Olivya berdiri didekat jendela kamarnya. Kejadian kemarin sangat membuatnya trauma. Olivya melamun, perlahan air matanya turun melolos dipipinya. Terbayang bagaimana orang tuanya dibunuh dengan tragis.Saat itu, seharusnya aku tidak kabur. Sebaiknya aku mati bersama mereka batin Olivya."Shhh," ringis Oliv saat luka ditangannya terasa nyeri. Ia melihat perban ditangannya yang sedikit dilumuri darah. Luka sayatannya kembali mengeluarkan darah."Hidupku penuh dengan masalah." gumam Oliv. Pikirannya kembali pada kejadian kemarin.FlashbackSuara pukulan, tembakan, serta hantaman begitu kuat, masuk kedalam indera pendengaran Oliv.Didepan matanya, ia menyaksikan Mad sedang bertarung dengan banyak sekali orang-orang berbadan besar. Tubuh mungil Olivya bergetar hebat saat mendengar suara-suara tembakan serta jeritan yang berakhir kematian.Mad berhasil membawanya keluar dari kukungan wanita gila yang menyiksa Oliv. Tapi, sepertinya Tuhan masih ingin memberi cobaan. Saat sudah keluar dari ger
Mad duduk di bar mini yang tersedia di kamarnya. Mad sudah menghabiskan hampir tiga botol wine. Ia sangat khawatir dengan gadisnya. Dan rasa bersalah, terus menyelimutinya. Seandainya dia tak melakukan hal yang ingin mencium Olivya. Pasti tak ada rasa bersalah dalam dirinya. Baru kali ini, Mad dilanda rasa bersalah. Biasanya, apa yang ia lakukan hanya dianggap angin lalu.Mad mengambil rokok disebelahnya dan mulai menyalakan rokoknya. Menghisap rokok itu dan menghembuskan asap rokok dengan sangat santai. Menikmati setiap hembusan asap rokok.Deringan ponsel berbunyi. Mad mengambil ponselnya dan langsung mengangkatnya, tanpa melihat siapa si penelpon."Halo," ucap Mad sambil kembali menyesap rokoknya."Tuan, cepatlah kemari. Nona Olivya pingsan didalam kamar mandi. Wajahnya pucat dan suhu badannya naik.""Sial!!" rutuk Mad dan langsung mematikan rokoknya dan memasukkan ponselnya kedalam saku celana.Mad berjalan dengan sangat tergesa-gesa menuju kamar Olivya. Sesampainya didepan kamar g
Mad menduduki salah satu kursi yang ada di bar mini kamarnya. Mad membuka botol wine dengan sangat kasar. Amarah masih memuncak dikepalanya. Untung saja ia bisa menjaga kendali, jika tidak, ia akan bertindak lebih pada gadisnya."Kau milikku Olivya. Kau milikku." gumam Mad lalu menegak wine dari botolnya."Takkan kubiarkan siapapun merebut mu dariku." sambungnya.Mad merogo saku celananya untuk mengambil ponselnya.Ia menelpon seseorang."Gaston, Carikan aku jalang dari klub berkelas. Aku butuh pelampiasan." ucap Mad pada Gaston yang ditelponnya.Mad mematikan sambungannya, tanpa memberi balasan dari Gaston."Arrgghhh," gerang Mad dengan frustasi.Ting tongSuara bel kamar berbunyi."Masuk!" perintah Mad.CeklekGaston masuk dengan jalang disebelahnya."Permisi tuan, sesuai permintaan tuan. Saya bawakan jalang," ujar Gaston."Ish, berapa kali kubilang, aku bukan jalang. Kau membawa paksa aku." balas gadis yang berada disebelah Gaston."Diam lah," perintah Gaston.Mad memandangi gadis y
Olivya memutar bola matanya malas."Ya, aku bukan kekasihnya. Sekarang, ceritakan bagaimana kau bisa disuruh si pria arogan itu untuk menjadi temanku. Pasti dia memaksamu atau mengancam mu, right?"Verlyn mulai menceritakan kejadian yang ia alami mulai dari penculikan di kelab.Verlyn menyesap minuman alkoholnya. Ini adalah pertama kali dalam hidupnya mencoba minuman haram itu. Dan ini juga baru pertama kalinya ia menginjakkan ke tempat sesat ini.Dentuman musik serta lampu yang berkedip-kedip memang sangat memusingkan kepala. Namun, Verlyn saat ini butuh hiburan. Hari ini benar-benar kacau."Mau bermain denganku nona?" ucap seorang pria tua dengan kumis yang hampir memutih.Pria tua tersebut mencoba menyentuh kukuh mulus Verlyn, namun Verlyn langsung menepis tangan pria tua tersebut dengan kasar."Jangan macam-macam." desis Verlyn dengan tajam."Jangan terlalu takut gadis manis. Main sebentar yuk," ajaknya lagi."Jauhkan tanganmu. Aku tak sudi dengan bermain yang kau maksud." balas Ve
