Azwa, gadis belia berusia 19 tahun itu terpaksa menikah muda dengan Aufal demi melunasi utang orang tuanya. Takdir membawanya masuk ke dalam kehidupan seorang anak bos rentenir yang terkenal di kampungnya. Dia bahkan harus rela mengorbankan perasaannya yang masih terkunci untuk seseorang di masa lalu. Meski tak ada cinta dalam hatinya, Azwa berusaha ikhlas dan menjadi istri yang baik untuk Aufal. Hingga suatu ketika perempuan itu bertemu kembali dengan sang cinta masa lalu yang membuat sikapnya kepada Aufal berubah. Lantas bagaimanakah kehidupan pernikahan Azwa dan Aufal yang diawali dengan keterpaksaan?
Lihat lebih banyakAufal dibuat geram karena terus menerus disalahkan. Tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya tampak memutih.“Gue nggak pernah ninggalin Dahlia sendirian. Gue udah nawarin buat antar, tapi dia nggak mau. Bahkan udah gue paksa-paksa, dia tetap nggak mau.”“Di saat bersamaan lo terus-terusan telepon minta gue buat segera balik. Gue akhirnya memilih kembali ke acara setelah diyakinkan Dahlia kalau dia baik-baik aja.”“Lo pikir gue tega biarin Dahlia pulang sendirian? Nggak, Danang! Gue terpaksa biarin dia pulang sendirian karena lo!” marahnya sambil menuding muka Danang.Danang terlihat bungkam dan termenung. Sepertinya dia kaget dengan fakta yang baru saja dibeberkan oleh Aufal. “Tapi lo sama sekali nggak hadir di detik-detik terakhirnya yang sangat ingin menemui lo,” ujar dengan nada rendah.Hal itulah yang paling Aufal sesali seumur hidup. Dia tidak bisa bertemu Dahlia untuk terakhir kalinya. “Gue minta maaf nggak sempat datang.”“Saat itu acara lagi padat banget apalagi lo ti
Seketika, suasana menjadi heboh. Dua orang yang berada di samping kanan-kiri Danang dengan sigap menahan kedua lengan laki-laki itu. Tangannya diborgol ketat sehingga tidak bisa kabur. Di tambah lagi, orang-orang yang menjadi tamu undangan dengan kompak menodongkan senjata ke arah Danang dan mengepungnya. Sebagian lainnya melindungi anggota keluarga asli.“Apa-apaan ini?! Lepaskan saya!” teriak Danang berusaha berontak. Dia datang ke acara ini berniat menyaksikan kehancuran Aufal. Tidak peduli siapapun yang menjadi istri keduanya. Namun, tanpa sangka dia malah ditangkap seperti ini.Sheilla bangkit berdiri sambil merapikan sejenak pakaiannya. Dia lantas berjalan sangat anggun ke arah Bu Ratih dengan kebaya putih yang dikenakannya.“Makasih udah datang tepat waktu, Syamil,” ucapnya seraya menangkupkan kedua tangan.“Sama-sama, Mbak. Alhamdulillah, kami bisa datang tepat waktu sebelum Kak Aufal mengucap ijab qobul,” balas Syamil.Sheilla hanya membalas dengan senyuman, kemudian melanju
“Hentikan! Pernikahan ini nggak boleh terjadi!”Semua orang mengalihkan perhatiannya ke arah pintu masuk. Di sana terdapat seorang Wanita tua yang duduk di kursi roda didampingi oleh seorang remaja laki-laki. Keduanya berjalan masuk dan mendekat ke tempat acara.“Nenek? Syamil?” gumam Aufal terkejut melihat kedatangan dua orang itu.“Ibu?” Papa Wirya bangkit menghampiri wanita yang dipanggil ibu. Beliau berlutut untuk menyamakan tingginya dengan sang ibu.“Nggak ada yang namanya pernikahan kedua!” Wanita tua itu berseru sangat lantang sembari mengedarkan pandangannya ke semua orang.“Bu,” tegur Papa Wirya.Bu Ratih, ibunya Papa Wirya, beralih menatap sang anak tajam. “Kamu ini gimana, to, Wirya? Kenapa kamu malah menikahkan Aufal dengan perempuan lain? Otakmu dimana, hah?!” marahnya sambil menunjuk pelipis.Papa Wirya hanya diam dengan kepala sedikit tertunduk merasa bersalah. Beliau tahu betapa besar kasih sayang ibunya untuk Azwa meski hanya beberapa kali bertemu. Sangat wajar bila
