Share

8 Pria Arogan

Olivya POV

Dapat kulihat dia sedang menggeram marah. Aku kaget saat ia mendorongku secara paksa masuk kedalam mobil sportnya ini, setelah itu dia menutup pintunya dengan sangat kencang. Dasar pria arogan, bagaimana kalo mobil bagusnya ini rusak? Emang seberapa kaya dia? Lihat tampangnya saja biasa saja.

Tanpa aku sadari, aku menangis. Entah karena apa aku tiba-tiba menangis. Karena takut mungkin.

“Heh kenapa kau menangis?” tanya pria arogan itu yang saat ini sudah disebelahku, lebih tepatnya dibagian pengemudi.

“Tentu saja aku menangis, kau menculikku. Hiks...hiks..” ucapku dengan teriakkan.

“Oh ayolah Vya—“

“Bagaimana kau tahu namaku heh? Pasti kau sudah merencanakannya sebelum menculikku.” Aku tahu dia menggeram marah, mungkin karena aku memotong ucapannya.

“Dengar ini baik-baik Vya, Aku tidak menculikmu. Aku hanya mengamankanmu, okay?” balasnya.

“Oh God, mengamankan ku dari apa? Apakah aku dalam bahaya?”

“Ya, kau dalam bahaya”

“Bahaya ten—“

“Kau ini cerewet sekali. Diam lah, dan biarkan aku menjalankan mobil ini” potongnya dan aku hanya bungkam. Aku tahu dia frustasi dengan kecerewetan ku.

“Namamu Mad kan?” tanyaku saat mobil ini sudah berjalan membelah kota Milan.

“Hm” balasnya. Hufft menyebalkan, dia sangat cuek dan dingin.

“Hmm pria arogan—“

“Kenapa kau memanggilku pria arogan, heh? Bukankah kau sudah tau namaku?” potongnya dan aku tak memedulikannya.

“Aku ingin beritahu bahwa ini bukan jalan arah apartemenku” ucapku.

“Siapa bilang aku akan membawamu kembali ke apartemen mu?” ucapnya. Aku membulatkan mata dan menganga lalu menangis.

“Kau menculikku, kau menculikku. Kau jahat, sangat jahat. Apa salahku sehingga kau menculikku? Apa yang kau mau dari gadis polos sepertiku?” kataku sambil memukul lengannya.

“Hey, Hey. Stop it” ucapnya dan aku hanya menghiraukannya.

Aku menghentikan pukulan ku dan mengusap hidungku.

“Apakah kau akan mengurungku di gudang terus mengikatku atau kau memperkosaku setelah itu membunuhku? Apakah kau akan melakukan seperti yang di film-film itu?” tanyaku dengan polos. Setelah itu hening.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

“Bwahahahha” aku terkejut tiba-tiba pria arogan ini tertawa dengan sangat keras dan sangat memekikkan telinga.

“Dengar ini Vya, aku takkan melakukan hal konyol itu,” ucapnya disela tawanya.

“Dan ya, buanglah pikiranmu itu karena kamu tidak akan mengalami hal seburuk itu dariku.” Ucapnya lagi. Aku hanya mengangguk.

Tak lama kemudian, pria arogan ini membelokkan mobilnya disalah satu rumah bak istana. Dasar pria arogan, apakah dia tak punya rumah sampai harus membelokkan mobilnya dirumah orang lain?. Mobil ini berhenti di depan pintu yang menjulang tinggi. Aku menatapnya dengan penuh pertanyaan.

“Ada apa?” tanyanya, seakan tau arti tatapanku.

“Kenapa kau mengajakku ke rumah orang? Kau tak malu masuk ke rumah orang sembarang, heh?” balasku.

Dia menghembuskan nafas gusar lalu menatapku dengan tajam dan aku pun juga menatapnya tak kalah tajam.

“Kau lihat tulisan itu?” ucapnya sambil menunjuk tulisan yang ditulis pada papan yang sepertinya berlapis emas.

“Vallencio’s Mansion” ucapku sambil membaca tulisan yang ia tunjuk.

“Dan kau tentu sudah tahu namaku kan?” tanyanya lagi. Ah dia tidak langsung intinya, sangat bertele-tele.

“Ayolah jangan bertele-tele” ucapku frustasi.

“Jawab dulu pertanyaan ku!” geramnya.

“Ya baiklah, namamu Madrick Vallencio. Itulah yang kudengar tadi dari mulutmu” ucapku pasarah.

Tunggu! Vallencio? Dan mansion ini Vallencio’s Mansion. Artinya, pria arogan inilah pemilik mansion ini. Aku menatapnya dengan terkejut dengan menganga tak percaya.

