Share

Bab 4

BRAK! Mira menabrak pagar pembatas jalan, kepalanya membentur stir mobil. Rasa sakit dan pening di kepalanya menjalar hingga memenuhi seluruh isi kepalanya. 

Dunianya tiba-tiba gelap gulita. Mira mengangkat kepalanya sejenak sebelum kemudian ia mabruk dengan membentur kembali stir mobil. Mira terkulai lemas dan tak berdaya, ia sudah tak sadarkan diri. Darah mengucur dari pelilisnya.

Sementara itu, si pengendara motor yang nyaris tertabrak mobil Mira bangkit. Ia memegangi sikutnya yang lecet akibat bergesekan dengan aspal. Ia meringis menahan perih dan nyeri.

Ia menghampiri mobil jenis sedan itu. Ia melihat kap mobilnya terbuka dan mengepulkan asap, rupanya benturan itu lumayan cukup keras.

Ia mencoba untuk membuka pintu mobil dan ingin melihat kondisi Mira, tapi sayang mobilnya terkunci. Laki-laki itu membuka helmnya dan ia mengintip dari kaca jendela yang gelap. Samar-samar ia melihat Mira yang masih bergeming tak bergerak.

Rasa khawatir menelusup dalam hatinya, ia berlari mendekati motornya yang masih terjatuh. Ia meraih stang motornya dan mencoba untuk menstandar motornya, Lalu ia membuka jok motornya dan mencari sesuatu untuk membuka pintu mobil Mira.

Laki-laki itu menemukan kunci inggris, lalu ia berlari kembali mendekat ke mobil Mira dan memecahkan kacanya. Ia membuka kunci pintu mobil itu dengan merogohnya lewat kaca jendela yang pecah.

Pintu pun terbuka, ia bergegas memeriksa kondisi Mira dengan mendekatkan jarinya ke hidung Mira, ia merasakan hembusan nafas. Ia pun menarik nafas lega. bergegas ia membawa Mira ke rumah sakit terdekat dengan menumpang pada sebuah mobil yang kebetulan melintas di daerah itu.

"Bagaimana keadaannya Dok?" tanya laki-laki itu.

"Istri anda baik-baik saja, ia hanya mengalami memar di bagian keningnya dan ada luka robekan di pelipisnya, kami sudah menjahit luka itu, selebihnya ia baik-baik saja," jelas Dokter itu.

Laki-laki itu meringis saat Dokter itu mengatakan Mira itu istrinya, ia ingin membantahnya namun ia urungkan niatnya.

"Tapi jika ia baik-baik saja kenapa masih belum sadarkan diri Dok?" tanya laki-laki itu.

"Mungkin ia mengalami shock, tapi percayalah semuanya baik-baik saja, anda tidak perlu khawatir," jawab Dokter itu.

"Oh!" jawab singkat laki-laki itu sambil membulatkan mulutnya.

"Kalau begitu saya permisi," pamit Dokter itu.

Laki-laki itu melirik jam di pergelangan tangannya, tanpa pamit ia pergi meninggalkan Mira sendirian di ruang IGD. Tapi sebelum pergi ia membayar semua tagihannya.

Sementara itu, Alan yang mendengar deru suara mobil yang keluar dari garasi mobil bergegas keluar dari kamar Miya, ia pergi melongok keluar yang ternyata pintu gerbang terbuka lebar. Lalu ia berlari ke garasi mobil ia melihat mobil Mira tidak ada di tempatnya.

Lalu ia berlari ke kamarnya dan pada saat membuka pintu kamar, ia tidak mendapati Mira di sana. Rasa was-was menyelimutinya.

"Kemana Mira pergi malam-malam begini, apa ia tahu kalau aku sedang bercinta bersama Miya dan ia marah lalu pergi," gumam Alan.

Lalu ia kembali ke kamar Miya, ia melihat Miya masih belum mengenakan pakaiannya. Posenya begitu menantang, Alan sebagai laki-laki mana mungkin tidak tergoda, ia mendekati Miya dan melupakan tujuan awalnya yang akan berpamitan pada Miya untuk menyusul Mira.

