Share

MPLS

Pagi ini dengan sedikit terpaksa Qiya bangun lebih awal. Hari ini, hari pertama MPLS -Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah- Qiya melihat Yasir yang masih bergelung dibawah selimut tebalnya. Bukan hal aneh jika Yasir berangkat sekolah pukul 09.30 dan pulang pukul 10.30, ia hanya datang di jam istirahat.

Selesai mandi, siap-siap dan sarapan, Qiya akhirnya berangkat diantar Ayahnya sampai depan gerbang sekolah. Banyak murid yang berpakaian putih-biru seperti Qiya, mereka juga membawa alat-alat MPLS seperti papan nama yang terbuat dari kardus yang diberi tali dan di kalungkan di leher serta tas keresek berisi buku dan alat tulis lainnya, terlihat seperti gembel.

Setelah berpamitan dan mencium punggung tangan Henri, Qiya mulai masuk ke dalam area sekolah. Banyak murid yang berlalu-lalang menggunakan almamater berwarna biru muda, sepertinya mereka Osis.

Qiya masuk ke dalam aula, tempat berkumpulnya para murid baru yang siap menerima siksaan-siksaan. Tapi, Tahun ini sudah mulai diterapkan pelaturan, bahwa Masa Orientasi Siswa sudah tidak boleh lagi menggunakan cara kejam dan kekerasan. Maka dari itu, kalimat Masa Orientasi Siswa -MOS- diganti dengan MPLS -Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah-.

Qiya melihat ada teman kecilnya di salah satu murid baru yang ada di dalam aula. Teman masa kecilnya itu memang sekolah di tempat ini sejak SMP. Sekolah Swasta ini memang menyediakan semua tingkatan sekolah, dari mulai TK, SD, SMP, SMA hingga Universitas.

Teman masa kecil Qiya bernama Mala. Mala pun sepertinya melihat Qiya, ia melambaikan tangannya ke arah Qiya bengajaknya untuk bergabung dengannya dan teman-temannya. Dengan senang hati, Qiya menghampiri Mala, lalu berkenalan dengan teman-teman Mala.

Qiya duduk canggung di antara mereka, sudah hampir 3 tahun Qiya jarang bertemu dengan Mala, padahal rumah mereka lumayan berdekatan. Tapi yasudahlah, syukur-syukur Qiya mempunyai teman.

Tak jauh dari tempatnya duduknya, Qiya juga melihat teman SDnya, Sarah. Mereka saling bertatapan, lalu saling melempar senyum.

"Lo lanjut SMA disini juga?" Tanya Qiya sepada Sarah.

Sarah mengangguk, mungkin sama-sama merasa senang karena bertemu teman lama.

"Gue degdeggan dari tadi, gak ada yang kenal, ternyata ada lo. Ini juga dia temen kecil gue sih, kenalin.." ucap Qiya memperkenalkan Sarah kepada Mala.

Mereka saling berkenalan. Syukurlah, ternyata Qiya tidak sendiri. Ada banyak teman lama yang tidak melupakannya.

Acara pembukaan MPLS berjalan dengan lancar tanpa Qiya perhatikan sama sekali, ia lebih sibuk melamun memikirkan hal-hal indah yang telah menjadi kenangan dihidupnya.

Tepukan ringan Qiya rasakan di bahu sebelah kanannya, "Qiya lo satu kelompok sama si Wendi, kelompok 9. Gue tinggal ya," ucap Mala.

"Wen, gue titip Qiya," pesan Mala kepada Wendy. Qiya hanya mendelik kesal kepada Mala. Ia pikir, Qiya anak 3 tahun yang harus dititipkan ketika ditinggal, dasar Mala.

Wendi tersenyum ramah ke arah Qiya, sepertinya Wendi Alumni SMP Bangsa, sama seperti Mala. Qiya melihat keakraban Wendi dengan para peserta MPLS yang lain, bahkan dengan beberapa anggota Osis.

"Wen, lo alumni sini waktu SMP?" Qiya memberanikan diri untuk bertanya, sebenarnya hanya untuk basa-basi.

Wendi mengangguk sambil tersenyum. "Lo temen kecil si Mala? Alumni mana?"

"Gue alumni SMPN 1."

Wendi mengerutkan dahinya, Qiya tau apa yang membuat Wendi bingung, "lo gak lanjut sekolah Negeri lagi? Kenapa?"

Tepat seperti dugaannya, pertanyaan itu sudah terpikirkan oleh Qiya. "Nurutun kata orangtua, suruh kesini, lagian memang lebih bagus swasta kok."

Wendi mengangguk, "iya bagus, biar barokah nurut ortu."

Qiya tertawa ringan lalu lanjut melamun, sudah habis topik obrolannya. Inilah moment paling menyebalkan ketika bertemu orang baru, interaksi. Qiya selalu bingung harus melakukan interaksi dengan cara apa. Apalagi ia bukan hanya harus berinteraksi dengan wajah baru, tapi ia juga harus berinteraksi dengan lingkungan dan suasana baru.

Hari itu, salah satu hari menyebalkan yang akan berkesan dihidupnya, yang suatu saat nanti akan menjadi sebuah kenangan, dan di masa depan nanti akan menjadi sebuah cerita ketika semuanya berkumpul saat sudah saling dewasa dan hal itu akan menjadi bahan lelucon padahal mereka sendiri lah yang menciptakan hal itu lalu mereka juga yang menertawakannya.

Ketika hampir semua temannya mengalamani masa SMA dengan indah seperti seharusnya, Qiya bahkan tidak sama sekali diizinkan hanya untuk membayangkan hal itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status