Olivya duduk diam diatas kasur sambil menonton acara tv. Siaran tv kali ini sangat membosankan bagi Olivya.
“Acara tv-nya sangat membuatku bosan. Hm, aku jadi merindukan apartemenku.” Gumamnya dengan kesal.Matanya memincing saat mendengar suara gaduh didepan pintu. Suara itu seperti benda jatuh dan pada akhirnya pecah. Samar-samar Olivya mendengar suara bentakan diluar sana. Rasa penasaran terus mendorong Olivya untuk segera menguping dari balik pintu. Olivya melangkahkan kakinya dengan pelan mengarah pada pintu kamar. Telinganya ia tempelkan untuk memperjelas pendengarannya.“Dasar tidak berguna!! Sudah ku bayar mahal dirimu tapi apa yang aku dapat darimu, heh? Hanya omong kosong!!” Olivya mengernyit saat mendengar bentakan seseorang dengan sangat keras.“Seperti suara pria arogan,” gumam Olivya.“Maafkan aku tuan, mafia itu benar-benar susah sekali untuk dilacak. Gps tentangnya mati semua.” Suara seseorang dengan sangat pelan tapi tetap saja masih dapat didengar oleh Olivya.Disisi lainMad sedang memarahi salah satu agennya yang gagal untuk melacak si mafia yang berani membunuh keluarga gadisnya. Mad membanting semua benda yang berada didekat nya. Ia tak memedulikan harga puluhan juta benda itu. Emosi membutakan segalanya.“Aku harus membunuhmu atau kau mengembalikan seluruh uangku?” gumam Mad dengan tatapan tajam yang mengarah pada agennya yang menunduk ketakutan.“A-ak-aku akan membalikkan uangmu tuan, kumohon jangan bunuh aku.” Balas Agen itu dengan tatapan memohon dan malah membuat Mad jijik dengan ekspresi itu.“Aku mau detik ini jug—““Oh God,” teriak seseorang dari ujung tangga bawah. Orang itu adalah Olivya dengan ekspresi terkejutnya.“Vya?” kata Mad dengan alis berkerut. Olivya berjalan kearah samping Mad“Kenapa bisa berantakan begini?” tanya Olivya sambil menatap Mad penuh dengan sejuta penasaran.“Bagaimana kamu bisa keluar? Tau dari mana password kamarnya?” tanya Mad sambil menyelipkan anak rambut Vya ke belakang telinganya. Emosi seketika menyurut saat sudah melihat Olivya disisinya.“Oh itu, aku tadi mencoba-coba membukanya dengan asal dan Tuhan berbaik hati denganku dan pada akhirnya terbuka.” Ucap Olivya dengan santai.Saat mendengar kebisingan tadi, Olivya mulai mengawur password kamarnya dan entah ia memencet angka berapa saja akhirnya terbuka.“Oh iya, tadi aku mendengar suara kebisingan disini dan suara benda jatuh. Apakah itu ulahmu pria arogan?” tanya Oliv.“Berhentilah memanggilku pria arogan. Panggil aku Mad.” Ucap Mad.“Kau mengalihkan pertanyaanku.” Ucap Oliv dengan sebal.“Berjanji dulu untuk tidak memanggilku pria arogan, okay?”“Baiklah aku janji. Sekarang, jawab pertanyaanku.”“Aku memarahi agen ku karena ia tidak berhasil untuk melacak seseorang. Padahal aku sudah bayar mahal padanya.” Ucap Mad seperti anak kecil yang sedang mengaduh pada orang tuanya.“Melacak siapa?” tanya Oliv“Hanya melacak seorang pencuri, Vya.”“Oh. Mad, aku ingin pergi ke taman bunga mawar putih.” Ucap Olivya.“Baiklah, ayo aku antar.” Ajak Mad dengan menggenggam tangan Olivya.Olivya menahan kakinya. Mad menoleh kearah Olivya dengan alis berkerut.Olivya menggeleng kepalanya.“Tidak Mad, aku bisa sendiri. Urusi saja pencuri itu, jangan sampai dia lolos.” Ucap Olivya.“Kau sangat pengertian, sayang.” Balas Mad dengan mengelus puncak kepala Olivya dan tersenyum.