"Apa ini, Mira?" tanya Alan sambil menunjuk selembar kertas yang ada di meja kerjanya.
Mira yang berdiri di depan meja kerja Alan menyodorkan selembar kertas yang dibungkus sebuah map berwarna biru terang, Ia meletakkannya di atas meja kerja Alan dan langsung menyodorkannya ke hadapan Alan."Kamu bisa melihat dan membacanya sendiri, Mas," ucap Mira.Alan membuka dan membaca isi surat itu, lalu ia meletakkannya kembali di atas meja dengan cara dibanting."Apa maksud semua ini, Mira?!" sentak Alan."Kamu sudah melihat dan membacanya bukan?! Cepat tanda tangani suratnya!" perintah Mira tak kalah sengit, ia juga membentak Alan kesal."Aku tidak akan menceraikanmu sampai kapan pun!" bentak Alan."KAMU EGOIS, MAS! KAMU TELAH MEMPERMAINKAN PERASAANKU! ASAL KAMU TAHU MAS, HATIKU KINI TELAH HANCUR BERKEPING-KEPING, HANCUR TAK BERBENTUK DAN SEKARANG KAMU MELUKAIKU DENGAN MENANCAPKAN BERIBU ANAK PANAH DAN KEMUDIAN MENCABIK-CABIKNYA, MEROBEK SETIAP RELUNG HATIKU HINGGA TAK MAMPU LAGI UNTUK DISATUKAN KEMBALI," teriak Mira."Rasa sakit ini tak berdarah Mas, tapi mampu membuatku menangis tanpa suara setiap malamnya. Aku bukanlah wanita tangguh yang mampu kamu lukai sesuka hatimu!" tangis Mira pecah. Sudah sedari tadi ia mencoba menahan air matanya agar tak jatuh berderai namun sia-sia saja, benteng pertahanannya hancur."Tolong mengertilah Mira, aku tidak bisa meninggalkannya dan aku juga tidak bisa menceraikanmu," bisik Alan dengan nada sendu."AKU KAU MINTA UNTUK MENGERTI? LALU APA KAMU MENGERTI DENGAN PERASAANKU, MAS?!" pekik Mira marah."Sungguh aku berada dalam posisi yang sulit, Mira. Aku memohon padamu, tolong pahami posisiku untuk kali ini saja," pinta Alan."KAPAN AKU TIDAK PERNAH MEMAHAMIMU MAS, KAPAN?! SETIAP KALI ADA MASALAH AKU YANG SELALU KAMU MINTA UNTUK MENGALAH, SELALU UNTUK MEMAHAMIMU, SELALU UNTUK MENGERTI. SELAMA INI AKU SELALU MENGALAH, TERUS MENCOBA MEMAHAMIMU, SELALU MENGERTI POSISIMU, LALU DIMANANYA AKU YANG TIDAK PERNAH MENGALAH DAN MEMAHAMI POSISIMU, HAH?! DIMANA, MAS?!" teriak Mira sekuat tenaga. Suaranya hampir habis akibat terlalu banyak mengumbar lengkingan dan teriakan.Alan hanya mampu diam saja ketika mendengar semua perkataan Mira."Sekarang aku mohon untuk kali ini saja, turuti permintaanku, Mas," lirih Mira. Ia sudah lelah berdebat dengan Alan suaminya yang tak pernah mau mengalah."Sudah aku katakan berulang kali, aku tidak akan menceraikanmu dan tidak akan meninggalkannya juga," ucap Alan."Kamu egois, Mas!" marah Mira."Mengertilah Mira, ia adalah ibu dari anakku. Aku tidak bisa membiarkannya menderita, saat ini ia membutuhkanku, Mira." ucap Alan."Sekarang jawab dengan jujur, Mas. Apa kamu masih mencintainya?" tanya Mira lirih.Alan diam membisu tak mampu menjawab pertanyaan Mira."Dengan diamnya kamu itu sudah cukup menjawab semua pertanyaan yang selalu menggelayut di hatiku selama ini. Ternyata selama ini aku hanya kamu jadikan sebagai pelarian semata, selama ini tak pernah ada cinta untukku di hatimu 'kan, Mas?" lirih Mira."Dan bahkan mungkin aku hanya kamu jadikan sebagai badut untuk kamu jadikan pelipur lara kala kamu sedih, benarkan Mas?" sambung Mira.Air matanya tidak ada hentinya mengalir dari sudut matanya yang sudah sembab dan membengkak akibat menangis terus menerus dari semenjak wanita itu hadir di tengah-tengah