Share

Mantra Cinta untuk Dosen Galak
Mantra Cinta untuk Dosen Galak
Penulis: authorsemesta

BAB 1. Mahasiswa Gagal

Kakinya terus melangkah, sementara kepalanya terus menunduk. Hanya melangkah tanpa tujuan pasti. Tangannya menggenggam sebuah kertas. Mulai lelah berjalan, dia duduk begitu saja, tidak peduli jika kemeja yang dia kenakan akan berdebu. Kepalanya terangkat, menatap kerumunan mahasiswa berkemeja putih.

“Diva!” panggil seseorang, menghampiri gadis itu.

Berbeda dengan Diva yang lusuh, gadis berkemeja putih itu terlihat lebih fresh dan ceria. Satu langkah lebih unggul dibanding Diva, membuatnya bangga.

“Re,” gumam Diva.

“Udah acc?” tanya Rere. Diva menyembunyikan kertas yang tadi dia pegang ke balik tubuhnya. Rere yang melihat hal itu, malah menarik kertas tersebut. Gadis itu hendak tertawa, tetapi mencoba menetralkan wajahnya kembali.

“Kamu bahkan belum lulus mata kuliah dia juga? Padahal ini kali kedua kamu mengikutinya, ‘kan? Sebenarnya ada masalah apa sih kamu dan Pak Juan?”

Jangankan Rere, gadis itu  sendiri juga tidak mengetahui di mana letak kesalahannya, hingga pria bernama Juandra William begitu sulit meluluskannya. Diva merasa sudah berjuang cukup keras. Namun, hasilnya masih nihil.

“Ehm, sejujurnya aku gak enak mengatakannya, tapi..”

Rere memperhatikan sekelilingnya. Jantung Diva berdetak dua kali lebih cepat, merasa sesuatu tidak baik akan terjadi.

“Kamu gak pantas menjadi seorang mahasiswa! Mungkin selama ini kamu lulus karena kamu cantik aja! Semua tersihir karena kecantikan, bukan karena otak sebagai mahasiswa. Pak Juan terkenal sebagai sosok perfeksionis yang tidak pandang fisik, makanya kecantikan kamu gak mempan sama dia. Sorry tapi itulah faktanya, Div,” lontar Rere.

Diva membisu, pandangannya kosong. Perkataan Rere, sahabat yang paling dia percaya membuat hatinya hancur berantakan. Bukannya memberi semangat, Rere malah menjatuhkan mentalnya.

“Rere! Sini, ada tamu kamu nih!”

Gadis bernama Rere itu mengangguk. Dia menatap Diva sejenak sebelum benar-benar pergi. Dia sudah seminar proposal, selanjutnya akan penelitian, menyusun skripsi dan lulus, sementara Diva? Gadis itu masih stuck dengan mata kuliah dari Juandra William yang belum juga tuntas, ditambah lagi pria perfeksionis itu malah terpilih sebagai dosen pembimbingnya.

Mata sayunya melirik orang-orang yang tengah menikmati kebahagian  akan satu tahap di depannya. Dia mengepalkan tangan, hingga kertas tanda tidak lulus itu ikut terkepal. Mahasiswa gagal! Gak pantas menjadi mahasiswa! Lulus karena kecantikan belaka! Kata-kata itu berhasil menjatuhkan mentalnya.

“Hanya karena aku tidak secerdas mereka, apakah aku pantas direndahkan?” gumam gadis itu, menahan air matanya untuk jatuh.

Dia menghela napas. Mereka tidak pernah mengetahui apa saja yang sudah dia alami sejauh ini. Namun, begitu berani menghakiminya. Dia gagal, dan dianggap tidak pantas menjadi mahasiswa.

Gadis itu bangun, membersihkan celananya yang berdebu. Dia melangkah cepat, memesan taksi untuk pergi ke suatu tempat. Semua mulai menjauh saat merasa dirinya tidak berguna. Selama perjalanan dia tidak berhenti menangis.

“Isi otaknya dulu, baru penampilan!”

“Kamu harusnya belajar dari kesalahan. Ini udah kedua kalinya kamu gagal, mau sampai kapan begini terus?”

Lelah, kacau, hancur, semua bergabung menjadi satu. Dia memutuskan untuk menghubungi seeorang.

“Rin, aku ingin cerita, boleh?” pintanya pada seseorang di seberang sana.

“Mau cerita kegagalan lagi? Sorry Div tapi aku cukup muak mendengarnya. Intropeksi diri dulu deh, kapan-kapan cerita lagi!”

Tut!!

Sambungan terputus begitu saja. Satu-satunya orang yang menjadi teman curhatnya pun mulai muak pada semua keluhannya. Padahal itu jelas bukan keinginannya. Siapa sih yang ingin selalu gagal?