“Kenapa kau memanggilku sayang? Kau bukan kekasihku,” ucap Oliv. “Jangan membuatku merasa melayang, Mad.”Mad tertawa ringan“Apakah kau tetap ingin berdiri disini, Vya?” tanya Mad.“Kau mengajakku berbicara, Mad. Itu salahmu,” balas Oliv. “Karena pria selalu salah dan wanita selalu benar. Itu sudah menjadi takdir.”Olivya melangkah pergi meninggalkan Mad dan anak buahnya. Mad tertawa melihat tingkah konyol dari gadisnya itu. Mad kembali melihat agen nya itu. Seketika wajahnya kembali menajam pada agennya.“Beruntung kau tidak jadi ku bunuh dan itu semua karena gadisku. Kumaafkan kau kali ini, tapi jika kau mengulanginya lagi. Tak ada ampun lagi untukmu.” Agen tersebut tersenyum penuh terima kasih pada Mad.“Terima kasih, tuan. Saya akan berusaha semaksimal mungkin.” Ucap Agen tersebut dan dibalas anggukan oleh Mad.Mad melangkah pergi untuk menuju kamarnya, ia akan membersihkan diri terlebih dahulu sebelum menyusul gadisnya.***Olivya berjalan sambil bersenandung kecil. Olivya membuka pintu yang terbuat dari kaca.“Kenapa banyak sekali pintu? Terus, pintu mana yang akan menghubungkan taman?” tanya Olivya dengan sebal pada dirinya sendiri. Ia sudah membuka seluruh pintu yang ada dimansion ini. Namun, ia tetap tak menemukan pintu yang akan terhubung dengan taman.“Ah pasti pintu itu.” Gumam Olivya.CeklekOlivya membuka kan pintu tersebut dan yang terlihat hanya hamparan rumput dan ada beberapa daging yang masih segar disana.“Kenapa tamannya tak seindah yang kulihat dari kamar?” tanya Olivya dan mulai melangkah masuk.Olivya P.O.VAku melangkahkan kakiku untuk lebih masuk menyusuri hamparan rumput rindang itu. Angin sejuk menerpa wajahku.“Ngaummm.” Aku mendengar auman dengan tegas dan keras. Aku yakin, aku sudah tersesat seribu pintu di mansion ini. Aku tersentak saat merasakan ada bulu bagian kakiku. Aku menunduk untuk melihat apa yang terjadi.“Aaaaaaa” teriakku sangat kencang saat melihat tiga seekor macan dengan tubuh yang besar.Oh tidak aku terjebak dikandang macan. Aku berlari menuju tengah-tengah hamparan rumput. Aku menoleh kebelakang, ketiga macan itu berlari mengejar dengan sangat cepat. Oh tidak, aku tak ingin mati sekarang. Aku tak ingin mati konyol dengan dimakan oleh macan-macan itu.Gawat! Di depanku hanya ada tembok yang menjulang cukup tinggi. Di depanku terdapat tembok dan dibelakang ku ada macan yang berjalan sangat perlahan, seolah sedang menakuti ku. Tak ada cara lain, aku memanjat tembok itu.Sekali gagal namun aku tak menyerah, aku mencoba kedua kalinya tapi gagal lagi. Aku mencoba lagi untuk yang ketiga kalinya dan berhasil. Aku melihat kebawah, macan itu mencakar tembok. Berusaha untuk naik keatas. Aku sudah merintikkan air mata.“Seseorang tolong aku...” teriakku dengan keras. Macan itu hampir mencakar kakiku.Ya tuhan, aku bodoh menolak Mad untuk mengantarku tadi. Mansion ini sangat besar dan luas, hingga membuatku terjebak diantara ketiga macan ini.Aku harap ada pangeran penyelamat untuk menyelamatkan ku dari tiga macan besar ini.“Chokie,Chakie,Chikie.” Aku mendengar suara seseorang. Aku melihat macan-macan itu sudah tidak mencakar tembok lagi. Aku melihat kearah sumber suara dan ternyata itu Mad. Apakah dia pangeran penyelamat yang ku maksud? Walaupun tidak tepat waktu.Macan-macan itu berlari kearah Mad dan bergelayut manja padanya. Mad mengusap bulu-bulu macan itu dengan sayang.“Kenapa kau mengejar gadis ku, hm?” aku mendengar ucapannya pada macan itu. Apa dia bilang? Gadisnya? Heh, menjalin hubungan saja belum!