"Wooyy!!! Nyaho teu? Aing ges aya kamajuan yeh ngadeketan si Qiya." (Tau gak? Gue udah ada kemajuan nih deketin si Qiya) Bara bercerita kepada teman-temannya dengan bersemangat. Ia bukannya tidak tahu kalau dikelas itu ada Yasir yang sedang bermain game bersama Fatur, tapi ia hanya pura-pura tidak tahu dan tidak peduli jika nanti Yasir akan marah karena ia tetap mendekati Qiya.
"Gaya pokonya lah.." sahut Aji.
"Ciillll !!! Yeuhh si Bara, Cill
ngegas ngadekeran si Qiya!" Teriak Heri memancing baku hantam diantara Bara dan Yasir.Sejak mendengar suara Bara tadi, Yasir memang sudah mendongak melihat ke arah Bara dengan kening berkerut. Merasa heran, bagaimana bisa Bara menyebut ada kemajuan dengan aksi PDKT nya kepada Qiya? Yasir masih ingat jelas bahwa Qiya curhat kepadanya mulai masuk SMA ia tidak akan merespon lelaki manapun yang mencoba mendekatinya, tentu saja dengan kata kecuali, yaitu Fatur.
"Ngaco lah Bar, mana bisa? Sekarang tuh adek gue gamau deket sama siapapun selain satu orang," ucap Yasir mencoba menyadarkan kehaluan Bara.
Bara berdecak mendengar ucapan Yasir, "eehh kakak ipar! Calon deh.. kemarin maneh teu nempo eta si Qiya balik jeng saha? Maneh teu nempo chat urang Cil?" Lo gak liat itu si Qiya pulang sama siapa? Lo galiat chat gue Cil?) tanya Bara.
"Bisa weh satu orang eta urang, heu?" Kata Bara dengan percaya diri.
"Halu!!!" Teriak kelima temannya. Inget ya kelima temannya, berarti Fatur juga ikut ngomong. Mendengar itu, otomatis Yasir mengangkat sebelah sudut bibirnya. menyeringai. Entah mengapa, ada sedikit rasa bahagia mendengar Fatur ikut menyahut, padahal bukan hal besar.
......
"Qiy, kemarin gue liat lo pulang sama kak Bara ya?? Cieee.." ledek Rissa pada jam istirahat, sekarang mereka sedang duduk santai di depan kelas sembari memakan es cream yang mereka beli dari kantin.
"Kepaksa lagian," jawab Qiya menyangkal ledekan Rissa.
"Btw, kemarin cewek cowok yang nyamperin lo itu siapa? Kaya anak SMA Negeri ya?" Tanya Rissa.
Sarah menoleh menatap Qiya yang duduk ditengah antara ia dan Rissa. "Iya tuh Qiy, siapa? Lo bar-bar banget ya ketemu mereka."
"Yang cewek tuh sahabat deket gue sejak SMP, yang cowok pacarnya."
"Ooohhh.... yang Ira Ira itu bukan? Gue sering liat nama W******p nya di hp lo, hehe," tebak Rissa.
Qiya mengangguk sebagai jawaban. Kemudian mereka diam menikmati es creamnya masing-masing. Pandangan ketiganya lurus menatap gedung SMP yang berhadapan dengan gedung SMA. Banyak murid SMP yang berlalu lalang, entah apa yang membuat pemandangan itu menarik sehingga mereka betah memandangnya.
Sarah beranjak untuk membuang stik es creamnya ke dalam tempat sampah. Setelah itu kembali duduk di samping Qiya. Sarah menyibukan dirinya dengan bermain ponsel, entah bermain game atau hanya melihat-lihat media sosial.
"Ehh.. gue kepo deh, gimana bisa sih lo mau dibonceng sama kak Bara? Lo kan kayaknya gak mau banget notice dia," tanya Rissa kembali membahas soal Bara.
"Palingan memanfaatkan kondisi si Qiya mah," timpal Sarah.
Qiya membenarkan ucapan sarah, kemudian ia menceritakan keterpaksaannya untuk dibonceng oleh Bara.
"Eum... gue mau curhat deh ke kalian, tapi janji jangan bocorin kesiapapun," kata Qiya setelah menyelesaikan ceritanya tentang Bara.
Permintaannya itu hanya sebuah pemanis kalimat untuk memulai curhatan. Karena pada nyatanya, Qiya yakin mulutnya sendiri yang akan memberitahu tentang perasaannya kepada semua teman-temannya, entah itu teman kelas atau teman yang akan Qiya kenal dari kelas lain nanti. Sekarang? Belum waktunya mungkin.