mereka. Mira mengusap air mata itu dengan punggung tangannya berulang kali.Meski air matanya terus berderai, namun rasa sakit di hatinya tak berkurang sedikit pun, justru semakin meradang. Mira mengetahui sebuah fakta yang mengejutkannya dan sekaligus menyakiti hatinya.Suaminya ternyata tak pernah mencintainya, ia menikahinya hanya sekedar untuk membalas budi saja."Kamu adalah orang yang sudah menemaniku selama ini, kamu sudah menemaniku saat aku terpuruk hingga saat ini aku menjadi orang yang sukses. Aku tidak ingin dikatai sebagai orang yang tak memiliki hati nurani dengan menceraikanmu, Miya," ucap Alan."AKU MIRA MAS! MIRA BUKAN MIYA," teriak Mira marah."Sebegitu besarnyakah cintamu untuknya, sampai mengukir namanya di hatimu, Mas," lirih Mira sedih."Maafkan aku, Miya," ucap Alan. Sekali lagi ia salah menyebut nama istrinya dengan menyebut nama mantan kekasihnya.Di balik pintu seseorang tengah menguping pertengkaran mereka, ia tersenyum penuh kemenangan saat Alan terus menyebut namanya. Ia tersenyum licik dan bergumam lirih, 'aku berhasil meyakinkanmu, Mas.' Lalu wanita itu pergi meninggalkan ruang kerja Alan dengan cara mengendap-endap."AKU MIRA MAS, MIRA!" sentak Mira marah."Apa aku tak pernah ada di hatimu Mas? Atau ... jangan-jangan selama ini aku tidak pernah mengandung itu juga karena kamu tidak pernah menginginkan anak dari rahimku, benar begitu, Mas?" tanya Mira.Alan tidak menjawab semua pertanyaan Mira, ia hanya diam membeku dengan kepala yang tertunduk. Mira tersenyum sinis, dengan diamnya Alan itu menandakan bahwa pertanyaan Mira benar adanya."Kenapa, Mas?" tanya Mira lirih. Rasa sakit hatinya membuat ia tak mempu lagi untuk berkata-kata."Aku tidak ingin membagi kasih sayangku," jawab Alan."Bahkan meski mereka satu darah? Tapi kenapa kamu membagi kasih sayangmu untukku dengan wanita lain?" sambung Mira."Dia bukan wanita lain Mira!" sentak Alan."APA BEDANYA MAS! DIA HADIR DITENGAH-TENGAH KITA ITU ARTINYA IA ORANG LAIN MESKIPUN IA MANTAN KEKASIHMU!" teriakMira dengan suara melengking tinggi.Rasa lelah sudah mendera hatinya, Mira sudah tak sanggup lagi menghadapi ke egoisan dan keras kepala Alan. Ia yang waras lebih baik mengalah."Baiklah Mas! Sekarang aku mengerti, terima kasih untuk waktumu selama ini yang sudah membersamaiku dan menemaniku," ucap Mira dengan nada lembut.Mira membalikkan badannya pergi meninggalkan Alan, saat ia baru sampai di ambang pintu Alan mengatakan sesuatu."Aku akan menikahinya menggu depan," ucap Alan.Ucapan Alan menghentikan langkahnya, ia bergeming di depan pintu. Tubuhnya membeku seketika tak mampu untuk digerakkan, hatinya yang sudah terluka semakin luka. Ucapan Alan telah menyayat hatinya yang sudah tercabik-cabik. Mira tak mengatakan apa pun, ia tetap membatu di tempatnya.Lelehan air mata kembali mengalir membasahi pipi mulusnya yang selalu ia rawat demi suaminya agar tidak melirik wanita lain, nyatanya tetap saja ia berpaling darinya.Mira membiarkan lelesan air matanya mengalir, ia benar-benar membeku. Tubuhnya bergetar hebat, kakinya lemas tak bertenaga. Mira mencoba bertahan agar tetap terjaga kesadarannya.Selama setengah jam Mira, diam membeku di tempatnya. Alan menghampiri Mira, ia merengkuh bahu Mira dan hendak memeluk tubuh istrinya. Namun tangan Alan di tepis oleh Mira."JANGAN SENTUH