“Assalamu'alaikum warahmatullah….”Pasangan suami-istri itu baru saja selesai menunaikan sholat Subuh berjamaah. Mereka kemudian lanjut berdzikir dan doa.Azwa mencium punggung tangan suaminya dengan takzim yang langsung dibalas dengan kecupan hangat di kening. “Mas,” panggilnya.“Ya, Sayang?” Aufal memperbaiki posisi duduk menghadap sepenuhnya ke arah Azwa.“Azwa minta tolong, penuhi permintaan Papa, ya, Mas,” pinta Azwa menatap Aufal dengan raut melas.“Mas kan udah bilang, Mas nggak mau. Jangan paksa Mas, Dek,” balas Aufal menolak dengan lembut.Azwa menghembuskan napas lelah. Dia tak tahu lagi harus membujuk suaminya dengan cara apa. Tangannya beralih memegang tangan Aufal. “Mas, aku tau, keluarga kita sedang terancam.”Aufal membelalakkan mata terkejut. “Kamu udah tau, Dek?”Azwa mengangguk. “Aku juga tau kalau dua teman yang sangat Mas percaya ternyata musuh dalam selimut.”Aufal menghela napas berat. Kepalanya sedikit menunduk dengan tatapan mengarah ke bawah. “Mas benar-benar
Azwa sangat tahu menguping pembicaraan orang adalah tindakan tidak sopan. Namun, dia sangat penasaran apa yang sebenarnya terjadi apalagi mereka menyebut keluarganya. Wanita itu menyandarkan tubuhnya di tembok samping pintu kamar. Suasana sangat hening karena malam semakin larut. Suami dan anaknya sudah tidur pulas di kamar. Jadi, dia tidak takut jika ada yang memergoki, kecuali pemilik sang kamar tentunya.“Mau sampai kapan kamu diperbudak oleh Darwin, Mas?” Suara Mama Erina kembali terdengar setelah beberapa detik terdiam. “Kamu udah memenuhi semua permintaannya yang nggak wajar itu. Apa kamu nggak bisa melawan, Mas?”“Aku bisa aja melawan, Dek, tapi dia terus-menerus mengancam. Kamu tau kan kalau ancamannya nggak main-main?” Jeda sejenak sebelum Papa Wirya melanjutkan perkataannya.“Kamu ingat? Dulu waktu aku nggak mau menjalankan bisnis rentenir, dia menculik Syamil yang masih bayi dan hampir membunuhnya. Akhirnya, aku dengan sangat terpaksa mengikuti kemauannya meski aku tau i
Aufal sangat terkejut, tidak menduga Azwa akan memberikan jawaban seperti itu. Dia menoleh menatap istrinya tak menyangka. “Dek, apa kamu sadar dengan apa yang kamu ucapkan?”Azwa membalas tatapan suaminya disertai senyuman. “Azwa seratus persen sadar, Mas. Azwa juga nggak akan minta cerai kok,” balasnya tenang.“Nggak bisa gitu, Dek. Mas tetep nggak setuju,” protes Aufal.“Apa kamu serius, Azwa?” tanya Papa Wirya mengabaikan protes Aufal.Azwa menggenggam tangan Aufal. “Azwa serius, Pa,” jawabnya dengan mantap.Papa Wirya tersenyum. “Baiklah, semuanya udah disiapkan oleh Om Savian. Kita tinggal terima beres aja. Acara akan digelar di kediaman mereka.”Azwa menunduk menyembunyikan rasa tak nyaman dalam hatinya. Jadi semua sudah dipersiapkan, ya? Dia tersenyum pahit lantas kembali mendongak. “Tapi bolehkah Azwa meminta satu syarat?”“Katakanlah apa yang kamu inginkan, Nak?”“Ketika Mas Aufal udah resmi menikahinya, jangan satukan kami dalam satu atap yang sama.”“Itu bisa diatur. Ada l