“Baiklah Chokie ayo habiskan makanmu. Kau terlihat kurus karena jarang sekali makan. Jangan terus bermain Chokie.” Ucap Mad. Kurus dia bilang? Lalu bagaimana gemuknya.“Dan untuk Chakie, Chikie. Cepat mandi sebelum aku mengguyur mu dengan air dingin.” Macan-macan itu patuh padanya dan pergi meninggalkan Mad.“Macannya sudah pergi, Vya. Ayo cepat turun.” Ucapnya. Aku melihat macan-macan itu sedang menuruti perintah Pria ini.Aku turun dengan sangat hati-hati. Kakiku terpeleset tembok dan aku tidak dapat mengimbangi tubuhku. Aku menutup mataku membiarkan tubuhku akan jatuh di permukaan rumput ini. Namun yang kurasakan, seperti ada sebuah tangan kekar yang memegang pinggangku. Aku membuka mataku dan pertama kali yang aku lihat adalah wajah tampan Mad yang begitu dekat denganku.“Aaaaaaa...” aku tersadar dan langsung berteriak.Bugh“Awww,” ringisku saat Mad melepaskanku begitu saja hingga bokongku mencium permukaan tanah.“Vya, maafkan aku.” Ucapnya. Aku melihat dari pelosok matanya yang tajam, tersirat rasa penyesalan.Mad membantuku berdiri. Aku memegang pinggangku yang sedikit terasa ngilu.“Emm,” erangku saat tulang ekorku berdenyut nyeri.“Bagian mana yang sakit, Vya?” tanyanya dengan khawatir.“Banyak sekali.” Ketusku.“Itu juga salahmu, kenapa kau berteriak? Membuatku terkejut juga.” Heh, dasar pria arogan. Bukannya dilembutin malah nyari kesalahanku.Aku menggerucutkan bibirku dan pergi berlalu sambil memegang pinggangku. Tiba-tiba, aku merasakan tubuhku melayang. Ternyata, Mad menggendongku ala brydal style. Aku manatap wajah tampannya, rahangnya yang kokoh, hidungnya yang mancung dan... Bibir seksinya.“Sudah puas menatap ketampananku, heh?” guman Mad.BlushPipiku memerah menahan malu, aku tertangkap basah olehnya. Aku menyembunyikan wajahku di dada bidangnya.Setelah cukup lama aku digendongnya, akhirnya kaki menampak pada tanah. Aku melihat keseliling, yaitu taman bunga mawar putih. Aku mengembangkan senyumanku senang. Taman ini menjadi tujuanku dan malah, aku terjebak dikandang macan.“Suka?” tanyanya. Aku menoleh dan mengangguk sambil tersenyum senang. Aku kembali menatap hamparan bunga mawar putih sambil merentangkan kedua tanganku untuk menyambut angin.Aku merasakan ada seseorang yang memelukku dari belakang dengan sangat erat. Aku sedikit tersentak, saat tahu siapa yang sedang memelukku dari belakang, yaitu Mad. Aku tak berontak, entah mengapa. Aku merasa nyaman berada dipelukkannya. Sangat aneh memang, karena aku baru bertemu dengannya kemarin.Mad meletakkan dagunya pada ceruk leherku. “Vya,” panggilnya.“Hm?” balasku.Mad menyembunyikan wajahnya diceruk leherku dan aku merasakan pundak ku yang basah.Apakah ia menangis? “Mad? Kenapa?” tanyaku sambil mengusap rambutnya.“Biarkan seperti ini, Vya.” Gumannya dengan suara parau. Aku memilih diam dan berkutik dengan pikiranku.Tak lama kemudian, Mad mengangkat wajahnya dan memutar tubuhku hingga menatapnya. Benar dugaanku, pria ini habis menangis. Tapi mengapa? Matanya menyorot bahwa membuktikan kalau pria ini banyak sekali beban penderitaan dan kehancuran.“Ayo masuk, kau butuh istirahat.” Ucapnya masih dengan suara parau. Mad menarik tanganku dan aku menahan kakiku. Ia menoleh da
