terima kasih untuk traktirannya kali ini.” ucap Oliv sambil berdiri dari duduknya dan hendak berjalan keluar cafe, tapi tanganya dicegat oleh Bryan.“Ayo kuantar kau pulang.” Oliv menggelengkan kepala dan tersenyum.“Tidak usah Bry. Apartemen ku dekat.” tolak Oliv dengan lembut.“Jangan menolak Liv, anggap ini rasa terima kasihku karena kau mau menerima pertemananku.” balas Bryan.“Baiklah” putus Oliv, lalu ia berjalan bersama Bryan menuju mobil Bryan yang terpakir disebelah cafe.Bryan membukakan pintu mobil sebelah pengemudi untuk Olivya.“Thank’s” ucap Olivya dan masuk kedalam mobil milik Bryan, setelah itu Bryan masuk kedalam kursi pengemudi. Bryan mengendarai mobil dengan kecepatan sedang.“Kamu diapartemen tinggal sama siapa Liv?” tanya Bryan, menoleh kearah Oliv sekilas.“Sendiri” jawab Olivya.“Oh, Keluargamu? Masih lengkap kan?” tanya Bryan lagi.“Aku hanya sebatang kara, keluargaku dibantai dan aku berhasil kabur” balas Oliya. Pengeliatannya menjadi buram karena air mata yang sudah menumpuk dipelupuk matanya.“Maafkan aku Liv, aku tak bermaksud membuatmu menangis” ucap Bryan dengan menyesal dan menggenggam tangan satunya Olivya yang satunya lagi memegang setir mobil.“Tidak apa. Aku selalu begini, terlalu terbawa perasaan” balas Olivya dan menghapus airmatanya. Bryan hanya terseyum dan melepaskan genggaman tangannya pada tangan Olivya.Mobil milik Bryan memasuki area apartemen yang terbilang elite. Bryan hampir terperangah akan apartemen yang Olivya tinggali.“Ini aku tinggal diapartemen hadiah dari kepala panti yang aku dulu tinggali.” ucap Olivya seakan tau ekspresi bingung milik Bryan.“Oh, sangat bagus sekali.” Puji Bryan dengan nada tulus.“Baiklah, aku masuk dulu ya. Thanks udah dibayarin bukunya dan udah dianterin.” ucap Olivya sambil tersenyum lembut.“You’re welcome.” balas Bryan dan Olivya mulai melangkah masuk lobby apartemen.***Mad memasuki mansion nya dengan langkah lebarnya.“Gaston!!!” panggil Mad dengan teriakan.Gaston yang merasa dirinya dipanggil pun tergesa-gesa karena takut jika tuannya marah.“Ya tuan ada ap—““Perintahkan anak buahmu untuk menjaga Olivya lebih ketat. Karena saat ini gadisku sedang berteman dengan pria brengsek.” sahut Mad memotong ucapan Gaston!“Siap tuan” balas Gaston sambil menunduk hormat dan melangkah pergi.“Berta!!” Mad memanggil Berta selaku kepala maid dimansion ini lalu duduk disofa yang tersedia diruang tamu mansion nya.“Ya tuan?” tanya Berta dengan hormat.“Ambilkan aku botol vodka.” ucap Mad.“Baik tuan.” Berta melangkah pergi untuk melaksanakan perintah tuannya.Tak lama kemudian, Berta datang dengan nampan ditangannya dan juga botol vodka. Mad mengambil botol itu lalu membukanya dengan kasar dan menegaknya dengan kasar. Saat ini Mad tengah dilanda kemarahan dan kecemburuan. Sebenarnya Mad merasa cemburu saat melihat gadisnya berdekatan dengan pria brengsek itu, tapi ia tahan, karena belum saatnya puncak permainan Madrick Vallencio.Italy, MilanOlivya POV OnSejak pertemuanku dengan Bryan waktu itu, aku dan Bryan lebih sering berkomunikasi membahas hal yang menurutku tak penting. Soal pesan dari orang yang tak dikenal kemarin, aku anggap hanya pesan dari orang iseng. Buktinya aku tak menyesal sedikit pun menerima pertemanan Bryan. Justru aku merasa senang, karena aku tak merasa kesepian seperti dulu lagi.Saat ini aku sedang membaca novel yang aku beli kemarin. Oh ralat, lebih tepatnya dibelikan oleh Bryan. Aku duduk di sofa balkon apartemen mewahku yang merupakan hadiah dari kepala panti asuhanku dulu. Sekarang aku sedang menikmati semiliran angin malam sambil ditemani coklat panas dan novel di tanganku. Sungguh nikmat dunia bagiku.Aku menutup novelku lalu berdiri dari dudukku dan berjalan menuju pembatas balkon. Aku menatap keatas, dimana ada bulan bersinar dengan dikelilingi bintang-bintang yang juga menyinari malam ini. Sungguh indah. Aku tersenyum saat angin malam menerpa wajahku. Aku jadi teringat oleh Ib