“Apa kamu menyetujuinya, Nak?”Pertanyaan dari Papa Wirya memang terdengar lembut dan hati-hati. Namun, bagi Azwa tak ada bedanya dengan mata pisau yang semakin mengiris hatinya.“Kenapa harus menikah lagi?” tanyanya lirih.“Papa melakukan itu demi kebaikan keluarga kita, Azwa. Cuma ini satu-satunya cara yang terbaik.”Azwa tersenyum pahit. Cara terbaik meski harus melukai perasaannya, begitu? Dia menatap ayah mertuanya dengan mata berkaca-kaca. “Apa kekurangan Azwa sampai Papa tega meminta Mas Aufal menikah lagi?”Papa Wirya menghela napas lalu menyandarkan tubuhnya di sofa. “Nggak ada yang kurang satupun darimu, Azwa. Kamu udah menantu yang baik untuk kami. Hanya saja situasinya lagi darurat dan cuma Sheilla yang bisa menolong.”Azwa beralih menatap Mama Erina yang hanya diam dan sibuk bermain dengan Wafa di pangkuannya. Dari tadi beliau tidak berkomentar apapun. Apakah Mama juga menyetujuinya?“Kenapa Mama cuma diam aja? Mama tega menyakiti menantu Mama ini?” tanya Aufal seolah mew
Pukul sembilan malam, Aufal tiba di rumah. Dia langsung melangkah menuju kamar. Di sana, sudah ada Azwa yang sedang tidur di kasur dengan posisi memunggungi dirinya.Tanpa mengganti baju, pria itu ikut berbaring lalu memeluk istrinya dari belakang. Dia melabuhkan kecupan-kecupan di leher dan juga usapan lembut di tangan Azwa. Sepertinya tindakannya ini berhasil mengusik tidur sang istri. Terbukti saat merasakan pergerakan Azwa yang ingin berbalik menghadap ke arahnya.Namun, dia semakin mengeratkan pelukan agar Azwa tidak melihat keadaannya yang sedang kacau. Air matanya luruh tanpa diminta. Hatinya dipenuhi rasa bersalah yang mendalam hingga membuat dadanya sesak.“Mas sangat mencintaimu, Sayang. Apapun yang terjadi nanti, tolong jangan pernah tinggalkan Mas,” ucapnya pelan terdengar parau lalu menenggelamkan wajahnya di ceruk leher sang istri.Mungkin Azwa akan merasa aneh dengan sikapnya yang manja seperti ini, tetapi biarlah. Azwa tidak boleh tahu dulu yang sebenarnya. Dia tidak
Aufal tetap melanjutkan langkah menuju kamar tanpa menghiraukan panggilan ayahnya. Dia mengambil beberapa barang lalu kembali lagi menemui orang tuanya yang sekarang berada di ruang tengah.Laki-laki itu meletakkan secara kasar barang bawaannya di meja. Ada kunci motor dan mobil, kartu kredit, serta ponsel yang dulu dibelikan sebagai hadiah ulang tahun. Dia masih mempunyai satu ponsel hasil jerih payahnya sendiri.“Silakan Papa ambil semuanya. Aufal nggak butuh!” ujarnya.Papa Wirya tersenyum miring. “Kamu pikir mudah hidup merantau tanpa membawa apapun? Papa yakin kamu nggak akan bisa bertahan.”“Aufal nggak takut! Lebih baik Aufal hidup terlunta-lunta di kota orang daripada hidup bagai neraka di rumah sendiri!” balas Aufal sengit lantas kembali ke kamar.Itu adalah pertengkaran terakhirnya bersama sang ayah karena keesokan harinya Aufal langsung merantau ke Jakarta. Cowok itu memulai hidup baru dari nol di sana dengan bekerja part time. Dia juga tidak sudi memakan uang haram hasil d
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.