Diva juga sudah berjuang keras. Salahkan saja otaknya yang tidak seencer yang lainnya. Lebih tepatnya sejak peristiwa beberapa tahun lalu, otaknya melemah dan tidak bisa berpikir terlalu keras. Kepalanya akan pusing jika dipaksa belajar.

Tapi, tidak seorang pun akan mengerti! Mereka hanya akan melihat kegagalan, tanpa tahu penyebabnya.

Beberapa tahun yang lalu, sebuah kecelakaan terjadi, membuat  gadis itu mengalami pendarahan pada bagian kepala dan wajahnya yang rusak membuatnya harus dioperasi. Selain luka fisik, dia juga menerima luka psikis karena kehilangan seseorang yang paling dia sayangi.

“Pak, tolong putar arah ya, kita ke TPU,” pintanya setelah menenangkan diri. Jika orang yang hidup tidak lagi bisa menjadi tempat berbagi, maka orang yang sudah berbeda alam pun jadi. Diva hanya ingin didengar.

Gadis itu turun dari taksi, memberikan bayaran serta tip pada supir taksi yang sudah mengantarnya.

“Nak,” panggil pria berusia berkisar 40 tahunan itu. Pria itu bahkan turun dari mobil untuk menghampiri penumpangnya.

“Ada apa, Pak? Apa uangnya kurang?”

Pria itu menggeleng pelan.

“Gagal adalah kesuksesan yang tertunda. Meski berat tetapi tetap harus dijalani. Bapak punya seorang putri. Dari anak Bapak yang lain, dia yang paling tidak memiliki potensi. Dia selalu gagal, kalah dalam akademik. Sekarang, justru dia yang paling sukses di antara saudaranya,”

Diva mulai tertarik mendengar cerita supir taksi itu. Kisah putrinya sedikit relate dengan kondisinya saat ini.

“Apa rahasianya, Pak?” tanyanya penasaran. Sukses bukan semata-mata tetang materi saja, tetapi juga tentang orang yang ditemui, lingkungan juga kehidupan yang lebih baik.

“Mantra, dia bilang bertemu seseorang yang memberinya mantra ajaib. Kalau mau, Bapak bisa memberikan nomor ponselnya. Kamu bisa menanyakan langsung padanya nanti,” tawar pria itu.

Diva tidak terlalu percaya pada keajaiban, tetapi kesempatan tidak akan datang dua kali, maka dia meminta nomor ponsel orang itu. Dia akan mempertimbangkannya lagi, nanti.

Sekarang, dia hanya ingin berkeluh kesah dan menumpahkan unek-uneknya. Berat rasanya mengunjungi seseorang yang dulu menjadi tempat untuk bersandar, kini berbeda alam dengan kita. Untuk melihat raganya saat rindu pun, sudah tidak lagi bisa.

Dia bersimpuh tepat di hadapan sebuah makam bertuliskan Saka Pramudyono. Tangannya menyentuh nisan, dibarengi dengan air mata yang mulai menetes.

“Ka, aku gagal lagi. Capek banget, Ka!”

Cerita mengalir begitu saja. Dia yang harus berjuang sendiri, dengan otak yang tidak bisa dipaksa untuk belajar terlalu keras. Orang tuanya memang tidak menuntut gadis itu untuk segera menyelesaikan studinya, mengingat peristiwa yang menimpa gadis itu beberapa tahun lalu. Namun, lingkungan membuat mental gadis itu semakin memburuk.

“Pak Juan namanya, dosen nyebelin yang buat aku masuk rumah sakit beberapa kali. Dia itu sok perfek banget tau, Ka! Masa iya hanya karena kesalahan menulis paper aku harus ulang lagi mata kuliahnya semester depan,”

Diva menghela napas.

“Seandainya kamu masih ada, Ka. Pasti aku gak akan sesulit ini menghadapi dunia perkuliahan. Aku juga gak tau mau sampai kapan begini terus. Rasanya pengen nyerah, tapi seperti kata kamu aku sudah mulai dan harus aku selesaikan!”

Dia terus merengek, memaki bahkan menyumpah serapahi dosen yang mempersulit hidupnya. Si dosen yang dicintai banyak orang, kecuali Diva tentu saja.

“Padahal dulu aku adalah jenius yang sulit dikalahkan, tapi sekarang hidup aku berubah, Ka. Kalau kamu masih hidup, apa kamu akan tetap temanan sama aku yang gak bisa apa-apa ini? Menurut kamu lebih baik cantik atau pintar, Ka?” Diva kembali bermonolog, mempertanyakan banyak hal yang tentu tidak akan mendapat jawaban.

Cantik tapi bego, atau jelek tapi pintar?

Dulu dia dijauhi karena kurang cantik. Sekarang dia dijauhi karena kurang pintar dan dianggap hanya mengandalkan kecantikan. Dunia memang tidak pernah adil  padanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status