Share

BARA

Satu minggu berlalu, Qiya berhasil melewati hari-harinya dengan tenang. Ia mulai dekat dengan Rissa, bahkan Qiya sudah berani menunjukan sifat aslinya di depan Rissa. Tapi tidak dengan teman satu kelasnya, ia merasa masih sangat canggung dengan mereka.

Beberapa teman cowok kelasnya sering menganggunya ketika ia tidur pada jam istirahat atau jam sholat Dzuhur. Masa bodo, Qiya tidak merasa malu atau apapun, ia tidak pernah memikirkan bagaimana cowok-cowok itu melihatnya jelek ketika tidur. Qiya tidak peduli akan dianggap bagaimana, ia memilih cuek, bagi Qiya bahagia tetap harus menjadi nomor satu.

Cara bahagia yang paling utama adalah cuek, yang terpenting sikap kita tidak melewati batas dan tidak menganggu orang lain.

Jam istirahat kali ini, Qiya mendapat tontonan gratis yaitu drama alay anak remaja. Dimana teman sekelasnya yaitu Maharani sedang di tembak oleh anak Ips. Cowok jangkung itu berlutut di samping Maharani yang tengah duduk santai menikmati bekalnya.

Namun terlihat dari ekspresi muka Maharani yang sepertinya sangat merasa terganggu dengan cowok itu.

Kelas Qiya menjadi ricuh ketika adegan itu berlangsung. Banyak murid kelas lain yang berdatangan hanya untuk melihat adegan itu. Qiya tetap santai dibangkunya tanpa merasa terganggu atau apapun.

Tiba-tiba Maharani menangis, Qiya menatapnya dengan alis terangkat karena heran. Sejujurnya, Qiya tidak sabar menunggu reaksi Maharani yang sedari tadi hanya diam dan menunduk, bahkan tidak sama sekali menatap cowok Ips itu.

"Gue gak suka sama lo! Apaan? Gue kenal lo aja ngga. Sana pergi! Gue keganggu! Gue gak suka kaya gini!" Teriak Maharani tanpa menatap cowok Ips itu.

Cowok itu tidak menyerah, ia terus mengungkapkan perasaannya. Qiya mulai muak dengan adegan dramatis itu. Bagaimana bisa, jam istirahat yang biasanya tenang kini terganggu oleh seorang cowok gila dari Ips. Teman kelasnya pun mulai menyuruh agar cowok itu pergi.

"Keras kepala banget itu cowok! Udah tau si Maharani kaga mau. Heran deh" ucap Rissa.

Qiya hanya mengangguk menyetujui ucapan Rissa. Apa semua lelaki begitu? Keras kepala? Harus selalu mendapatkan wanita yang ia inginkan? Padahal mungkin, perasaan mereka tidak benar-benar menyukai wanita yang mereka inginkan, kebanyakan perasaan itu hanya terisi oleh rasa kagum kepada wanita itu, lalu timbul rasa penasaran yang membuat mereka jadi keras kepala hanya untuk memenuhi kepuasan hati.

Qiya selalu tidak mengerti dengan cowok. Walaupun ia beberapa kali berpacaran tapi tetap saja, menurutnya semua cowok pasti kaya gitu.

.....

Bel pulang telah berbunyi 10 menit yang lalu, di depan gerbang sekolah Qiya sibuk mengirim pesan kepada Yasir memintanya untuk menjemput Qiya di warung depan lalu pulang bersama.

Yasir selalu menitipkan motornya di warung belakang sekolah. Katanya supaya gampang kabur. Memangnya bisa? Entahlah Qiya belum memahami segalanya tentang sekolah ini.

Saat setelah pesannya dibaca, Dan tak lama dari itu Qiya melihat kakaknya datang menjemput. Diperjalanan, kakanya bercerita bahwa ada satu temannya yang menanyakan anak murid kelas Qiya, namanya Bara.

"Eh eh.. lo pada tau gak? Anak kelas sepuluh Ipa 2" tanya Bara menggantung.

Yasir menyahut, "Ooohhh... yang di tembak?"

Bara menggeleng, "gue bukan mau bahas itu," jawabanya kesal.

Riza mendesis, lalu melempar kacang ke arah Bara "lagian, maneh ngomongnya ngegantung."

Bara duduk di kursi kosong di antara 5 orang sahabatnya. "Kan tadi gue abis dari toilet mau kesini ngeliat kelas sepuluh Ipa 2 rame. Nah kebetulan gue lewat, gue ngeliat sebentar ternyata ada adegan tembak menembak--"

"Taiy!!! Katanya lo gak akan bahas itu" sarkas Aji memotong ucapan Bara.

"Sebentar astagfirullah!!! Aing can beres carita," (gue belum selesai cerita)

"Oke lanjut!"

"Terus gue bodo amat kan.. pas gue mau lanjut jalan ke kantin gue liat cewek yang lagi duduk di bangku paling belakang di dalem kelas itu. Manis banget gilaaa..."

