Share

Bab 2

Mira menenggelamkan diri di bath tub.

Sementara itu Alan yang merasa galau dengan pertengkaran hebat di antara dirinya dengan Mira merasa bersalah, ia memutuskan untuk pergi mencari Mira dan menuntaskan semuanya hari ini.

Alan memiliki rencana akan menikahi Miya secepatnya, ia tidak ingin mengulur waktu lebih lama lagi. Alan berjalan menaiki tangga dengan hati bimbang gundah gulana, ia takut rencananya akan gagal.

Ia masuk kedalam kamarnya, tempat di mana dirinya dengan Mira sering berdiskusi mengenai banyak hal, terutama tentang pekerjaan. Kadang ide-ide yang Mira berikan sangat cemerlang, membuat perusahaan maju dengan pesat hanya dalam waktu singkat.

Alan melihat di dalam kamarnya kosong, ia tidak menemukan Mira di sana. Lalu Alan keluar kamar dan memutuskan untuk mencari di tempat lain. 

Alan tahu persis tempat favorite istrinya, yaitu taman belakang. Di sanalah ia banyak menghabiskan waktu dengan menanam bunga dan merawatnya. Taman bunga yang sangat indah, ada begitu banyak tanaman hias di sana, bahkan Mira berencana akan membangun rumah kaca hanya untuk menanam berbagai jenis tanaman hias langka, tinggal menunggu waktu saja.

Alan pergi ke taman tapi ia tetap tidak menemukan Mira, ia mulai panik. Alan dengan berlari kembali menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarnya sekali lagi.

Ia menajamkan telinganya di balik daun pintu untuk mendengakan gemericik air, tapi sunyi tak ada suara air yang jatuh. Alan merasa penasaran ia tetap masuk ke dalam kamar mandi dan saat menyingkap tirai pembatas ia menemukan Mira dalam keadaan tenggelam.

"Mira!" panggil Alan sambil berlari menghampiri bath tub.

Alan bergegas mengangkat Mira dari dalam buth tub, ia membaringkan tubuh dingin istrinya di lantai kamar mandi. Alan mengecek nafasnya dengan menempelkan kuping ke hidung Mira, Alan masih merasakan hembusan nafasnya. Alan memperhatikan dadanya yang masih naik turun dan ia juga mengecek denyut nadinya yang mulai melemah.

"Mira, apa yang kamu pikirkan sayang," sesal Alan, lalu ia memberikan nafas buatan pada Mira dengan cara menjepit hidungnya lalu mengatupkan bibir, dan mendekatkan ke mulut Mira.

Alan mengulang-ulang tindakannya memberi nafas buatan untuk Mira, selain itu ia juga melakukan tindakan CPR pada Mira. Alan memposisikan telapak tangan kiri ada di bawah tangan kanan, lalu ia meletakkan di tengah dada Mira dan menekannya sekitar 4-5 cm. Alan terus mengulang-ulang tindakannya. Hingga Mira memuntahkan seteguk air dari mulutnya.

Mira terbatuk hingga beberapa kali, Alan membantunya dengan memiringkan tubuhnya kesamping. Mira membuka matanya, ia melihat suaminya sedang tersenyum mengejek takdirnya.

"Kenapa kamu menyelamatkanku? Kenapa tidak kamu biarkan saja aku mati dengan membawa luka hati ini?" isak tangis Mira pecah, ia kembali melehkan cairan bening di matanya.

"Apa yang kamu katakan? Aku tidak akan membiarkanmu pergi dari sisiku, Mira! Sampai kapanpun! Bahkan aku akan menghadang kedatangan malaikat maut untukmu," ucapan Alan sungguh menyentuh hati, seandainya hal yang ia katakan sebelum datangnya badai mungkin Mira akan merasa terharu.

Namun sayang ucapan Alan justru membuat Mira jijik dan muak.  Alan mendekap tubuh polos istrinya dipelukannya.

"Lepaskan Mas, sudah aku katakan padamu jangan pernah menyentuhku lagi," pinta Mira dengan suara lemah dan lirih.

Alan tidak menggubris ucapan Mira, ia mendekapnya semakin erat. Ia mengecup kening Mira lembut, dan mulai menyusuri ke tempat lainnya, hingga sampailah di bibir kenyal milik Mira, ia melumatnya.

"Aku kedinginan Mas, antarkan aku ke tempat tidur," pinta Mira beralasan.

Alan menghentikan aktifitasnya, ia kemudian membopong Mira dan merebahkannya di atas kasur berukuran king size. Alan menyelimuti Mira dengan selimut tebal yang ada di atas kasur. Kemudian Alan mencari baju piyama untuk Mira dan mengenakannya.

"Aku akan memanggil Dokter Rian," ucap Alan.

"Tidak usah Mas, aku tidak apa-apa. Hanya butuh istirahat saja," tolak Mira.

"Baiklah. Kamu mau apa? Biar Mas belikan atau ambilkan," tawar Alan sambil mendekat duduk di samping Mira, tangannya meraih telapak tangan Mira yang dingin dan pucat, kemudian ia menggosok-gosokkannya agar hangat.

"Tidak usah Mas! Aku hanya ingin tidur," tolak Mira.

Alan bangkit dari duduknya, lalu ia membenahi selimut Mira hingga sampai dadanya.

"Baik. Tidurlah," ucap Alan. Ia menemani Mira hingga memjamkan matanya dan terlelap tidur.

Mira terbangun di tengah malam karena merasa haus dan perutnya melilit minta diisi. Mira bangun dari tidurnya, ia duduk di tepi ranjang dengan kaki menjuntai. Kepalanya terasa begitu berat, Mira memegangi kepalanya yang pusing.

"Ssstthhh ..., pusing sekali," desis Mira lirih sambil menjambak rambut di kepalanya agar bisa mengurangi rasa pening dan pusing yang kini ia rasakan. Matanya menyipit.

Mira menoleh ke samping tempat tidurnya, masih rapi dan tidak ada tanda-tanda bekas di tiduri. Mira tidak merasa heran dengan tidak adanya Alan di sampingnya, karena ia sering kali tidur ketika waktu menjelang tengah malam bahkan hampir subuh.

Mira mencoba berdiri perlahan, kakinya ia seret mendekat ke pintu dan membukanya. Mira berjalan menuruni anak tangga dengan berpegangan pada sisi tembok.

"Duh lapar banget, semoga Bi Munah menyisakan makanan yang bisa aku makan," gumam Mira.

Ia pergi ke dapur dengan melewati ruang tengah dan ruang kerja suaminya, ia melirik ke ruang kerja suaminya tanpa ingin mencarinya.

Mira sampai di dapur betapa terkejutnya ia.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
g mati aja kau sekalian,njing. drama sampah mu g berguna
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status