Olivya berdiri didekat jendela kamarnya. Kejadian kemarin sangat membuatnya trauma. Olivya melamun, perlahan air matanya turun melolos dipipinya. Terbayang bagaimana orang tuanya dibunuh dengan tragis.Saat itu, seharusnya aku tidak kabur. Sebaiknya aku mati bersama mereka batin Olivya."Shhh," ringis Oliv saat luka ditangannya terasa nyeri. Ia melihat perban ditangannya yang sedikit dilumuri darah. Luka sayatannya kembali mengeluarkan darah."Hidupku penuh dengan masalah." gumam Oliv. Pikirannya kembali pada kejadian kemarin.FlashbackSuara pukulan, tembakan, serta hantaman begitu kuat, masuk kedalam indera pendengaran Oliv.Didepan matanya, ia menyaksikan Mad sedang bertarung dengan banyak sekali orang-orang berbadan besar. Tubuh mungil Olivya bergetar hebat saat mendengar suara-suara tembakan serta jeritan yang berakhir kematian.Mad berhasil membawanya keluar dari kukungan wanita gila yang menyiksa Oliv. Tapi, sepertinya Tuhan masih ingin memberi cobaan. Saat sudah keluar dari ger
Mad duduk di bar mini yang tersedia di kamarnya. Mad sudah menghabiskan hampir tiga botol wine. Ia sangat khawatir dengan gadisnya. Dan rasa bersalah, terus menyelimutinya. Seandainya dia tak melakukan hal yang ingin mencium Olivya. Pasti tak ada rasa bersalah dalam dirinya. Baru kali ini, Mad dilanda rasa bersalah. Biasanya, apa yang ia lakukan hanya dianggap angin lalu.Mad mengambil rokok disebelahnya dan mulai menyalakan rokoknya. Menghisap rokok itu dan menghembuskan asap rokok dengan sangat santai. Menikmati setiap hembusan asap rokok.Deringan ponsel berbunyi. Mad mengambil ponselnya dan langsung mengangkatnya, tanpa melihat siapa si penelpon."Halo," ucap Mad sambil kembali menyesap rokoknya."Tuan, cepatlah kemari. Nona Olivya pingsan didalam kamar mandi. Wajahnya pucat dan suhu badannya naik.""Sial!!" rutuk Mad dan langsung mematikan rokoknya dan memasukkan ponselnya kedalam saku celana.Mad berjalan dengan sangat tergesa-gesa menuju kamar Olivya. Sesampainya didepan kamar g
Mad menduduki salah satu kursi yang ada di bar mini kamarnya. Mad membuka botol wine dengan sangat kasar. Amarah masih memuncak dikepalanya. Untung saja ia bisa menjaga kendali, jika tidak, ia akan bertindak lebih pada gadisnya."Kau milikku Olivya. Kau milikku." gumam Mad lalu menegak wine dari botolnya."Takkan kubiarkan siapapun merebut mu dariku." sambungnya.Mad merogo saku celananya untuk mengambil ponselnya.Ia menelpon seseorang."Gaston, Carikan aku jalang dari klub berkelas. Aku butuh pelampiasan." ucap Mad pada Gaston yang ditelponnya.Mad mematikan sambungannya, tanpa memberi balasan dari Gaston."Arrgghhh," gerang Mad dengan frustasi.Ting tongSuara bel kamar berbunyi."Masuk!" perintah Mad.CeklekGaston masuk dengan jalang disebelahnya."Permisi tuan, sesuai permintaan tuan. Saya bawakan jalang," ujar Gaston."Ish, berapa kali kubilang, aku bukan jalang. Kau membawa paksa aku." balas gadis yang berada disebelah Gaston."Diam lah," perintah Gaston.Mad memandangi gadis y
Olivya memutar bola matanya malas."Ya, aku bukan kekasihnya. Sekarang, ceritakan bagaimana kau bisa disuruh si pria arogan itu untuk menjadi temanku. Pasti dia memaksamu atau mengancam mu, right?"Verlyn mulai menceritakan kejadian yang ia alami mulai dari penculikan di kelab.Verlyn menyesap minuman alkoholnya. Ini adalah pertama kali dalam hidupnya mencoba minuman haram itu. Dan ini juga baru pertama kalinya ia menginjakkan ke tempat sesat ini.Dentuman musik serta lampu yang berkedip-kedip memang sangat memusingkan kepala. Namun, Verlyn saat ini butuh hiburan. Hari ini benar-benar kacau."Mau bermain denganku nona?" ucap seorang pria tua dengan kumis yang hampir memutih.Pria tua tersebut mencoba menyentuh kukuh mulus Verlyn, namun Verlyn langsung menepis tangan pria tua tersebut dengan kasar."Jangan macam-macam." desis Verlyn dengan tajam."Jangan terlalu takut gadis manis. Main sebentar yuk," ajaknya lagi."Jauhkan tanganmu. Aku tak sudi dengan bermain yang kau maksud." balas Ve