Qiya berniat memberitahukan Sarah dan Rissa tentang perasaannya kepada Fatur. Sebulan mereka bersama, rasanya sudah sedekat itu, dan Qiya pikir bukan masalah jika menceritakan hal ini kepada mereka. Setelah ini, Qiya akan benar-benar menganggap mereka sahabatnya.
"Janji,"
"Tenang aja, aman pokonya,"
Jawaban yang diberikan oleh Sarah dan Rissa hanya kalimat biasa, tapi membuat Qiya semakin yakin untuk menceritakan perasaannya.
"Kayaknya panjang deh curhatnya, gue kalo udah curhat tuh aslian bawel banget, padahal hal kecil hehe,"
"Gue kira lo pendiem cuek gitu, tapi gue ragu sekarang, kalo lo ternyata emang bar bar,"
Qiya sontak tertawa mendengar ucapan Rissa, mungkin selama satu bulan ini Qiya memang terkesan cuek dan lebih banyak diam, semacam mode jutek? Ya seperti itulah. Qiya tidak menunjukan sikap aslinya kepada teman-teman SMAnya. Bukan karena tidak mau, tapi ia rasa masih belum nyaman jika harus bersikap seperti itu. Mereka baru saja mengenal. Qiya belum sepenuhnya beradaptasi.
"Gak nyaman ya, Qiy? Disini beda sama waktu di negeri, gue ngerasain banget sih, takut salah sikap kan ya? Beda lingkungan, hehe" sahut Sarah yang juga alumni dari SMP Negeri, tapi Sarah itu alumni SMP Negeri 2, sedangkan Qiya di Negeri 1.
Qiya mengangguk menanggapi ucapan Sarah, "gue kaget dateng kesini, upacara gak teratur, barisannya bisa dimana aja, masuk kelas kapan aja, kabur juga bisa. Masih banyak yang bikin gue kaget pas dateng kesini. Pengen negur, karena jujur gue kesel aja liat murid seenaknya gitu, apalagi pas upacara pada berisik gitu hihh!! Tapi ya, gue juga gak bisa ngeles, gue seneng ngerasa keluar kandang, hahahah. Dulu banyak banget pelaturan, sekarang bebas banget tanpa pelaturan."
"Bukan gak ada pelaturan, tapi emang udah seenaknya di langgar dari nenek moyang angkatan sebelum kita," kata Rissa mengoreksi ucapan Qiya.
Qiya mendorong bahu Rissa pelan, "bahasa lo, nenek moyang terlalu jauh, gila! Sekolah ini aja gak setua itu."
Sarah terkekeh pelan karena mendengar kalimat hiperbola yang Rissa ucapkan. "Ngaco dasar!" Guman Sarah.
Kriiiiinnngggg!!!!!
Bel masuk berbunyi sebelum Qiya sempat curhat seperti niatnya tadi. Obrolan yang tidak berfaedah membuat mereka benar-benar lupa waktu. Ketiganya kompak beranjak lalu pergi ke kelas.
"Padahal gue belum denger lo curhat, Qiy!" Kesal Rissa karena belum mendengar curhatan Qiya.
Pada saat mereka masuk kedalam kelas, tiba-tiba ketua kelas di panggil sama guru piket hari ini. Qiya sudah tersenyum senang, ia yakin jam pelajaran ini gurunya tidak masuk, paling dikasih tugas rangkum buku paket terus diabaikan oleh semua penduduk kelas ini, kecuali satu sampai tiga orang anak rajin.
"Gue yakin gurunya gak masuk!" Ucap Rissa dengan excited.
Qiya mengangguk dengan semangat. Lalu menolah saat melihat Sarah mendekat.
"Ke mushola sekarang aja yuk! Ngadem, sambil terusin curhatnya si Qiya yang gak jadi tadi," ajak Sarah yang otomatis di setujui oleh Qiya dan Rissa.
Rebahan di masjid dengan lantai yang adem lebih nyaman dari pada liatin cogan, bisa-bisa Qiya tertidur pulas nanti. Tapi kali ini tidak bisa, ia sudah terlanjur bilang akan curhat. Jadi ya.. harus curhat jangan tidur.
