Dengan langkah panjang dan cepatnya, seorang pria sangat tergesa-gesa memasuki sebuah ruangan yang akan menjadi tujuannya saat ini. Sudah beberapa kali panggilan demi panggilan telah menyambar telinganya dengan tegas. Sangking banyak tugas yang meliliti otaknya, dengan terpaksa ia mengabaikan panggilan tegas itu.
Pria itu menghirup nafasnya dalam-dalam saat tangannya sudah menyentuh handel pintu yang dingin itu. Kali ini ruangan yang ia masuki adalah ruang kerja ayahnya yang ada dimansion milik ayahnya ini. Jangan anggap sepeleh jika sang ayah sudah mengamuk.CeklekPria itu membuka pintunya dengan hati-hati, seakan takut jika sang pemilik ruangan ini tergganggu.“Kau terlambat 15 menit” ucap sang ayah saat pria itu sudah sepenuhnya memasukkan badannya kedalam ruangan itu. Pria itu menutup kembali pintunya.“Hanya lima belas menit? Itu tak terlalu lama” balas pria itu. Dirinya pun heran, entah kemana perginya rasa takut tadi.“Bukan soal lamanya, namun tentang kedisplinan dalam waktu” balas Sang Ayah dan membalikkan kursinya hingga seringaian diwajahnya dapat dilihat oleh pria yang masih berdiri dipintu dengan tangan yang dimaksukkan kedalam saku.“Sudahlah aku tak mau membahas soal itu, aku harap kau takkan mengulangi kelakuanmu yang suka mengulur waktu itu” sambung sang ayah.Pria muda itu menghembuskan nafasnya gusar dan menunduk sekilas lalu beralih menatap mata sang ayah.“Ada Apa Ayah memanggilku?” tanya Pria muda itu.“Tidak terlalu penting juga, Ayah han—““Jika Ayah hanya menyuruhku untuk terus memantau gadis itu, sudah pasti akan ku laksanakan” potong pria muda itu, sang ayah hanya terkekeh. Ia tak marah dengan apa yang dilakukan putranya tadi, yaitu memotong ucapannya. Walaupun ia sangat tak suka dengan seseorang yang suka memotong ucapannya.“Ku ingatkan lagi, jangan sampai kau mencintainya” tegas sang ayah.“Mencintai gadis kumuh sepertinya? Yang ada aku akan menghancurkannya hingga ia terjatuh sedalam samudra” balas pria muda itu dengan senyuman kecutnya.“Bagus”***Milan, ItalyMadrick menghempaskan tubuhnya diatas ranjang yang empuk sambil bertelanjang dada. Saat ini, ia benar-benar sangat lelah. Yang benar saja, ia terbang ke Amerika hingga kembali ke Italy tanpa beristirahat. Bahkan di pesawat dia hanya fokus pada perusahaannya.Mandrick menatap langit-langit kamarnya. Sebuah senyuman terukir dari sudut bibirnya saat dalam benaknya terdapat wajah cantik Olivya. Mad sangat merindukan gadisnya. Ya, sangat merindukan. Jika saja bukan soal rencananya, sudah Mad pastikan bahwa Olivya akan tinggal bersamanya saat ini.Berhubung ia tak ingin rencananya kacau, Mad akan dengan berat hati membiarkan gadisnya berdekatan bebas dengan siapapun, walau dalam hatinya ia merasa sakit. Seperti saat ini, Olivya semakin dekat dengan pria yang bernama Bryan itu. Mengingat pria itu, tangan Mad sudah gatal untuk segera melenyapkannya, bahkan seluruh keluarga nya. Tapi ia tahan, karena tak ingin rencananya hancur karena keegoisannya.ClingBunyi ponsel miliknya pertanda ada pesan masuk. Mad bangkit dari baringan tubuhnya dan berjalan menuju nakas, dimana tempat ponselnya berada. Mad menautkan alisnya saat melihat pesan dari anak buahnya yang bertugas untuk menjaga Olivya, yaitu Philip Cyriston. Pesan itu berisikan vidio yang berdurasi satu menit. Rasa penasaran menyelubungi diri Mad untuk segera memutar vidio tersebut.Diremasnya ponselnya dengan kuat hingga menimbulkan sedikit keretakan. Disana, di vidio itu berisi seorang gadis yang sedang menangis dipelukan seorang pria. Tangan mereka saling bertautan, sama-sama menguatkan dan memberi kekuatan.“Arrrggghh” teriak Mad. Wajahnya sudah memerah menahan amarah yang sudah memuncak. Gadis yang sedang menangis dividio itu adalah Olivya dan laki-laki yang sedang menenangkannya adalah Bryan.