Verlyn memasuki kamar tamu yang baru ditunjukkan oleh maid disini. Verlyn menatap takjub, jika kamar tamu saja mewah, bagaimana kamar utamanya. Dan Verlyn sudah tau kamar utama, baik milik Olivya ataupun Madrick.Verlyn membanting tubuhnya diatas kasur, rasa lelah nan penat menjadi satu dalam tubuhnya. Ia berpikir, ia akan kehilangan kehormatannya saat ini juga. Namun, Tuhan menyelamatkannya. Ia bersyukur, Sekejam apapun Mad, Dia tetap memiliki rasa kasihan. Dan Verlyn sama sekali tidak merasa keberatan jika harus menjadi teman Olivya. Ia justru merasa senang. Karena ia disini tidak memilik satupun seorang teman. Tidak satupun. Semua menjauhinya, ia selalu dibully dan dikatain tak memiliki seorang ayah."Hiks.." tangis Verlyn. Ia mengingat kejadian tadi pagi.FlashbackDipagi hari, Verlyn begitu sangat bersemangat. Ini adalah hari pertamanya masuk ke Universitas baru dan ia akan menjadi mahasiswi baru.Verlyn berjalan keluar dari apartemen miliknya. Apartemen yang sederhana namun sang
Kejadian itu membuatnya hingga ia masuk kedalam sangkar kelab malam. Benar-benar hari yang sungguh sial."Kenapa semua orang kejam padaku? Hanya Mama yang baik padaku, hanya Mama yang ngertiin aku. Dan hanya Mama yang tau keadaanku." lirih Verlyn.Tok tok .Verlyn buru-buru menghapus air matanya dan beranjak membukakan pintu."Nak Verlyn?" ucap Gaston yang sudah berdiri diambang pintu."Iya, adaapa?" balas Verlyn dengan sopan. Walaupun Gaston pernah berbuat kasar padanya, Mamanya mengajarkan agar ia tak membalas kekejaman seseorang."Ayo, makan malam dulu. Sudah saya siapkan." ucap Gaston dengan nada lembut."Saya lagi tidak selera makan tuan." Verlyn berniat menutup pintunya namun dicegat oleh Gaston."Ayo makan!" perintah Gaston dengan tegas."Tapi saya tak selera makan." kekeuh Verlyn.Gaston menarik tangan Verlyn dengan paksa. Ia menyeret Verlyn menuju meja makan."Makan!" titah Gaston."Tap--""Makan Verlyn." potong Gaston.Dengan malas, Verlyn mengambil sepotong roti dan selai
Olivya tak ada henti-hentinya menatap kagum ponsel-ponsel yang terpajang di kaca pameran. Ia tahu, ponsel disini pasti harganya sangat fantastik dan ponsel disini hanya ada satu-satunya, maksudnya tak terjual di toko lain manapun."Vya, ayo cepat pilih. Sebentar lagi aku ada pekerjaan." ucap Mad."Kita ke toko ponsel lain saja, Mad." ucap Olivya."Why?" tanya Mad."Disini pasti harganya sangat mahal, Mad."Mad mengacak rambut Olivya dengan gemas. Gadisnya ini memang bukan cewek matre yang hanya menginginkan hartanya. Bukan, Bukan Olivya yang ingin dengan Mad, tapi Mad yang ingin dengan Olivya."Jika kau mau, aku bisa membeli tokonya untuk dirimu." balas Mad."Selalu saja sombong." ketus Olivya."Kalau begitu, aku akan menghabiskan uangmu dengan membeli ponsel yang paling mahal disini." goda Olivya. Sebenarnya ia tak ingin melakukan ini, namun ia hanya ingin menguji Madrick. Tapi jika benar dibelikan, keberuntungan berpihak padanya."Silahkan nona Vya." balas Mad."Excusme," panggil Ol