5 teman Bara menghembuskan nafasnya, "gue kira lo mau cerita apaan! Ternyata cewek!" Ucap Fatur.

Bara tersenyum, "kira-kira namanya siapa ya?"

"Nu mana sih??" Tanya Heri

"Ceweknya tuh manis, keliatan agak tomboy, kayaknya pendek deh. Duduknya paling belakang pokonya, sayang banget aing gak liat nametag nya. Kejauhan, gue liat dari kaca doang. Rambutnya pendek sebahu gitu, cakep lah pokonya," sepertinya Yasir agak mengenal ciri-ciri cewek yang Bara sebutkan tadi.

"Ahh ngaco lo, kak! Gak mungkin gue, anak kelas gue tuh banyak, mungkin yang lain,"

"Terus tadi tuh banyak anak kelas lain dateng ke kelas gue gara-gara yang ditembak itu, nah bisa aja kan?" Lanjut Qiya.

Mereka sampai dirumah, ketika memasuki gerbang, Yasir melihat banyak motor temannya terparkir di garasi. Ia buru-buru masuk ke dalam rumah. Benar saja, kelima temannya berada di ruang tamu rumahnya. Mereka sibuk dengan ponselnya masing-masing.

"Ngapain lo pada disini?" Tanya Yasir lalu menghampiri mereka.

"Ya main lah, ngapain lagi?" Ucap Aji.

Setelah membuka sepatunya di depan rumah, Qiya masuk dengan mengucapkan salam. Betapa kagetnya Qiya saat melihat teman-teman Yasir yang berkumpul di ruang tamu rumahnya, ia kira teman-teman Yasir berada di kamar Yasir, ternyata tidak. Tatapannya terpokus pada seorang cowok yang juga menatapnya. Qiya lari masuk ke kamarnya karena merasa malu.

Semua orang yang berada di ruang tamu itu merasa heran dengan Qiya, ada juga yang cekikikan karena tingkah malu yang Qiya lakukan. "Itu adek lo? Sekian lama gue temenan sama lo dan hampir setiap hari main disini, baru pertama gue ketemu adek lo."

"Ya iyalah baru pertama, orang si Qiya diem mulu dikamarnya, terus pas smp dia tuh pulang sore terus, mana bisa ketemu kalian, kalo pulang siang juga terus dia tau ada kalian, waahhh kaga mau keluar kamar banget dia" jelas Yasir.

Bara tersenyum setelah mengetahui nama cewek yang ia lihat tadi saat disekolah. "Jadi cewek kelas sepuluh ipa 2 itu adek lo?"

Yasir menoleh ke arah Bara dengan tatapan horor, "cewek yang lo ceritain tadi itu si Qiya?" Tanya Yasir dengan jari yang menunjuk ke arah pintu kamar Qiya yang tertutup.

Bara tersenyum lebar sambil mengangguk. Teman-temannya yang lain tertawa keras melihat Yasir dan Bara.

Yasir pernah bercerita, bahwa ia tidak akan pernah merestui adiknya dengan temannya, Yasir bilang, ia tidak akan begitu saja percaya kepada teman-temannya untuk menjadi pacar adiknya. Dan sekarang mereka baru saja melihat sinyal kesialan dari Bara, mampus rayu tuh si Yasir sampe rusa lehernya pendek biar di bolehin deketin adeknya.

"Bolehin gue deketin adek lo ya.. please!!!" Rayu Bara kepada Yasir.

Yasir menghempaskan tangan Bara yang menyentuh bahunya, "ogah!! Awas aja lo deketin adek gue."

"Yahh... lo kok gitu sih.. percaya sama gue, gue gak akan macem-macem sama adek lo. Kalo gue mau ajak main juga, gue izin dulu deh sama lo," Bara terus merayu Yasir agar merestuinya.

"Kepedean banget lo, emangnya adiknya si Yasir mau main sama lo?" Tanya Heri.

"Gak mungkin gak mau!!" Ucap Bara dengan percaya diri.

Yasir tertawa, "gak mungkin adek gue gampang di ajak main sama cowok kaya lo! Dia tuh cuma mau main sama temen-teman ceweknya terus sama keluarganya. Dia tuh pilih-pilih banget soal cowok, punya pacar aja ketemunya cuma pas sekolah doang," ucap Yasir sambil sesekali menatap Fatur, lelaki itu mendengarkan obrolan mereka, tapi matanya tetap pokus terhadap game diponselnya.

"Kalo adek lo akhirnya mau sama gue, lo restuin gak?" Tanya Bara tetap tidak menyerah.

"Keras banget emang lo. Sekali lagi nih ya, gue gak izinin kalian buat deketin adek gue! Sekalipun Fatur yang emang paling diem di antara kita padahal sama brengseknya. "

Fatur mendongak. "Kok gue? Gue gak brengsek kali, gue cowok paling baik diantara kalian, makanya paling banyak fans nya."

"Sombong!!!" Desis Aji.

Bara mendengus kesal, bagaimana caranya agar Yasir percaya dan membiarkan ia mendekati adiknya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status