Seorang gadis menjatuhkan bokongnya di sofa empuk di ruang keluarga rumahnya. Ia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan kasar. Rasa pegal dan lelah mulai terasa setelah pulang dari acara Graduation SMP. Jari kelingking kakinya agak memerah karena sepatu heels yang ia pakai, sebab ia tidak biasa menggunakan sepatu berhak seperti itu. Ia memejamkan matanya sebentar sebelum pergi ke kamarnya untuk bersih-bersih.
Badannya lengket penuh dengan keringat. Ia beranjak pergi ke kamar, menenteng heelsnya.
Beberapa menit kemudian, ia keluar dari kamarnya dengan keadaan segar setelah mandi dan berganti pakaian. Perutnya lapar, ia langsung pergi ke dapur untuk mencari makanan. Sepertinya mie instan cocok untuk sore ini.
Ia berjalan menuju dapur melewati ruang keluarga, ia melihat ada kedua orangtuanya sedang bersantai di sana. Ayahnya fokus memperhatikan tayangan berita di televisi, sedangkan Mamahnya fokus memainkan ponsel.
"Qiya... kesini sebentar," panggil Ayahnya.
Gadis yang diketahui bernama Qiya itu berbelok menuju ruang keluarga dimana Ayahnya berada. Kemudian ia duduk di sofa. Ternyata disana juga ada Yasir, kakaknya.
"Ada apa, Yah?" Tanya Qiya dengan santai.
Henri -Ayah Qiya dan Yasir- mengubah posisi duduknya agar bisa kenghadap ke arah putrinya. "Kamu mau lanjut sekolah kemana?"
Qiya tersenyum mendengar pertanyaan Henri, ia yakin Ayahnya akan mempersiapkan pendaftaran untuknya. Qiya sudah sedikit telat untuk mendaftar SMA, hampir semua teman-temannya sudah tinggal menunggu waktu tes masuk ke SMA pilihan mereka, bahkan tidak sedikit yang sudah melakukan tes.
Sedangkan Qiya? Ia masih dilema, ia tau orangtuanya menginginkan Qiya masuk SMA Swasta sama seperti kakaknya.
"Kan Qiya udah bilang Yah, Qiya mau ke SMA Negeri, Ayah mau daftarin Qiya kan?" Kata Qiya dengan antusias.
Laras -Mamah Qiya dan Yasir- yang sedari tadi diam, mulai berbicara, berharap Qiya akan mengerti. "Mamah sama Ayah berharap kamu mau sekolah di SMA Swasta seperti kakakmu."
Qiya menghempaskan punggungnya ke senderan sofa dengan sedikit kasar, hembusan nafas berat terdengar keluar dari lubang hidungnya, ternyata keinginan orangtuanya masih belum berubah.
"Mamah percaya kalo kamu sekolah sama Yasir, kamu bakal aman, Qiya. Lagi pula, sekolah Swasta bisa bikin kamu lebih enjoy karena peraturannya tidak seketat di Negeri. Tanya kakakmu, gimana sekolah dan lingkungannya," jelas Laras dengan perlahan.
Qiya cemberut, "Qiya gak mau Mamah.." lirihnya.
"Ayah udah daftarin kamu. Kamu tidak perlu tes apapun, langsung masuk nanti. Seragam sekolahnya nanti Mamah ambilkan, kamu tinggal sekolah," kata Henri tegas.
Tanpa mengatakan apapun, Qiya beranjak pergi meninggalkan ruang keluarga. Ia merasa sangat kesal, Ayahnya begitu egois, tidak memperdulikan keinginan anaknya. Mamahnya pun tidak mengerti dengan perasaan Qiya. Kakaknya juga, tidak membantu sama sekali, malah sibuk memainkan game di ponselnya.
Qiya pasrah, keputusan Ayahnya sudah tidak bisa dibantah lagi, terlebih Qiya sudah didaftarkan, yasudahlah.