“Seharusnya aku yang menenangkanmu saat kau menangis Vya, bukan pria brengsek itu. Arrghh” suara Mad menggema di kamarnya. Untung kamarnya kedap suara.Mad mengambil kaos abu-abunya di lemari dan langsung memakainya, lalu menyambar kunci mobilnya dan pergi keluar kamar. Mad menuruni anak tangga dengan sangat cepat dan tak memperdulikan sapaan dari pelayannya yang terpenting saat ini ia akan menarik gadisnya dan membawanya ke mansion nya. Untuk urusan rencana, Mad akan menyusun ulang rencana itu.“Tuan” panggil Gaston menghentikan aksi Mad saat hendak membuka pintu mobil.“Ada pesan dari Reca, Anda akan ada meeting dengan perusahaan Green Glamour dua jam lagi” ucap Gaston. Recansia Burnexly adalah sekertaris pribadi Mad.“Katakan pada Reca, untuk saat ini dia yang akan memimpin meeting nya. Jika pertemuannya berjalan lancar, gajinya akan kutambah untuk bulan ini. Aku ada urusan” balas Mad dan mulai masuk kedalam mobil sport nya lalu menancapkan gasnya dengan kecepatan tinggi.Gaston menggeleng-gelengkan kepalanya melihat aksi tuannya itu. Gaston tau, jika saat ini Mad sedang dilanda kemarahan. Bahkan Gaston sudah menganggap Mad adalah anaknya. Ia tak akan mengkhianati Mad bagaimanapun keadaannya.Olivya P.O.V OnSaat ini aku menumpahkan seluruh air mataku pada pria yang saat ini sedang merangkulku dan menenggelamkan wajahnya di dada bidangnya. Aku mencurahkan seluruh penderitaanku padanya saat dimana orang tuaku bahkan keluargaku meninggalkanku.Pria itu adalah Bryan. Bryan sudah kuanggap seperti kakakku sendiri. Aku serasa punya seseorang dalam hidupku."Sstt sudah, tenanglah Oliv." ucapnya sambil mengelus pundak ku. Aku melepaskan rangkulannya saat aku sudah merasa sedikit tenang dengan isak tangisku. Dia tersenyum kearah ku, tangan besarnya menghapus jejak air mataku. Beruntung masih ada pria baik di hidupku."Maaf Bryan. Karena kecengenganku, bajumu harus basah karena air mataku" ucapku dengan canggung."Ah tak apa Oliv, Nanti juga kering" balasnya dengan lembut.Tiba-tiba aku merasakan tubuhku ditarik oleh seseorang hingga aku menubruk permukaan empuk. Aku melebarkan mataku saat aku menabrak dada bidang seseorang."Dont touch her. She is my girl" desis seseorang yang sedang merengkuh pinggangku.Aku sadar, aku meberontak minta dilepaskan oleh pria yang tak kukenal ini. Semakin aku memberontak, semakin erat pula ia merengkuh pinggangku."Hey bung, tanpa kau sadari kau menyakiti gadisku dengan merengkuh pinggangnya terlalu erat!" ujar Bryan dengan santai. Bahkan dia mengatakan jika aku adalah gadisnya."Gadismu kau bilang, heh? Dia hanya milikku. Milik Madrick Vallencio seorang." desis orang yang bernama Mad itu.Tunggu tunggu, sepertinya aku mengenal nama itu tapi dimana ya? Harum maskulinnya sangat membuatku ingin tidur."Lepaskan aku, pinggangku sakit" ucapku dengan berusaha melepaskan tangannya dari pinggangku.Mad melepaskan rengkuhan tangannya tapi sepertinya ia tak membiarkanku bebas. Ia menggenggam tanganku sangat kuat, takut jika aku pergi darinya. Heh? Dasar pria aneh!Mad menarikku menuju mobilnya dan menyuruhku untuk masuk, namun aku menolak. Bagaimana aku bisa ikut dengan pria yang tak kukenal?“Masuk Vya.” Desisnya dengan tatapan tajam saat aku menolak untuk masuk kedalam mobilnya.“Gk mau, aku tak mengenalimu. Bagaimana aku ikut dengan orang yang tak kukenal?” balasku.Olivya POV Dapat kulihat dia sedang menggeram marah. Aku kaget saat ia mendorongku secara paksa masuk kedalam mobil sportnya ini, setelah itu dia menutup pintunya dengan sangat kencang. Dasar pria arogan, bagaimana kalo mobil bagusnya ini rusak? Emang seberapa kaya dia? Lihat tampangnya saja biasa saja.Tanpa aku sadari, aku menangis. Entah karena apa aku tiba-tiba menangis. Karena takut mungkin.