Seorang pria sedang duduk disofa yang ada diruang kerjanya sambil menyesap wine ditangannya. Pria itu terus menatap foto seorang gadis yang ia dapat dari anak buahnya. Senyuman dibibirnya tak kunjung surut, ibu jarinya terus mengelus-ngelus foto gadis itu. Tok tok tokPintu ruang kerjanya terketuk oleh seseorang dari luar.“Masuk!” ucap pria itu tanpa mengalihkan pandangannya kearah foto seorang gadis. Dan masuklah anak buahnya yang usianya lebih tua dari tuannya. Pria itu adalah Madrick yang sedang fokus menatap foto gadisnya.“Adaapa?” tanya Mad dengan tatapan tajamnya karena mengganggu pikirannya akan foto gadis yang ia genggam. Anak buahnya tak kunjung menjawab dan membuat Mad menggeram marah.“Katakan apa tujuanmu menggangguku?!! Jika kau hanya terus membisu!! Lebih baik kau keluar sebelum peluruku menembus jantungmu” bentak Mad pada anak buahnya yang bernama Raco. “Itu tuan—tu—tuan” ucap Raco dengan takut dan terbata-bata.Dorr, PyarrrRaco terkejut saat guci disebelah posisi
Disebuah ruangan yang temaram dengan pencahayaan yang minim dan disertai suara jeritan yang sangat pilu. Dua orang paruh baya tengah duduk dikursi yang sudah usang dengan kedua tangan dan kakinya terikat, siapapun yang melihatnya pasti akan merasa iba dengan penampilan dari dua orang yang tengah terikat itu. Dua orang itu adalah seorang mafia asal America dan istrinya, Edeve Biancaro dan Yatty Biancaro. Wajah mereka sudah penuh lebam dan luka sayat. Seperti biasa, Mad duduk didepan mereka sambil menyesap champagne milik Edeve yang ia ambil dari lemari pendingin milik Edeve. Bukan Mad yang menyiksa mereka melainkan anak buahnya.“Gaston!!” panggil Mad dengan suara tingginya dan menggema diruangan tersebut. Kali ini Mad ingin menyiksa Edeve dan Istrinya Edeve digudang yang ada dimansion milik Edeve sendiri.“Ya tuan?” tanya Gaston dengan hormat.“Ambil semua uang milik Edeve dibrankas dan juga pistol produksi kita yang ia curi” ucap Mad demgan santai.“Hei!! Aku tak mencuri pistolmu bo
Seandainya ia tak melakukan kecurangan pada Mad. Seandainya ia tak melakukan kecerobohan dimasa lalu.Seandainya ia dulu mencintai Yatty dengan cara yang benar. Mungkin ini semua takkan pernah terjadi. Tapi sayang waktu terus berputar maju dan tak bisa untuk mundur walau hanya sedetik. “Maafkan aku, maaf. Aku memang salah, aku memang egois. Pergilah, jaga Edran baik-baik. Carilah pendamping yang kamu cintai dengan tulus. Mad bunuh aku sekarang, aku sudah siap menghadapi kematianku” ucap Edeve dengan tegas. “Ed—“ Dorr “EDEVE!!” pekik Yatty saat melihat suaminya sudah tak berdaya, kepalanya tertembak oleh Mad.“Ed.... Hiks hiks” Yatty mengguncang tubuh Edeve yang masih terikat di kursi. “Terima kasih sudah berbaik hati untuk membebaskan ku dan juga Edran” ucap Yatty dan melangkah untuk keluar gudang, namun langkahnya terhenti ketika Mad mengucapkan hal yang membuat hatinya menjadi sangat takut. “Berani kau melaporkan polisi, nyawamu dan anakmu akan melayang sebelum aku masuk penj
