Diruangan yang temaram dengan suara teriakan serta tangisan pilu memohon untuk memberhentikan penyiksaan.
Pria muda duduk disebuah kursi sambil menyesap champange nya dan menatap pria paruh baya yang tengah disiksa oleh anak buahnya.Pria paruh baya itu adalah seorang mafia asal Jerman yang berani mengibarkan bendera perang pada pria muda mafia asal italy yaitu Madrick Vallencio. Mad yang terkenal akan kekejamannya dan kelincahannya dalam menghabisi musuh yang berani menipunya.Mafia paruh baya tersebut adalah Triston Feroanus yang sekarang dirinya duduk dikursi tua dengan tangan dan kaki terikat rantai yang sangat kuat. Tubuhnya penuh dengan luka cambuk dan sayatan. Bahkan tubuhnya sudah sangat lemas untuk memberontak. Berkali-kali Triston memohon ampun tapi bukan Mad jika ia menerima ampunan dari musuhnya.Mad berdiri dari duduknya seraya menyalakan rokok yang berada di mulutnya. Mad membungkukkan badannya menatap mata Triston yang sudah lemah. Mad menggembulkan asap rokok tepat kewajah Triston hingga membuatnya terbatuk-batuk.“Triston Feroanus, berani-beraninya kau mengibarkan bendera perang padaku hah?” tanya Mad tepat didepan wajah Triston.“Kau taukan? Apa akibatnya jika kau berani main-main denganku? Tak hanya kau yang menjadi korban ditanganku tapi juga anak istrimu.” Sambung Mad dengan sorot mata yang tajam menatap manik mata Triston.“Kumohon jangan bunuh anak istriku, bunuh aku! Mereka tak tahu apapun” balas Triston dengan nada sedih dan air mata yang lolos dipipinya. Ia menyesal telah menipu Mad dengan membeli pistolnya menggunakan uang palsu.“Aku tak peduli” ucap Mad dengan enteng dan langsung berdiri tegap dihadapan Triston. Triston berteriak ketika pucuk rokok Mad yang menyala tekena luka sayat ditangannya. Mad semakin menekan rokoknya diluka sayatan Triston.Mad menyudahi aksinya dan kembali ketempat ia duduk tadi sambil menyesap champange-nya lagi.“Gaston!!” teriak Mad dengan suara tegas. Memanggil orang kepercayaanya dan Gaston pun datang sambil menunduk hormat.“Ambilkan laptopku yang berisikan vidio panggilan langsung keluarga Triston.” Perintah Mad dan Gaston pun menurutinya.Triston menggeleng-gelengkan kepala dan menatap Mad dengan tatapan memohon.“Kumohon Mad—“ ucapan Triston terpotong karna Mas langsung menyahutnya.“Jangan sebut namaku dengan mulut kotormu, aku tak sudi! Panggil aku tuan.” Sanggah Mad dan kembali menyesap champange-nya.“Tuan kumohon jangan bunuh keluargaku mereka tak bersalah.” Ucap Triston sambil menunduk menangis.Gaston pun datang dengan membawa laptop ditangannya dan langsung diletakkan dimeja depan Triston.“Dady, help me dady” teriak seorang gadis kecil berusia 7 tahun. Triston pun menangis menatap nasib putrinya yang duduk dikursi dengan tangan dan kaki terikat sama seperti nasibnya.“Aarrrghhhh dady!!” teriak anak kecil itu dari sebrang sana.“Julia!!!” teriak Triston saat melihat putri kecilnya dicambuk oleh anak buah Mad. Sungguh manusia iblis tak punya hati.“Tuan kumohon lepaskan mereka” ucap Triston menatap Mad yang tersenyum kecut.“Jangan harap” balas Mad.