“Jadi..??” aku menggantungkan ucapanku.

“Jadi akulah pemilik mansion ini” ucapnya dengan senyum kebanggaan. Heh dasar pria sombong.

“Kita terlalu lama di dalam mobil. Ayo turun, Vya.” Acapnya lagi dan dia keluar dari mobil, setelah itu membukakan pintu mobilnya untukku.

Aku turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam mansion bak istana ini. Kami disambut dengan hangat para maid disini. Tapi yang kulihat, pria arogan ini hanya menganggap sapaan pelayannya angin lewat.

“Hei, dia menyapamu,” ucapku memukul bahunya.

“Lalu?”

Aku mengehembuskan nafas gusar.

“Balaslah sapaannya walau hanya dengan senyuman.”

“Hanya orang tertentu yang bisa mendapatkan senyumanku ini, Vya.”

“Hah sombong sekali dirimu ini.” Balasku.

Pria arogan ini menarikku menuju tangga. Aku menginjakkan kakiku pada anak tangga yang berlapis karpet merah dan dipinggirnya penuh dengan permata. Pria arogan ini terus menyeretku hingga aku berhenti didepan pintu bercat putih. Didepan pintu ini, tertulis namaku. Olivya Vallencio. Hei, dia salah menuliskan kepanjangan namaku.

“Hey, pria arogan! Kenapa kau mengubah nama belakangku menjadi namamu?” ucapku tak terima.

“Karena kelak kau akan menyandang namaku.” Balasnya.

“Mimpi saja kau, mana bisa aku menikah dengan orang yang sama sekali tak ku cinta.” Balasku.

“Maka itu, mulailah mencintaiku mulai detik ini,”

“Dan ya. Jangan lupa untuk selalu selipkan namaku dihatimu.” Sambungnya.

“Tidak, aku tidak bisa mencintai orang yang telah menculikku. Namaku akan tetap OLIVYA MACRIME.” Ucapku penuh penekanan pada namaku.

“Ayolah Vya, aku tidak menculikmu. Aku hanya mengamankanmu dari orang-orang yang berlaku jahat padamu”

“Kenapa kau selalu memanggilku Vya?” tanyaku

“Ya karena itu namamu. Jika itu bukan namamu, untuk apa aku memanggilmu Vya.” Balasnya dengan santai

“Kau panggil aku Oliv saja.”

“Tidak, aku tidak ingin memanggilmu Oliv.”

Aku menaikkan satu alisku.

“Kenapa?”

“Ya karena nanti sama dengan orang lain. Aku ingin berbeda dengan yang lain”

“Tapi kan—“

“Ssssttt, kau ini. Kalau kita berdebat terus didepan pintu, kapan kita akan masuknya?” potongnya.

Pria orogan ini membuka pintunya dengan password canggih yang berada pada knop pintu. Dan saat pintu terbuka, terpampanglah sebuah kamar yang begitu luas dengan tembok berwarna biru dan putih, warna kesukaanku. Disana terdapat sebuah kasur berukuran besar berwarna putih lembut.

“Ini kamarmu dan soal pakaian, semua sudah ada dalam walk in closet. Jika kau butuh sesuatu, panggil saja maid menggunakan alat microphone itu.” Ucapnya dan hendak melangkah pergi. Namun aku tarik lengannya sambil menunjukkan ekspresi ketakutan padanya.

“Ada apa?” tanyanya.

“Itu, bisakah kau menyingkirkan pistol itu?” ucapku.

Dia menaikkan satu alisnya sebelum pada akhirnya membuka suara.

“Kenapa? Itu hanya hiasan dan tak ada pelurunya.” Ucapnya.

“Kau tahu? Aku sangat trauma dengan benda-benda seperti itu.”

“Trauma kenapa?”

“Karena benda itu, nyawa keluargaku melayang. Ya walaupun yang melakukannya seorang mafia.”

Pria arogan ini mengelus puncak kepalaku seraya tersenyum. Dia melangkah kearah hiasan pistol itu dan mengambilnya.

“Istirahatlah.” Ucapnya singkat dan berlalu melangkah pergi dan menutup pintu dengan pelan.

Aku berjalan kearah jendela dan kubuka tirainya yang besar dan sedikit berat itu. Disana terdapat taman bunga mawar putih. Seakan tak boleh ada yang menginjaknya, Ditengah taman itu terdapat jembatan yang akan menghubungkan taman bunga mawar putih dengan danau buatan. Rasanya aku ingin kesana dan memetik bunga itu.

Aku berlari menuju pintu, tapi aku sepertinya melupakan sesuatu. PASWORD PINTUNYA!!

Olivya POV Off

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status