Qiya melanjutkan niatnya untuk memasak mie, perutnya tetap lapar. Ia tidak akan melakukan hal bodoh seperti kebanyakan orang, mengurung diri di dalam kamar dan melakukan aksi mogok makan. Qiya cukup cerdas untuk tidak melakukan hal bodoh itu.
Qiya memakan mie dengan perasaan tenang, tidak seperti ketika memasak, hampir saja jarinya terluka terkena gunting ketika membuka bungkus bumbu mie.
Pagi ini dengan sedikit terpaksa Qiya bangun lebih awal. Hari ini, hari pertama MPLS -Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah- Qiya melihat Yasir yang masih bergelung dibawah selimut tebalnya. Bukan hal aneh jika Yasir berangkat sekolah pukul 09.30 dan pulang pukul 10.30, ia hanya datang di jam istirahat.Selesai mandi, siap-siap dan sarapan, Qiya akhirnya berangkat diantar Ayahnya sampai depan gerbang sekolah. Banyak murid yang berpakaian putih-biru seperti Qiya, mereka juga membawa alat-alat MPLS seperti papan nama yang terbuat dari kardus yang diberi tali dan di kalungkan di leher serta tas keresek berisi buku dan alat tulis lainnya, terlihat seperti gembel.Setelah berpamitan dan mencium punggung tangan Henri, Qiya mulai masuk ke dalam area sekolah. Banyak murid yang berlalu-lalang menggunakan almamater berwarna biru muda, sepertinya mer
Satu minggu telah berlalu, masa-masa pengenalan lingkungan sekolah dengan segala macam hukuman-hukuman yang malah percis seperti siksaan juga telah berlalu. Hari ini, Qiya diizinkan untuk bermanja ria di atas kasur empuknya sebelum datang hari esok, dimana ia harus kembali melakukan interaksi dan mencoba membuka hati untuk menerima teman baru.Qiya tidur menghadap jendela kamarnya, melihat langit luar yang tampak cerah siang itu. Ia merindukan teman-temannya, sudah hampir 2 bulan sejakgraduationia tidak lagi bertemu dengan mereka, hanya saling bertukar pesan viaWhatsapp.Qiya mengambil ponselnya, membuka aplikasiInstagram,setelah bosan ia berpindah melihat galeri, satu per satu videoMVdari boygrup kpop idolanya ia tonton, padahal sudah beribu-ribu kali video i
Satu minggu berlalu, Qiya berhasil melewati hari-harinya dengan tenang. Ia mulai dekat dengan Rissa, bahkan Qiya sudah berani menunjukan sifat aslinya di depan Rissa. Tapi tidak dengan teman satu kelasnya, ia merasa masih sangat canggung dengan mereka.Beberapa teman cowok kelasnya sering menganggunya ketika ia tidur pada jam istirahat atau jam sholat Dzuhur. Masa bodo, Qiya tidak merasa malu atau apapun, ia tidak pernah memikirkan bagaimana cowok-cowok itu melihatnya jelek ketika tidur. Qiya tidak peduli akan dianggap bagaimana, ia memilih cuek, bagi Qiya bahagia tetap harus menjadi nomor satu.Cara bahagia yang paling utama adalah cuek, yang terpenting sikap kita tidak melewati batas dan tidak menganggu orang lain.Jam istirahat kali ini, Qiya mendapat tontonan gratis yaitu drama ala