“Gaston suruh mereka bunuh anak istri Triston, aku tak ingin ia merasa tersiksa” perintah Mad pada Gaston dan Gaston patuh akan perintah Mad.Dor“Dadyyy!!!” teriak anak Triston dengan suara nyaring.Dor“Triston!!!” teriak istri Triston dengan suara kesakitan.Setelah itu tak terdengar suara teriakan dari sebrang sana dan terakhir adalah teriakan istrinya.“Tidakkk.” teriak Triston.“Sekarang giliranmu” ucap Mad dengan seringai iblisnya. Triston hanya bisa pasrah menerima kematiannya. Mad berdiri sambil membawa botol wine lalu menuangkan ketubuh Triston yang penuh luka.“Aaarrrggggghhhhhh.” teriak Triston saat wine berakohol itu mengenai lukanya.“Cukup main-mainnya” ucap Mad, Mad mengeluarkan pistol nya dan langsung menembak kearah kepala Triston hingga Triston mati seketika.“Bakar dia.” perintah Mad dengan anak buahnya. Mad berjalan keluar ruangan penyiksaan dan ingin membersihkan diri.Mad masuk kedalam kamarnya dan langsung menuju kekamar mandi. Mad mengguyur badannya dibawah air dingin dan matanya terpejam. Bayangan seorang gadis kecil cantik sekitar umur 10 tahun sedang mengobati luka di kepala pria remaja berumur 17 tahun. Pria remaja itu adalah Mad.Flashback onSeorang gadis cantik sedang duduk kursi taman sambil memegang boneka teddy bearnya dan menangis. Mad saat itu sedang mengintip anak gadis itu. Rambut hitam legamnya yang panjang menutup wajah imutnya yang sedang menangis.Mad berjalan kearah gadis kecil itu dan menunduk didepan gadis kecil itu.“Kau kenapa menangis?” tanya Mad menggunakan nada lembut, gadis kecil itu mendongak dan menatap Mad dengan mata merahnya akibat menangis. Mad terpesona dengan wajah cantik gadis itu.“Kau siapa?” tanya gadis itu dengan polos.“Aku Madrick Vallencio.” balas Mad dengan senyuman tulusnya, senyuman yang jarang ia tunjukkan kepada siapa pun dan kini gadis itu beruntung mendapatkan senyuman Mad.“Kau kenapa menangis?” tanya Mad dengan lembut.“Orang tuaku dibunuh oleh seorang mafia dan aku berhasil kabur.” ucap gadis polos itu dan kembali menunduk menangis.Mad yang mendengar itu pun langsung menggepalkan tangannya. Siapa yang berani mengusik ketenangan gadis kecil ini. Saat itu juga Mad mengklaim gadis kecil itu miliknya dan Mad sudah menjadi seorang mafia sejak umur 16 tahun karena menggantikan ayahnya yang meninggal karena mati terbunuh.“Kenapa bisa dibunuh?” tanya Mad lagi.“Ayahku tak sengaja menggores mobil mafia itu dengan sepeda ontelnya. Sungguh ayahku tak mampu mengganti mobil itu dan ayah ku dibunuh berserta kakak dan ibuku.” Ucap Olivya dengan nada sedih.“Siapa namamu gadis kecil?” tanya Mad.“Olivya Macrime.” jawab gadis itu.Tiba-tiba ada sebuah batu yang terlempar dan mengenai kepala Mad hingga akhirnya berdarah.“Hahaha.” tawa lima orang anak yang melempar batu kearah Mad.“Hei pergi kalian!!!” teriak seorang gadis dan ternyata itu Olivya sambil mengangkat balok kayu dan akhirnya lima anak itu pergi takut akan balok kayu yang dibawa Oliv.“Kau tak apa Mad? Darahnya banyak sekali, ayo ikut aku ke panti. Aku akan mengobati lukamu itu” ucap Oliv dan Mad hanya mengangguk setuju. Oliv menuntun Mad dengan hati-hati. Oliv melepaskan sweater biru yang ia gunakan lalu meletakkan kearah luka kepala Mad.