Verlyn memasuki kamar tamu yang baru ditunjukkan oleh maid disini. Verlyn menatap takjub, jika kamar tamu saja mewah, bagaimana kamar utamanya. Dan Verlyn sudah tau kamar utama, baik milik Olivya ataupun Madrick.Verlyn membanting tubuhnya diatas kasur, rasa lelah nan penat menjadi satu dalam tubuhnya. Ia berpikir, ia akan kehilangan kehormatannya saat ini juga. Namun, Tuhan menyelamatkannya. Ia bersyukur, Sekejam apapun Mad, Dia tetap memiliki rasa kasihan. Dan Verlyn sama sekali tidak merasa keberatan jika harus menjadi teman Olivya. Ia justru merasa senang. Karena ia disini tidak memilik satupun seorang teman. Tidak satupun. Semua menjauhinya, ia selalu dibully dan dikatain tak memiliki seorang ayah."Hiks.." tangis Verlyn. Ia mengingat kejadian tadi pagi.FlashbackDipagi hari, Verlyn begitu sangat bersemangat. Ini adalah hari pertamanya masuk ke Universitas baru dan ia akan menjadi mahasiswi baru.Verlyn berjalan keluar dari apartemen miliknya. Apartemen yang sederhana namun sang
Kejadian itu membuatnya hingga ia masuk kedalam sangkar kelab malam. Benar-benar hari yang sungguh sial."Kenapa semua orang kejam padaku? Hanya Mama yang baik padaku, hanya Mama yang ngertiin aku. Dan hanya Mama yang tau keadaanku." lirih Verlyn.Tok tok .Verlyn buru-buru menghapus air matanya dan beranjak membukakan pintu."Nak Verlyn?" ucap Gaston yang sudah berdiri diambang pintu."Iya, adaapa?" balas Verlyn dengan sopan. Walaupun Gaston pernah berbuat kasar padanya, Mamanya mengajarkan agar ia tak membalas kekejaman seseorang."Ayo, makan malam dulu. Sudah saya siapkan." ucap Gaston dengan nada lembut."Saya lagi tidak selera makan tuan." Verlyn berniat menutup pintunya namun dicegat oleh Gaston."Ayo makan!" perintah Gaston dengan tegas."Tapi saya tak selera makan." kekeuh Verlyn.Gaston menarik tangan Verlyn dengan paksa. Ia menyeret Verlyn menuju meja makan."Makan!" titah Gaston."Tap--""Makan Verlyn." potong Gaston.Dengan malas, Verlyn mengambil sepotong roti dan selai
Olivya tak ada henti-hentinya menatap kagum ponsel-ponsel yang terpajang di kaca pameran. Ia tahu, ponsel disini pasti harganya sangat fantastik dan ponsel disini hanya ada satu-satunya, maksudnya tak terjual di toko lain manapun."Vya, ayo cepat pilih. Sebentar lagi aku ada pekerjaan." ucap Mad."Kita ke toko ponsel lain saja, Mad." ucap Olivya."Why?" tanya Mad."Disini pasti harganya sangat mahal, Mad."Mad mengacak rambut Olivya dengan gemas. Gadisnya ini memang bukan cewek matre yang hanya menginginkan hartanya. Bukan, Bukan Olivya yang ingin dengan Mad, tapi Mad yang ingin dengan Olivya."Jika kau mau, aku bisa membeli tokonya untuk dirimu." balas Mad."Selalu saja sombong." ketus Olivya."Kalau begitu, aku akan menghabiskan uangmu dengan membeli ponsel yang paling mahal disini." goda Olivya. Sebenarnya ia tak ingin melakukan ini, namun ia hanya ingin menguji Madrick. Tapi jika benar dibelikan, keberuntungan berpihak padanya."Silahkan nona Vya." balas Mad."Excusme," panggil Ol
Mad berjalan memasuki perusahaannya dengan gaya angkuh. Wajah dinginnya membuat siapapun menduga bahwa ia adalah pria kejam tak berbelas kasih."Tuan?" sapa Gaston dan beberapa pengawal dibelakangnya."Dimana dia?" tanya Mad."Dia sudah berada diruangan bawah tanah tuan." Mad berjalan lebih dulu dan langsung diikuti oleh Gaston dan beberapa pengawal."Kalian gunakan lift lainnya." ucap Mad kepada semua pengawalnya.Mad berjalan memasuki lift dan menuju lantai bawah tanah.Saat sudah sampai diruangan bawah tanah, Mad melihat dua orang yang tengah terikat dikursi. Wajah mereka penuh luka lebam dan goresan-goresan disekujur tubuhnya."Katakan, apa kesalahan kalian?" tanya Mad mencoba memancing dua orang ini.Dua orang ini tak kunjung membuka suaranya dan itu membuat Mad semakin emosi.PyarrSuara bantingan yang cukup keras. Mad membanting botol kosong yang berada didekatnya dan membuat serpihan kaca itu menyebar kemana-mana."Apa kalian bisu, heh? Apa gunanya mulut kalian?!!" bentak Mad.