AKU!" pekik Mira meradang."UNTUK APA KAMU MENYENTUHKU, TOH SELAMA INI PUN KAMU TAK PERNAH MENYENTUHKU DENGAN SETULUS HATIMU 'KAN?!""JADI MENJAUHLAH DARIKU, AKU TIDAK PERNAH MENYANGKA TERNYATA TELAH MENIKAH DENGAN IBLIS BERWUJUD MANUSIA! AKU JIJIK DISENTUH OLEHMU MAS,SINGKIRKAN TANGAN KOTORMU DARIKU," Mira marah dengan terus menatap tajam Alan agar tidak menyentuhnya.Mira pergi meninggalkan Alan di dalam ruang kerjanya. Mira membuka daun pintu dengan menarik gagang pintu itu dan lalu BRAK! pintu itu tertutup dengan cara di banting hingga bergetar hebat karena begitu kerasnya Mira membanting pintu itu.Alan menyugar rambutnya dengan kesepuluh jarinya. Ia meraup wajahnya, bagaimana bisa Alan terjebak dalam cinta segitiga seperti ini? Bukan seperti ini yang Alan inginkan? Ia tidak pernah menyangaka kalau ternyata wanita masa lalunya akan kembali hadir ke kehidupannya.Alan memang mengakui kalau dirinya selama ini tidak bisa melupakan Miya, cinta pertamanya. Sekeras apa pun Alan berusaha melepaskan dan melupakan Miya tetap saja bayang-bayang wanita itu tetap hadir dalam hatinya.Bahkan saat bercinta dengan Mira sekalipun, bayangan Miyalah yang ada dalam hadapannya. Hal inilah yang membuat Alan jarang menyentuh Mira dan berhubungan intim dengannya.Setiap kali Alan sedang bercinta dengan Mira, ia selalu merasa bersalah pada Miya, seolah-olah ia sudah menghianatinya. Dan Alan juga enggan untuk memiliki anak bersama Mira, ia tidak ingin kelak nanti saat bertemu dengan anak yang Miya kandung saat menjadi kekasihnya dulu kasih sayangnya terbagi.Jadi Alan memutuskan untuk melakukan KB dengan pasektomi tanpa sepengetahuan Mira.Alan duduk di atas kursi kebanggannya, kursi tempatnya bekerja dan yang sudah mengahantarkannya menjadi seorang pengusaha sukses.Alan meraih map biru yang berisi surat cerai, ia membacanya sekali lagi dan kemudian merobek kertas itu menjadi kepingan halus.Sementara itu Mira berjalan seolah tak menapak bumi, langkahnya begitu ringan bak kapas yang terbang tertiup angin meliuk-liuk. Langkah Mira terseok-seok sembari memegangi dadanya yang berdenyut nyeri.Mira menapaki anak tangga satu per satu dengan berpegangan pada sisi besi. Ia melangkah gontai, sesampainya di depan pintu kamarnya Mira membuka pintu itu dan menutupnya pelan. Lalu tubuhnya merosot luluh di balik pintu itu.Mira bersimpuh dengan tubuh yang bergetar hebat, air matanya yang menggenang kini tumpah ruah menganak sungai, berderai bak untaian kaluang mutiara yang terlepas dari talinya. Air mata Mira terus mengalir membanjiri pipinya.Ia terisak pilu, luka di hatinya begitu terasa sakit, sangat ... sangat sakit. Tatapan matanya yang biasanya penuh semangat dan selalu berbinar kini sinarnya telah padam, ia menatap kosong ke depan.Lama Mira menangis bergelung kabut kesedihan, cakrawala jingga membersamainya, keindahannya nyatanya tak mampu memberikan kebahagian dalam hatnya yang tengah terluka parah.'Badai yang besar itu menghampiriku tanpa ku undang, asaku menjadi luluh lantah dalam sekejap mata. Pun pondasi cintaku menjadi runtuh hanya dalam kedipan mata. Hanya mampu menyisakan puing-puing penyesalan dan kesedihan yang begitu dalam di relung hatiku, yang kuinginkan hanya cinta layaknya karang yang kokoh tak tergoyahkan meski badai menerjang setiap saat, yang kuinginkan