“Kata ibuku darahnya kalo tidak berhenti, harus ditutupi dengan kain” ucap gadis itu menekankan sweaternya di luka kepala Mad. Oliv menjinjitkan untuk menyamakan tingginya dengan Mad. Mad pun tak tega melihatnya kesusahan dan langsung mengambil alih sweater tersebut.Setelah sampai di panti, Oliv berlari masuk kedalam sedangkan Mad duduk di bangku taman yang ada di taman panti ini. Oliv keluar sambil membawa kotak p3k lalu duduk disebelah Mad.“Emm bisakah duduk dibawah agar aku bisa mengobati lukamu? Kau terlalu tinggi dariku” tanya Oliv dengan polos dan Mad hanya mengangguk. Mad duduk dibawah dan Oliv diatas kursi lalu dengan telaten Oliv mengobati luka Mad.Setelah selesai mengobati luka Mad, Olive tersenyum malu.“Kenapa kau tersenyum?” tanya Mad dengan alis berkerut.“Kau sedari tadi menatapku” jawab Oliv dengan polosnya. Mad hanya tersenyum mengusap puncak kepala Oliv.“Aku pulang dulu ya. Makasih sudah diobatin. Bye” Mad pamit pulang.“Bye” balas OlivFlashback OffMad menyudahi guyuran airnya, ia bergegas mengeringkan badannya lalu menuju ke walk in closet untuk memakai baju. Mad menggunakan kaos santainya seakan tak ada sosok mafia dalam dirinya.Mad mengambil kunci mobilnya diatas nakas lalu beranjak keluar kamar. Mad menuruni tangga dengan sedikit berlari lalu memanggil Gaston.“Gaston” panggil Mad saat dirinya sudah diruang tamu.“Iya tuan?” balas Gaston dengan hormat.“Apakah Oliv ada di apartemennya?” tanya Mad.“Tidak tuan, Oliv—““Panggil dia nona, Gaston” sanggah Mad dengan tatapan tajamnya.“Nona Oliv sedang keluar apartemen, kata anak buah tuan yang bertugas menjaga nona Oliv” jawab Gaston.“Kemana dia?”“Toko buku tuan.” Mad menuju garasi mobil untuk mengikuti Oliv ketoko buku. Mad sudah hafal toko buku langganan Oliv.Seorang gadis cantik sedang mengelilingi toko buku. Gadis itu adalah Olivya Macrime, sudah hampir dua puluh menit Oliv mengelilingi toko buku karena buku yang dicarinya tak kunjung ketemu.“Apakah stoknya habis?” guman Oliv dengan kesal. Oliv menghentikan langkahnya saat jarak 1 meter darinya, buku yang ia cari ada didepannya. Oliv mengambil buku itu dengan semangat.“Yeyyy Ketemu.” serunya dengan senang. Oliv menuju kasir dan membayarnya, ia merogo-rogo saku celananya. Ia mulai merasa panik saat ia lupa tidak membawa uang.Tamatlah aku, aku lupa tak bawa uang – batin Oliv. “Ini, nona.” Oliv menoleh kearah pria disebelahnya yang membayar bukunya. Pria dengan dengan kemeja merah maroonnya tersenyum kearah Oliv dan Oliv pun membalas senyuman itu.“Aku tau kau lupa tak bawa uang” ucap pria itu.“Seharusnya kau tak perlu repot.membayarnya” balas Oliv mengambil kantong yang berisikan buku yang ia beli, ralat tapi laki-laki itu yang beli.“Tak apa, aku ikhlas” balas pria itu. Oliv dan pria
Italy, MilanOlivya POV OnSejak pertemuanku dengan Bryan waktu itu, aku dan Bryan lebih sering berkomunikasi membahas hal yang menurutku tak penting. Soal pesan dari orang yang tak dikenal kemarin, aku anggap hanya pesan dari orang iseng. Buktinya aku tak menyesal sedikit pun menerima pertemanan Bryan. Justru aku merasa senang, karena aku tak merasa kesepian seperti dulu lagi.Saat ini aku sedang membaca novel yang aku beli kemarin. Oh ralat, lebih tepatnya dibelikan oleh Bryan. Aku duduk di sofa balkon apartemen mewahku yang merupakan hadiah dari kepala panti asuhanku dulu. Sekarang aku sedang menikmati semiliran angin malam sambil ditemani coklat panas dan novel di tanganku. Sungguh nikmat dunia bagiku.Aku menutup novelku lalu berdiri dari dudukku dan berjalan menuju pembatas balkon. Aku menatap keatas, dimana ada bulan bersinar dengan dikelilingi bintang-bintang yang juga menyinari malam ini. Sungguh indah. Aku tersenyum saat angin malam menerpa wajahku. Aku jadi teringat oleh Ib