Punggung Qiya sudah tidak sabar ingin di rebahkan di lantai mushola yang dingin itu, saat mereka bertiga mulai beranjak suara seorang teman kelasnya menginterupsi,
"Semuanya jangan kemana-mana dulu! Rangkum minimal satu halaman. Biar nanti kalo ditanya, ada bukti ngerjain," ucapnya.
Dengan pasrah akhirnya niat mereka harus tertunda dulu, Qiya dan Rissa kembali duduk lalu mulai merangkum dengan asal. Begitupun Sarah, ia kembali ketempat duduknya dan mengerjakan tugas bersama Rena.
5 menit kemudian, Qiya sudah merasa bosan. Alhasil, ia melepas pulpen yang sedari tadi dipakainya untuk menulis lalu merebahkan kepalanya di atas meja dengan tangan yang menjuntai kebawah, benar-benar seperti orang tanpa semangat. Rissa hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Qiya yang selalu dalam mode malas.
Tidak lama kemudian, Qiya mengangkat kepalanya lalu menghadap ke arah Rissa yang masih setia mengerjakan tugas merangkum. Qiya menggoyangkan tangan kiri Rissa, "ayo ke mushola aja, Ris! Lo gak pegel apa itu nulis?"
"Ish diem Qiy! Baru juga segini masa iya udah pegel, lo aja males itu mah,"
"Ahh lo masa gitu sih, bayangin deh! Lantai mushola Ris!!! Adem banget kan tuh kalo jadi alas rebahan siang gini," goda Qiya dengan menaik turunkan alisnya, tak lupa juga senyum manis yang terukir di bibirnya.
"Ahh syaiton banget maneh mah emang!" Maki Rissa kepada Qiya, tapi ia tetap membereskan buku serta alat tulisnya, lalu beranjak mengikuti godaan Qiya. Tak lupa juga mereka mengajak Sarah untuk bersama-sama pergi ke mushola.
Mereka bertiga akhirnya merebahkan tubuh mereka di pojokan mushola.cukup lama mereka berdiam, sama-sama menikmati nyamannya rebahan di lantai mushola. Hingga tanpa terasa Qiya benar-benar di hampiri rasa ngantuk, dan mulai menjelajahi alam bawah sadarnya. Sarah menoleh ke arah Qiya lalu mendengus sebal ketika mendapati Qiya yang sudah tertidur dengan nyaman di sampingnya."Ca, liat tuh orang yang ngajak kesini buat curhat malah ngebo duluan sebelum ngomong apapun" ucap Sarah dengan sebal.Rissa menoleh ke arah Qiya untuk memastikan ucapan Sarah benar atau tidak, ia ikut mendengus ketika mendengar nafas teratur Qiya. "parah tuh dia, padahal udah kepo banget gue pengen denger dia mau curhat apa,""Dahla, mending ikut tidur sebelum dzuhur."
Besoknya, Yasir pergi sekolah lebih pagi, bareng Qiya tentunya. Ia mengantar Qiya sampai warung depan, lalu pergi ke tempat nongkrong biasa, warung belakang sekolah.Sampai di warung belakang, ia duduk di samping Bara yang sibuk dengan game online di ponselnya. "Heh!! Deketin si Qiya lagi gue pites lo kaya kutu, ngapaiiinnn anter-anter si Qiya balik kemarinmaneh??" ancam Yasir dengan candaan.Bara terkekeh dengan pandangan yang tetap mengarah ke layar ponsel, "tenang Cil, gak akan di sakitin kok" jawab Bara."Boongtahsi Bara, biasa ngarayu supaya di restuaneta tehCil.." ucap Riza mengompori.Bara mengantongi ponselnya lalu menepuk bahu Yasir dengan tenang, "moal eeehh, perca
Hari minggu ini, Qiya ada acara reuni bersama teman-teman SMP nya. Ia begitu semangat hari ini, terbukti dengan Qiya yang langsung mandi setelah membereskan kamarnya, biasanya Qiya mandi jam 12 siang sekalian sholat dzuhur, atau bahkan sekalian sore saat mau sholat ashar. Ya begitulah memang pemalas tingkat akut."Lah udah rapi lo, mau kemana?" Tanya Yasir saat melihat adiknya di dapur dengan keadaan rapi dan wangi."Biasalaaahh" jawab Qiya asal."Biasanya lo kan rebahan, ngapain serapi ini? Dasar centil" ledek Yasir.Qiya melotot, "enak aja lo! Gue mau reuni!"Yasir hanya mengangguk-anggukan kepalanya.......