asa yang tak terkikis menipis oleh hembusan angin, aku hanya ingin cinta yang tulus,' lirih Mira dalam tangis pilunya.Ia bangun dan berdiri, kakinya mendekat ke lemari yang memiliki kaca panjang, ia bercermin dan menatap wajahnya lalu merabanya dan ia pun bergumam, 'apa kurangku Mas?'"Wajah ini aku rawat sebaik mungkin agar tetap terlihat cantik seperti wanita lain yang ada di luaran sana, tubuhku pun aku lakukan perawatan dengan melakukan olah raga sehingga tubuhku masih sintal dan ramping, dadaku aku lakukan perawatan agar tetap terlihat padat dan kenyal, lihat tubuhku masih tampak sama seperti dulu, Mas." gumam Mira miris.Mira terus berputar-putar di cermin mencari apa kekurangannya, hingga ia terlihat tak menarik di hadapan suaminya itu.Ia tetap merawat tubuhnya dari atas hingga ujung kaki. Mira terngiang ucapan teman-teman arisannya, saat itu mereka mengatakan agar tetap merawat tubuh dan wajahnya agar tetap terawat dan cantik."Semakin sukses suami kita maka akan semakin banyak wanita-wanita jalang yang menghampiri dan mengerumuninya, ingin mencuri dari kita yang sudah mendampinya hingga sukses seperti sekarang ini," ucapan itu terngiang-ngiang di telinganya.Mira memutuskan untuk mandi dan berendam agar tubuhnya yang letih segar kembali, Mira mengisi bath tub dengan air hangat dan menambahkan aroma esensial yang menenangkan.Mira juga menyalakan lilin aroma terapi, ia mengambil sebotol sampanye sisa kemarin malam, saat ia merasa patah hati ketika melihat suaminya tengah memeluk mantan kekasihnya tepat di hadapannya.Dan Alan tanpa tahu apa yang sesungguhnya terjadi antara dirinya dengan Miya, Alan lebih memilih mendengarkan penuturan Miya tanpa mau mendengarkan penjelasannya.Alan tanpa sungkan memeluknya tepat di hadapannya, bahkan menenangkannya dengan nada lembut.Mira melihat senyuman Miya yang licik, ia merasa sudah menang dengan mencuri perhatian Alan. Hati Mira begitu sakit, ia menenggelamkan dirinya dalam bath tube.Mira menenggelamkan diri di bath tub.Sementara itu Alan yang merasa galau dengan pertengkaran hebat di antara dirinya dengan Mira merasa bersalah, ia memutuskan untuk pergi mencari Mira dan menuntaskan semuanya hari ini.Alan memiliki rencana akan menikahi Miya secepatnya, ia tidak ingin mengulur waktu lebih lama lagi. Alan berjalan menaiki tangga dengan hati bimbang gundah gulana, ia takut rencananya akan gagal.Ia masuk kedalam kamarnya, tempat di mana dirinya dengan Mira sering berdiskusi mengenai banyak hal, terutama tentang pekerjaan. Kadang ide-ide yang Mira berikan sangat cemerlang, membuat perusahaan maju dengan pesat hanya dalam waktu singkat.Alan melihat di dalam kamarnya kosong, ia tidak menemukan Mira di sana. Lalu Alan keluar kamar dan memutuskan untuk mencari di tempat lain.Alan tahu persis tempat favorite istrinya, yaitu taman belakang. Di sanalah ia banyak menghabiskan waktu dengan menanam bunga dan merawatnya. Taman bunga