Seorang pria sedang duduk disofa yang ada diruang kerjanya sambil menyesap wine ditangannya. Pria itu terus menatap foto seorang gadis yang ia dapat dari anak buahnya. Senyuman dibibirnya tak kunjung surut, ibu jarinya terus mengelus-ngelus foto gadis itu. Tok tok tokPintu ruang kerjanya terketuk oleh seseorang dari luar.“Masuk!” ucap pria itu tanpa mengalihkan pandangannya kearah foto seorang gadis. Dan masuklah anak buahnya yang usianya lebih tua dari tuannya. Pria itu adalah Madrick yang sedang fokus menatap foto gadisnya.“Adaapa?” tanya Mad dengan tatapan tajamnya karena mengganggu pikirannya akan foto gadis yang ia genggam. Anak buahnya tak kunjung menjawab dan membuat Mad menggeram marah.“Katakan apa tujuanmu menggangguku?!! Jika kau hanya terus membisu!! Lebih baik kau keluar sebelum peluruku menembus jantungmu” bentak Mad pada anak buahnya yang bernama Raco. “Itu tuan—tu—tuan” ucap Raco dengan takut dan terbata-bata.Dorr, PyarrrRaco terkejut saat guci disebelah posisi
Disebuah ruangan yang temaram dengan pencahayaan yang minim dan disertai suara jeritan yang sangat pilu. Dua orang paruh baya tengah duduk dikursi yang sudah usang dengan kedua tangan dan kakinya terikat, siapapun yang melihatnya pasti akan merasa iba dengan penampilan dari dua orang yang tengah terikat itu. Dua orang itu adalah seorang mafia asal America dan istrinya, Edeve Biancaro dan Yatty Biancaro. Wajah mereka sudah penuh lebam dan luka sayat. Seperti biasa, Mad duduk didepan mereka sambil menyesap champagne milik Edeve yang ia ambil dari lemari pendingin milik Edeve. Bukan Mad yang menyiksa mereka melainkan anak buahnya.“Gaston!!” panggil Mad dengan suara tingginya dan menggema diruangan tersebut. Kali ini Mad ingin menyiksa Edeve dan Istrinya Edeve digudang yang ada dimansion milik Edeve sendiri.“Ya tuan?” tanya Gaston dengan hormat.“Ambil semua uang milik Edeve dibrankas dan juga pistol produksi kita yang ia curi” ucap Mad demgan santai.“Hei!! Aku tak mencuri pistolmu bo
Seandainya ia tak melakukan kecurangan pada Mad. Seandainya ia tak melakukan kecerobohan dimasa lalu.Seandainya ia dulu mencintai Yatty dengan cara yang benar. Mungkin ini semua takkan pernah terjadi. Tapi sayang waktu terus berputar maju dan tak bisa untuk mundur walau hanya sedetik. “Maafkan aku, maaf. Aku memang salah, aku memang egois. Pergilah, jaga Edran baik-baik. Carilah pendamping yang kamu cintai dengan tulus. Mad bunuh aku sekarang, aku sudah siap menghadapi kematianku” ucap Edeve dengan tegas. “Ed—“ Dorr “EDEVE!!” pekik Yatty saat melihat suaminya sudah tak berdaya, kepalanya tertembak oleh Mad.“Ed.... Hiks hiks” Yatty mengguncang tubuh Edeve yang masih terikat di kursi. “Terima kasih sudah berbaik hati untuk membebaskan ku dan juga Edran” ucap Yatty dan melangkah untuk keluar gudang, namun langkahnya terhenti ketika Mad mengucapkan hal yang membuat hatinya menjadi sangat takut. “Berani kau melaporkan polisi, nyawamu dan anakmu akan melayang sebelum aku masuk penj