Dengan langkah panjang dan cepatnya, seorang pria sangat tergesa-gesa memasuki sebuah ruangan yang akan menjadi tujuannya saat ini. Sudah beberapa kali panggilan demi panggilan telah menyambar telinganya dengan tegas. Sangking banyak tugas yang meliliti otaknya, dengan terpaksa ia mengabaikan panggilan tegas itu. Pria itu menghirup nafasnya dalam-dalam saat tangannya sudah menyentuh handel pintu yang dingin itu. Kali ini ruangan yang ia masuki adalah ruang kerja ayahnya yang ada dimansion milik ayahnya ini. Jangan anggap sepeleh jika sang ayah sudah mengamuk. Ceklek Pria itu membuka pintunya dengan hati-hati, seakan takut jika sang pemilik ruangan ini tergganggu. “Kau terlambat 15 menit” ucap sang ayah saat pria itu sudah sepenuhnya memasukkan badannya kedalam ruangan itu. Pria itu menutup kembali pintunya. “Hanya lima belas menit? Itu tak terlalu lama” balas pria itu. Dirinya pun heran, entah kemana perginya rasa takut tadi. “Bukan soal lamanya, namun tentang kedisplinan dalam
Olivya POV Dapat kulihat dia sedang menggeram marah. Aku kaget saat ia mendorongku secara paksa masuk kedalam mobil sportnya ini, setelah itu dia menutup pintunya dengan sangat kencang. Dasar pria arogan, bagaimana kalo mobil bagusnya ini rusak? Emang seberapa kaya dia? Lihat tampangnya saja biasa saja.Tanpa aku sadari, aku menangis. Entah karena apa aku tiba-tiba menangis. Karena takut mungkin.“Heh kenapa kau menangis?” tanya pria arogan itu yang saat ini sudah disebelahku, lebih tepatnya dibagian pengemudi.“Tentu saja aku menangis, kau menculikku. Hiks...hiks..” ucapku dengan teriakkan.“Oh ayolah Vya—“ “Bagaimana kau tahu namaku heh? Pasti kau sudah merencanakannya sebelum menculikku.” Aku tahu dia menggeram marah, mungkin karena aku memotong ucapannya.“Dengar ini baik-baik Vya, Aku tidak menculikmu. Aku hanya mengamankanmu, okay?” balasnya.“Oh God, mengamankan ku dari apa? Apakah aku dalam bahaya?” “Ya, kau dalam bahaya”“Bahaya ten—““Kau ini cerewet sekali. Diam lah, dan
Olivya duduk diam diatas kasur sambil menonton acara tv. Siaran tv kali ini sangat membosankan bagi Olivya. “Acara tv-nya sangat membuatku bosan. Hm, aku jadi merindukan apartemenku.” Gumamnya dengan kesal.Matanya memincing saat mendengar suara gaduh didepan pintu. Suara itu seperti benda jatuh dan pada akhirnya pecah. Samar-samar Olivya mendengar suara bentakan diluar sana. Rasa penasaran terus mendorong Olivya untuk segera menguping dari balik pintu. Olivya melangkahkan kakinya dengan pelan mengarah pada pintu kamar. Telinganya ia tempelkan untuk memperjelas pendengarannya.“Dasar tidak berguna!! Sudah ku bayar mahal dirimu tapi apa yang aku dapat darimu, heh? Hanya omong kosong!!” Olivya mengernyit saat mendengar bentakan seseorang dengan sangat keras.“Seperti suara pria arogan,” gumam Olivya.“Maafkan aku tuan, mafia itu benar-benar susah sekali untuk dilacak. Gps tentangnya mati semua.” Suara seseorang dengan sangat pelan tapi tetap saja masih dapat didengar oleh Olivya.Disis
Aku merasakan ada seseorang yang memelukku dari belakang dengan sangat erat. Aku sedikit tersentak, saat tahu siapa yang sedang memelukku dari belakang, yaitu Mad. Aku tak berontak, entah mengapa. Aku merasa nyaman berada dipelukkannya. Sangat aneh memang, karena aku baru bertemu dengannya kemarin.Mad meletakkan dagunya pada ceruk leherku. “Vya,” panggilnya.“Hm?” balasku.Mad menyembunyikan wajahnya diceruk leherku dan aku merasakan pundak ku yang basah.Apakah ia menangis? “Mad? Kenapa?” tanyaku sambil mengusap rambutnya.“Biarkan seperti ini, Vya.” Gumannya dengan suara parau. Aku memilih diam dan berkutik dengan pikiranku.Tak lama kemudian, Mad mengangkat wajahnya dan memutar tubuhku hingga menatapnya. Benar dugaanku, pria ini habis menangis. Tapi mengapa? Matanya menyorot bahwa membuktikan kalau pria ini banyak sekali beban penderitaan dan kehancuran.“Ayo masuk, kau butuh istirahat.” Ucapnya masih dengan suara parau. Mad menarik tanganku dan aku menahan kakiku. Ia menoleh da