Mira sampai di dapur betapa terkejutnya ia ketika mendapati dapurnya berantakan. Peralatan masak berserakan di mana-mana, teflon kesayangannya nampak gosong menyisakan makanan yang tak bisa di makan sama sekali.Sutil tergeletak di lantai begitu saja, ada begitu banyak nasi yang tercecer di mana-mana. Centong nasi ada di atas kompor bersama dengan piring.Mira pergi menuju meja makan, di sana tidak kalah jauh berantakannya. Ada makanan yang masih bersisa banyak di meja, piring kotor dan gelas teronggok begitu saja tanpa dibereskan.Rasa laparnya hilang menguap bersamaan dengan datangnya amarah yang menyesakkan dadanya. Mira berpikir siapa lagi yang mampu melakukan semua ini kalau bukan Miya, mantan kekasih suaminya yang kini tinggal serumah dengannya.Mira berulang kali mengelus dadanya yang terasa nyeri akibat menahan marah, ia pergi ke kamar Miya yang letaknya dekat dengan ruang tamu, ia melangkahkan kakinya mantap.Setibanya di depan pintu kamar Miya, tangan Mira yang seyogyanya he
BRAK! Mira menabrak pagar pembatas jalan, kepalanya membentur stir mobil. Rasa sakit dan pening di kepalanya menjalar hingga memenuhi seluruh isi kepalanya. Dunianya tiba-tiba gelap gulita. Mira mengangkat kepalanya sejenak sebelum kemudian ia mabruk dengan membentur kembali stir mobil. Mira terkulai lemas dan tak berdaya, ia sudah tak sadarkan diri. Darah mengucur dari pelilisnya.Sementara itu, si pengendara motor yang nyaris tertabrak mobil Mira bangkit. Ia memegangi sikutnya yang lecet akibat bergesekan dengan aspal. Ia meringis menahan perih dan nyeri.Ia menghampiri mobil jenis sedan itu. Ia melihat kap mobilnya terbuka dan mengepulkan asap, rupanya benturan itu lumayan cukup keras.Ia mencoba untuk membuka pintu mobil dan ingin melihat kondisi Mira, tapi sayang mobilnya terkunci. Laki-laki itu membuka helmnya dan ia mengintip dari kaca jendela yang gelap. Samar-samar ia melihat Mira yang masih bergeming tak bergerak.Rasa khawatir menelusup dalam hatinya, ia berlari mendekati
PLAK ...! Sebuah tamparan mendarat di pipinya Mira. Mencetak lima jari persis seperti habis di stempel jari berwarna merah. Nafas Mira memburu, ia tidak menyangka sama sekali kalau ia akan mendapatkan sebuah tamparan tepat di hadapan selingkuhan suaminya. Miya tersenyum mengejek puas ke arah Mira. Mira menahan sesak di dadanya, ia meraih jarum infus yang terpasang di punggung tangannya dan langsung mencabutnya, lalu ia melempar Standar Infus itu ke arah Alan tanpa menghiraukan rasa sakit di punggung lengannya. Alan mengelak dan justru Standar Infus itu malah mengenai Miya yang sedang berlindung di belakangnya. Standar Infus itu tepat mengenai kepalanya Miya, dan Miya pun menjerit kesakitan dan langsung menangis mengadu pada Alan. Jelas saja Alan langsung meradang marah saat mendapati kepala kekasihnya benjol akibat terkena Standar Infus. Alan kembali marah tanpa pikir panjang ia langsung menyerang Mira. Tamparan demi tamparan mendarat di pipi Mira, ia bak orang yang kesetanan terus
Mata Mira membola penuh, nafasnya terasa sesak. Ia tak pernah menyangka kalau pasangan durjana itu benar-benar tak memiliki adab sama sekali. Lutut Mira terasa lemas, ia menahan gejolak di dadanya dengan meremas keras dadanya yang berdenyut nyeri saat melihat pasangan durjana itu tengah bergumul dengan berdiri. Mira memalingkan wajahnya, ia membalikkan badannya hendak pergi dari sana. Tapi, ia mengurungkan niatnya. Tiba-tiba sebuah ide gila muncul di benaknya. Mira merogoh kantong celana kulotnya, ia mengeluarkan benda pipih miliknya. Kemudian ia mengarahkan ponselnya ke mereka yang sedang fokus bercinta. Mira tidak memfotonya tapi ia langsung memvideokannya. Suara desahan dan lenguhan terdengar menusuk telinga Mira, sekuat tenaga ia menahan rasa sakit di hatinya. Tangannya bergetar, ia menahan ponselnya yang tengah merekam dengan kedua tangannya. Map yang ia bawa di jepit di ketiaknya. "Kamu benar-benar hebat sayang," rayu Alan sambil terus menggenjot tubuh Miya. "Kamu juga mas