Dengan langkah panjang dan cepatnya, seorang pria sangat tergesa-gesa memasuki sebuah ruangan yang akan menjadi tujuannya saat ini. Sudah beberapa kali panggilan demi panggilan telah menyambar telinganya dengan tegas. Sangking banyak tugas yang meliliti otaknya, dengan terpaksa ia mengabaikan panggilan tegas itu. Pria itu menghirup nafasnya dalam-dalam saat tangannya sudah menyentuh handel pintu yang dingin itu. Kali ini ruangan yang ia masuki adalah ruang kerja ayahnya yang ada dimansion milik ayahnya ini. Jangan anggap sepeleh jika sang ayah sudah mengamuk. Ceklek Pria itu membuka pintunya dengan hati-hati, seakan takut jika sang pemilik ruangan ini tergganggu. “Kau terlambat 15 menit” ucap sang ayah saat pria itu sudah sepenuhnya memasukkan badannya kedalam ruangan itu. Pria itu menutup kembali pintunya. “Hanya lima belas menit? Itu tak terlalu lama” balas pria itu. Dirinya pun heran, entah kemana perginya rasa takut tadi. “Bukan soal lamanya, namun tentang kedisplinan dalam
Olivya POV Dapat kulihat dia sedang menggeram marah. Aku kaget saat ia mendorongku secara paksa masuk kedalam mobil sportnya ini, setelah itu dia menutup pintunya dengan sangat kencang. Dasar pria arogan, bagaimana kalo mobil bagusnya ini rusak? Emang seberapa kaya dia? Lihat tampangnya saja biasa saja.Tanpa aku sadari, aku menangis. Entah karena apa aku tiba-tiba menangis. Karena takut mungkin.“Heh kenapa kau menangis?” tanya pria arogan itu yang saat ini sudah disebelahku, lebih tepatnya dibagian pengemudi.“Tentu saja aku menangis, kau menculikku. Hiks...hiks..” ucapku dengan teriakkan.“Oh ayolah Vya—“ “Bagaimana kau tahu namaku heh? Pasti kau sudah merencanakannya sebelum menculikku.” Aku tahu dia menggeram marah, mungkin karena aku memotong ucapannya.“Dengar ini baik-baik Vya, Aku tidak menculikmu. Aku hanya mengamankanmu, okay?” balasnya.“Oh God, mengamankan ku dari apa? Apakah aku dalam bahaya?” “Ya, kau dalam bahaya”“Bahaya ten—““Kau ini cerewet sekali. Diam lah, dan
Olivya duduk diam diatas kasur sambil menonton acara tv. Siaran tv kali ini sangat membosankan bagi Olivya. “Acara tv-nya sangat membuatku bosan. Hm, aku jadi merindukan apartemenku.” Gumamnya dengan kesal.Matanya memincing saat mendengar suara gaduh didepan pintu. Suara itu seperti benda jatuh dan pada akhirnya pecah. Samar-samar Olivya mendengar suara bentakan diluar sana. Rasa penasaran terus mendorong Olivya untuk segera menguping dari balik pintu. Olivya melangkahkan kakinya dengan pelan mengarah pada pintu kamar. Telinganya ia tempelkan untuk memperjelas pendengarannya.“Dasar tidak berguna!! Sudah ku bayar mahal dirimu tapi apa yang aku dapat darimu, heh? Hanya omong kosong!!” Olivya mengernyit saat mendengar bentakan seseorang dengan sangat keras.“Seperti suara pria arogan,” gumam Olivya.“Maafkan aku tuan, mafia itu benar-benar susah sekali untuk dilacak. Gps tentangnya mati semua.” Suara seseorang dengan sangat pelan tapi tetap saja masih dapat didengar oleh Olivya.Disis