"Besok gue pindah sekolah Qiy,"kata Irham ketika perjalanan pulang mengantar Qiya. Benar-benar, Qiya tak habis pikir, mereka baru saja sekolah satu semester tapi Irham sudah akan pindah sekolah. Dasar bandel pikir Qiya. Ia merasa kasihan kepada bunda Irham, saat pertama masuk SMP Irham itu murid baik-baik, tidak bandel seperti sekarang. Itu semua berawal dari kelas 2 SMP, saat ia mulai bergaul dengan teman yang bandel, suka ikut tauran, datang telat, pulang telat dsb. Bundanya jadi kerepotan dengan tingkah Irham yang berubah bandel karena salah gaul.......Hari senin ini, Qiya datang sekolah lumayan siang. Jangan khawatir, ia tidak akan terlambat upacara, di sekolah Qiya upacaranya siang, ya gitu udah pada tau kan. Jam 07.40 Qiya baru sampai di sekolah. Ia berjalan santai melewati ruang Tata Usaha. Ia melihat ada seorang
Bara merebahkan tubuhnya di kasur Yasir, merasa ngantuk dan ingin tidur sebentar. Temannya yang lain juga sibuk sendiri walaupun tetap ngobrol dengan topik random."Cil adek lo jutek banget,aingcape mikirin cara deketinnya. Di chat jugataradibales Cil" curhat Bara kepada Yasir."Atudaaa ngegasteuingdeketinnyamaneh mahBar. Santai napa santai," timpal Riza.Bara bangun kemudian duduk di tengah kasur Yasir. "Emang gitu?""Udah laahh Bar, berenti aja deketin adek gue. Lo bukan tipenya," ucap Yasir.Bara mendengus, "dukungatuhCil, dukuunggg !! Soal tipemahgue terob
Siang ini Bara kumpul di warung belakang bersama teman-temannya yang lain seperti biasa. Mereka tidak kembali ke sekolah sejak bel istirahat pertama tadi, yaa mereka berencana bolos dan nongkrong di warung itu.Disana bukan hanya Bara dan teman-temannya, tapi ada juga kakak kelas 3 dan adik kelas 1 yang mulai tau tempat kabur kakak kelasnya, lebih tepatnya mereka mau jadi penerus kakak kelasnya jadi murid bandel.Seperti Irham, ia memang sudah bandel sejak SMP kelas 2. Dan sekarang ia di ajak bolos oleh Rendi ke warung belakang, tentu saja ia menyetujuinya tanpa banyak tanya.Sampai di warung belakang, Rendi memperkenalkan Irham kepada kakak kelas dan teman seangkatannya disana. Cowok kalau kumpul, udah gak pernah mempermasalahkan umur walaupun tetap menghargai kakak kelas. Mereka kump
Tak terasa seminggu lagi ulangan semester dan seminggu setelahnyaclassmeeting. Qiya dan teman sekelasnya telat berdiskusi siapa yang akan ikut lomba mewakili kelas mereka.Qiya tidak ada niat mengikuti lomba apapun, malas. Menurutnya mending nonton saja dan mendukung teman-temannya, terutama Rissa dan Rena yang mengikuti lomba cerdas cermat. Awalnya Rissa menolak mengikuti lomba itu, ia merasa tidak cukup ilmu untuk mengikuti lomba cerdas cermat, berbeda dengan Rena yang memang pintar."Belajar lo dua minggu lagi ngadu otak," suruh Qiya kepada Rissa.Sekarang mereka sedang beristirahat di kantin, selesai menghabiskan makanannya mereka tidak berniat langsung kembali ke kelas, melainkan nongkrong dulu di kantin sambil bercanda.
"Eehh anak kelas lo ada yang cakep tuh Ham, siapa namanya?" Tanya Riza. Sekarang mereka sedang berkumpul di warung belakang.Irham menyesap rokoknya dengan santai lalu balik bertanya, "yang mana dulu nihh??""Itu loh, yang suka sama si Qiya,"Mendengar nama Qiya di sebut sontak Bara menoleh menatap Riza dengan sinis, "kalo nanya yang ada nama si Qiyanya keaingajaatuhRiz, ampun ihka babaturan teh.""Bacot!" Balas Riza.Irham diam tidak peduli dengan Bara yang marah-marah karena temannya bertanya tentang teman Qiya kepadanya. Ya wajar aja padahal Riza nanya ke Irham, toh ia satu kelas dengan Qiya pasti tau siapa teman dekat Qiya.