Alan yang melihat Miya teriak histeris menjadi marah dan maju menghadang gerakan Mira yang akan kembali memukul Miya, PLAK! sebuah tamparan yang cukup keras mendarat di pipinya. Kembali Mira mendapatkan cap stempel jari merah milik Alan, tamparan Alan sangat keras sampai membuat kepala Mira miring ke samping. Mira merasa kepalanya pening dan pusing, baru saja ia kembali dari rumah sakit bahkan perban di kepalanya saja belum di buka. Kini ia harus kembali merasakan sakit di kepalanya akibat tamparan keras dari Alan. Tidak hanya merasa pusing, ia juga merasa pipinya panas dan perih, Mira mengelus pipinya. Kali ini ia tidak menangis justru malah tertawa dan menantang Alan dengan sangat berani. "Kamu sekarang sudah berani menamparku, Mas?! Bahkan berulang kali kamu melakukannya. Hanya demi seorang pelakor murahan sepertinya!" sebuah tawa mengejek, mengiringi ucapannya. "Kamu yang sudah berani melawanku, Mira! Jangan pernah mengatakan Miyaku sebagai pelakor murahan!" teriak Alan marah s
Hati Mira mencelos saat mengetahui sebuah fakta bahwa dirinya hanya di jadikan sebagai pelarian semata oleh suaminya Alan.Mira ingat betul saat pertama kali mereka bertemu, Alan tengah tergeletak tak berdaya di pinggir jalan depan gang sempit di mana ia ngekos. Angannya berkelana jauh membumbung ke angkasa menembus cakrawala jingga.Flashback On"Jauhi adikku, bangsat!" teriak Farrel sambil menodongkan moncong pistol tepat ke kepala Alan."Aku tidak akan melakukannya!" balas Alan tak kalah sengit.Sorot matanya tidak sedikit pun menunjukan rasa takut, bahkan ia menantang Farrel dengan menyodorkan kepalanya lebih dekat lagi ke moncong pistol yang Farrel arahkan padanya."Itu artinya kamu bersiap untuk meringkuk dijalanan dengan tubuh yang sudah menjadi mayat!" sinis Farrel."Lakukan saja! Jika ingin anak dari adikmu ingin menjadi yatim!" ucap Alan dengan nada mengejek."Apa maksud dari ucapanmu itu, bangsat?!" kembali Farrel berteriak dengan penuh emosi.Alan tidak langsung menjawab p
Bruk!! Alan ambruk ke tanah, ia meringkuk memegangi pahanya yang ia rasakan begitu sangat panas. Darah segar menyembur muncrat mengalir dari luka tembak itu."Ayo pergi!" perintah Farrel kepada mereka para pengawalnya."Siap Bos!" jawab mereka bersamaan.Tanpa membantah mereka pun pergi mengikuti tuannya, mereka meninggalkan Alan yang tengah meringkuk sambil merintih kesakitan dipinggir jalan yang sepi."Sstthh!" rintih Alan ditengah kesakitan yang ia rasakan.Malam kian larut, suasana di daerah itu sudah sepi. Gerimis yang rintik-rintik menambah suasana semakin sunyi dan mencekam. Sepertinya mereka enggan untuk keluar rumah dan memilih untuk berkumpul bersama keluarga mereka sambil menonton acara TV atau sambil bersenda gurau bersama.Mira gadis pelayan sebuah cafe berjalan menyusuri trotoar, mulutnya tiada henti bersungut-sungut."Dasar tukang ojek tidak tahu diri, minta di turunkan depan kontrakan malah di turunkan di jalan," sungut Mira kesal."Mana hujan, sepi lagi," ucap Mira sa