"Hai Qiyaa..." sapa Bara saat melihat Qiya melewatinya di kantin.Qiya menoleh melihat siapa yang manyapanya, memangnya nama Qiya dikenal banyak orang? Ia rasa tidak. Bagaimana bisa cowok itu tau namanya padahal ia murid baru Ah sudahlah, Qiya tidak peduli. Ia melenggang melewati seseorang yang menyapanya itu, tanpa membalas sapaannya. Bodo amat, bahkan jika Qiya dikenal sombong."Gue bilang apa, adek gue tuh gak gampang" ujar Yasir dengan songong. Ia menyunggingkan senyum menyebalkannya. Dan hal itu berhasil membuat Bara mendengus kesal.Aji menepuk-nepuk bahu Bara berniat menenangkannya tapi tetap saja, setelah itu Aji tertawa puas karena melihat temannya yang selalu menjadi idaman para cewek itu di abaikan oleh satu murid baru. "Sabar, masih permulaan" kata Aji, "tapi kalo permulaan
Malam minggu ini seperti biasa, Qiya hanya diam di dalam kamarnya tanpa berniat pergi main seperti remaja lainnya. Nasib jomblo memang begitu. Jika bukan karena oppa oppa korea idolanya, entah akan segabut apa Qiya setiap hari.Ketika sedang asik menonton acaravariety showkorea yang menampilkanboygrupidolanya, Qiya di ganggu dengan suara dentingan dari ponselnya, pertanda satu pesan masuk di aplikasiWhatsapp.0812******** :HaiiMe:Ya?0812*****
Jam istirahat sholat dzuhur telah berbunyi sekitar 3 menit yang lalu. Sebagian teman kelasnya beranjak pergi ke kantin entah untuk makan atau hanya sekedar nongkrong, sebagian lagi memilih diam di kelas menunggu adzan sambil merebahkan kepala di atas meja. Seperti Qiya, gadis itu sedang berusaha memejamkan matanya, berniat tidur walaupun hanya memiliki waktu sekitar 15 menit sebelum pergi ke mushola untuk sholat dzuhur.Begitu pun dengan Rissa ia juga sama tertidur, suara hembusan nafas teraturnya sedikit terdengar di telinga Qiya.. Sarah yang duduk sedikit jauh dari tempat duduknya menoleh, "gak tidur lo?" Tanya nya ketika melihat Qiya yang nampak linglung menatap sekelilingnya.Qiya menatap Sarah dengan lesu, "hm.. gak bisa tidur padahal pengen. Kantin yuk!" Ajaknya."Kuy!"
"Wooyy!!!Nyaho teu? Aing ges aya kamajuan yeh ngadeketan si Qiya." (Tau gak? Gue udah ada kemajuan nih deketin si Qiya) Bara bercerita kepada teman-temannya dengan bersemangat. Ia bukannya tidak tahu kalau dikelas itu ada Yasir yang sedang bermain game bersama Fatur, tapi ia hanya pura-pura tidak tahu dan tidak peduli jika nanti Yasir akan marah karena ia tetap mendekati Qiya."Gaya pokonya lah.." sahut Aji."Ciillll !!!Yeuhh si Bara, Cillngegasngadekeransi Qiya!" Teriak Heri memancing baku hantam diantara Bara dan Yasir.Sejak mendengar suara Bara tadi, Yasir memang sudah mendongak melihat ke arah Bara dengan kening berkerut. Merasa heran, bagaimana bisa Bara menyebut ada kemajuan dengan aksi PDKT nya kepada Qiya? Yasir
Mereka bertiga akhirnya merebahkan tubuh mereka di pojokan mushola.cukup lama mereka berdiam, sama-sama menikmati nyamannya rebahan di lantai mushola. Hingga tanpa terasa Qiya benar-benar di hampiri rasa ngantuk, dan mulai menjelajahi alam bawah sadarnya. Sarah menoleh ke arah Qiya lalu mendengus sebal ketika mendapati Qiya yang sudah tertidur dengan nyaman di sampingnya."Ca, liat tuh orang yang ngajak kesini buat curhat malah ngebo duluan sebelum ngomong apapun" ucap Sarah dengan sebal.Rissa menoleh ke arah Qiya untuk memastikan ucapan Sarah benar atau tidak, ia ikut mendengus ketika mendengar nafas teratur Qiya. "parah tuh dia, padahal udah kepo banget gue pengen denger dia mau curhat apa,""Dahla, mending ikut tidur sebelum dzuhur."