“Heh kenapa kau menangis?” tanya pria arogan itu yang saat ini sudah disebelahku, lebih tepatnya dibagian pengemudi.“Tentu saja aku menangis, kau menculikku. Hiks...hiks..” ucapku dengan teriakkan.“Oh ayolah Vya—“ “Bagaimana kau tahu namaku heh? Pasti kau sudah merencanakannya sebelum menculikku.” Aku tahu dia menggeram marah, mungkin karena aku memotong ucapannya.“Dengar ini baik-baik Vya, Aku tidak menculikmu. Aku hanya mengamankanmu, okay?” balasnya.“Oh God, mengamankan ku dari apa? Apakah aku dalam bahaya?” “Ya, kau dalam bahaya”“Bahaya ten—““Kau ini cerewet sekali. Diam lah, dan
Olivya duduk diam diatas kasur sambil menonton acara tv. Siaran tv kali ini sangat membosankan bagi Olivya. “Acara tv-nya sangat membuatku bosan. Hm, aku jadi merindukan apartemenku.” Gumamnya dengan kesal.Matanya memincing saat mendengar suara gaduh didepan pintu. Suara itu seperti benda jatuh dan pada akhirnya pecah. Samar-samar Olivya mendengar suara bentakan diluar sana. Rasa penasaran terus mendorong Olivya untuk segera menguping dari balik pintu. Olivya melangkahkan kakinya dengan pelan mengarah pada pintu kamar. Telinganya ia tempelkan untuk memperjelas pendengarannya.“Dasar tidak berguna!! Sudah ku bayar mahal dirimu tapi apa yang aku dapat darimu, heh? Hanya omong kosong!!” Olivya mengernyit saat mendengar bentakan seseorang dengan sangat keras.“Seperti suara pria arogan,” gumam Olivya.“Maafkan aku tuan, mafia itu benar-benar susah sekali untuk dilacak. Gps tentangnya mati semua.” Suara seseorang dengan sangat pelan tapi tetap saja masih dapat didengar oleh Olivya.Disis
Aku merasakan ada seseorang yang memelukku dari belakang dengan sangat erat. Aku sedikit tersentak, saat tahu siapa yang sedang memelukku dari belakang, yaitu Mad. Aku tak berontak, entah mengapa. Aku merasa nyaman berada dipelukkannya. Sangat aneh memang, karena aku baru bertemu dengannya kemarin.Mad meletakkan dagunya pada ceruk leherku. “Vya,” panggilnya.“Hm?” balasku.Mad menyembunyikan wajahnya diceruk leherku dan aku merasakan pundak ku yang basah.Apakah ia menangis? “Mad? Kenapa?” tanyaku sambil mengusap rambutnya.“Biarkan seperti ini, Vya.” Gumannya dengan suara parau. Aku memilih diam dan berkutik dengan pikiranku.Tak lama kemudian, Mad mengangkat wajahnya dan memutar tubuhku hingga menatapnya. Benar dugaanku, pria ini habis menangis. Tapi mengapa? Matanya menyorot bahwa membuktikan kalau pria ini banyak sekali beban penderitaan dan kehancuran.“Ayo masuk, kau butuh istirahat.” Ucapnya masih dengan suara parau. Mad menarik tanganku dan aku menahan kakiku. Ia menoleh da
Olivya berdiri didekat jendela kamarnya. Kejadian kemarin sangat membuatnya trauma. Olivya melamun, perlahan air matanya turun melolos dipipinya. Terbayang bagaimana orang tuanya dibunuh dengan tragis.Saat itu, seharusnya aku tidak kabur. Sebaiknya aku mati bersama mereka batin Olivya."Shhh," ringis Oliv saat luka ditangannya terasa nyeri. Ia melihat perban ditangannya yang sedikit dilumuri darah. Luka sayatannya kembali mengeluarkan darah."Hidupku penuh dengan masalah." gumam Oliv. Pikirannya kembali pada kejadian kemarin.FlashbackSuara pukulan, tembakan, serta hantaman begitu kuat, masuk kedalam indera pendengaran Oliv.Didepan matanya, ia menyaksikan Mad sedang bertarung dengan banyak sekali orang-orang berbadan besar. Tubuh mungil Olivya bergetar hebat saat mendengar suara-suara tembakan serta jeritan yang berakhir kematian.Mad berhasil membawanya keluar dari kukungan wanita gila yang menyiksa Oliv. Tapi, sepertinya Tuhan masih ingin memberi cobaan. Saat sudah keluar dari ger