Alan justru malah kembali menerkam Miya, sekali lagi pergumulan mereka dimulai, Alan dengan sangat rakus melakukan hubungan intim itu.

Saat akan mencapai puncak surgawi, benda pipihnya meraung-raung meminta di angkat, sebuah telepon masuk dari kontak nomor yang tidak ia kenal.

Alan mengabaikannya, dan ia menggerutu kesal karena aktifitasnya terganggu.

"Siapa juga yang gangguin," gerutu Alan kesal sambil melempar ponselnya ke sembarang arah.

Sekali lagi dering ponselnya berbunyi, Alan dengan terpaksa mengangkat panggilan itu.

"Halo," sapa orang yang ada di seberang telepon.

"Ya Halo, siapa ini?" tanya Alan dengan sedikit membentak.

"Sungguh terlalu kamu sebagai suami, istrinya kecelakaan kamu enak-enakkan bersama selingkuhanmu. Kalau aku yang jadi istrimu sudah aku racun kamu dengan sianida!" bentak orang itu tak kalah geram, saat ia mendengar suara erangan dari seberang teleponnya.

"Apa maksudmu?" ucap Alan.

"Masih kurang jelas ucapanku hah! ISTRIMU MIRA MENGALAMI KECELAKAAN. DAN SEKARANG IA SEDANG DI RAWAT DI RUMAH SAKIT X!" teriak orang itu dengan nada yang tinggi dan lantang.

Sambungan telepon pun terputus hanya menyisakan suara tut .. tut ... panjang. Alan bergegas meraih pakaiannya yang berserakan, ia mengenakannya dengan sangat terburu-buru. Biar bagaimanapun Mira masih istrinya.

"Mau kemana Mas?" tanya Miya dengan suara manja.

"Mira kecelakaan aku akan melihatnya," jawab Alan.

"Aku ikut!" pinta Miya, lalu ia pun mengenakan pakaiannya.

Mereka berdua pergi ke rumah sakit yang di tuju. Sesampainya ia di sana, Alan langsung masuk ruang rawat inap dan ia melihat Mira sedang terbaring lemah dan kepalanya terbalut perban.

Alan menghampiri Mira yang sedang memejamkan matanya, ia merasa kepalanya seakan mau pecah.

Melihat ada yang datang ia membuka matanya, saat matanya beradu tatap dengan Alan ia memalingkan wajahnya.

"Kamu tidak apa-apa, Mira?" tanya Alan, setelah ia berada di sisi ranjang bangkar Mira.

Miya tak mau melepaskan tangannya yang menggelayut manja di lengan kekar Alan, setelah berada di sisi ranjang Mira, ia justru semakin menjadi, Miya merebahkan kepalanya di dada Alan.

"Aku baik-baik saja! Kalau mau pamer kemesraan sebaiknya kalian pulang saja! Aku tidak membutuhkanmu Mas!" cibir Mira sambil melirik jengah ke arah mereka berdua.

"Kak Mira jangan begitu dong, setidaknya hargai niat baik kami yang mau menjengukmu," timpal Miya.

"Niat baik kamu bilang? Niat baik apanya hah?!" Mira semakin kesal dengan ucapan Miya.

Kalau saja saat ini Mira tidak sedang terluka mungkin ia akan menyerang wanita yang tak tahu malu itu. Gigi-gigi Mira bergemeletuk menahan rasa kesal, tangannya meremas selimut yang membalut setengah badannya.

"Sudah cukup!" sentak Alan, "benar apa yang Miya katakan seharusnya kamu menghargai niat baik kami," bela Alan.

Mira sudah tidak tahan lagi dengan kelakuan orang yang tak tahu diri ini, Mira bangkit dari tidurnya ia meraih botol air mineral yang berukuran 1,5 litter dan langsung melemparkannya ke arah Miya. Dan BUGH! botol itu tepat mengenai wajahnya. Mira tersenyum puas. PLAK ... PLAK ...! 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
penulis sampah, bisa g kau menulis yg lebih ngotak dikit,njing. jgn tokoh tolol yg kau suguhkan.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status