Mad duduk di bar mini yang tersedia di kamarnya. Mad sudah menghabiskan hampir tiga botol wine. Ia sangat khawatir dengan gadisnya. Dan rasa bersalah, terus menyelimutinya. Seandainya dia tak melakukan hal yang ingin mencium Olivya. Pasti tak ada rasa bersalah dalam dirinya. Baru kali ini, Mad dilanda rasa bersalah. Biasanya, apa yang ia lakukan hanya dianggap angin lalu.Mad mengambil rokok disebelahnya dan mulai menyalakan rokoknya. Menghisap rokok itu dan menghembuskan asap rokok dengan sangat santai. Menikmati setiap hembusan asap rokok.Deringan ponsel berbunyi. Mad mengambil ponselnya dan langsung mengangkatnya, tanpa melihat siapa si penelpon."Halo," ucap Mad sambil kembali menyesap rokoknya."Tuan, cepatlah kemari. Nona Olivya pingsan didalam kamar mandi. Wajahnya pucat dan suhu badannya naik.""Sial!!" rutuk Mad dan langsung mematikan rokoknya dan memasukkan ponselnya kedalam saku celana.Mad berjalan dengan sangat tergesa-gesa menuju kamar Olivya. Sesampainya didepan kamar g
Mad menduduki salah satu kursi yang ada di bar mini kamarnya. Mad membuka botol wine dengan sangat kasar. Amarah masih memuncak dikepalanya. Untung saja ia bisa menjaga kendali, jika tidak, ia akan bertindak lebih pada gadisnya."Kau milikku Olivya. Kau milikku." gumam Mad lalu menegak wine dari botolnya."Takkan kubiarkan siapapun merebut mu dariku." sambungnya.Mad merogo saku celananya untuk mengambil ponselnya.Ia menelpon seseorang."Gaston, Carikan aku jalang dari klub berkelas. Aku butuh pelampiasan." ucap Mad pada Gaston yang ditelponnya.Mad mematikan sambungannya, tanpa memberi balasan dari Gaston."Arrgghhh," gerang Mad dengan frustasi.Ting tongSuara bel kamar berbunyi."Masuk!" perintah Mad.CeklekGaston masuk dengan jalang disebelahnya."Permisi tuan, sesuai permintaan tuan. Saya bawakan jalang," ujar Gaston."Ish, berapa kali kubilang, aku bukan jalang. Kau membawa paksa aku." balas gadis yang berada disebelah Gaston."Diam lah," perintah Gaston.Mad memandangi gadis y
Olivya memutar bola matanya malas."Ya, aku bukan kekasihnya. Sekarang, ceritakan bagaimana kau bisa disuruh si pria arogan itu untuk menjadi temanku. Pasti dia memaksamu atau mengancam mu, right?"Verlyn mulai menceritakan kejadian yang ia alami mulai dari penculikan di kelab.Verlyn menyesap minuman alkoholnya. Ini adalah pertama kali dalam hidupnya mencoba minuman haram itu. Dan ini juga baru pertama kalinya ia menginjakkan ke tempat sesat ini.Dentuman musik serta lampu yang berkedip-kedip memang sangat memusingkan kepala. Namun, Verlyn saat ini butuh hiburan. Hari ini benar-benar kacau."Mau bermain denganku nona?" ucap seorang pria tua dengan kumis yang hampir memutih.Pria tua tersebut mencoba menyentuh kukuh mulus Verlyn, namun Verlyn langsung menepis tangan pria tua tersebut dengan kasar."Jangan macam-macam." desis Verlyn dengan tajam."Jangan terlalu takut gadis manis. Main sebentar yuk," ajaknya lagi."Jauhkan tanganmu. Aku tak sudi dengan bermain yang kau maksud." balas Ve
Verlyn memasuki kamar tamu yang baru ditunjukkan oleh maid disini. Verlyn menatap takjub, jika kamar tamu saja mewah, bagaimana kamar utamanya. Dan Verlyn sudah tau kamar utama, baik milik Olivya ataupun Madrick.Verlyn membanting tubuhnya diatas kasur, rasa lelah nan penat menjadi satu dalam tubuhnya. Ia berpikir, ia akan kehilangan kehormatannya saat ini juga. Namun, Tuhan menyelamatkannya. Ia bersyukur, Sekejam apapun Mad, Dia tetap memiliki rasa kasihan. Dan Verlyn sama sekali tidak merasa keberatan jika harus menjadi teman Olivya. Ia justru merasa senang. Karena ia disini tidak memilik satupun seorang teman. Tidak satupun. Semua menjauhinya, ia selalu dibully dan dikatain tak memiliki seorang ayah."Hiks.." tangis Verlyn. Ia mengingat kejadian tadi pagi.FlashbackDipagi hari, Verlyn begitu sangat bersemangat. Ini adalah hari pertamanya masuk ke Universitas baru dan ia akan menjadi mahasiswi baru.Verlyn berjalan keluar dari apartemen miliknya. Apartemen yang sederhana namun sang