Share

MISTERI LIONTIN VAMPIR
MISTERI LIONTIN VAMPIR
Author: Mirva Celestira

BAB 1- BERITA PAGI HARI

(Reinkarnasi itu apa?)

Seorang pria tampan sedang berjalan di sebuah sabana lavender. Dia tidak ingat bagaimana terakhir ia mati.

(Aku memang telah mati. Tapi aku mati demi menyelamatkan kekasihku.)

Sambil merentangkan kedua tangannya, ia mencoba menikmati hangatnya cuaca dengan memejamkan mata. Mata yang saat terbuka dengan lebar ketika seorang pria yang telah menjadi inspektur di sebuah kepolisian menyadari bahwa ia memiliki tugas penting hari itu.

(Perlu waktu selama 20 tahun untuk tidak menembak seseorang…)

Pria tampan itu kemudian berangsuk menuju kamar mandi.

Dia membuka saluran air dari shower dan mulai memperlihatkan lekukan otot-ototnya yang terbentuk dari hasil latihannya selama ini.

(Menjadi seorang inspektur kepolisian merupakan cita-citaku sejak kecil.)

Suara air yang mengalir deras dari shower menghantam setiap beban psikologis yang ditanggungnya. Otaknya terus berpikir bahwa hari itu ia dapat memecahkan suatu kasus yang melibatkan orang penting.

Matanya menyalang ke tembok dan ia menghembuskan napasnya dengan penuh pengharapan. Titik-titik air membasahi setiap helai rambutnya yang berwarna cokelat aras. Kulit putihnya begitu mulus bak porselen.

“Hhhhhhh…….”

Dipejamkan kedua matanya dan ia membersihkan ujung rambutnya hingga sekujur tubuhnya dengan air yang ia harapkan dapat memberikan jawaban untuknya.

(Aku bukan seorang yang religius. Aku tidak mempercayai adanya reinkarnasi karena aku terlalu selalu memakai logikaku untuk menemukan jawaban itu.)

Pria itu mengambil handuknya dan melilitkan pada area tubuhnya yang paling bawah. Dia mengambil sebuah alat pengering rambut dan mengeringkan rambutnya yang basah.

(Aku tidak tahu mengapa aku selalu mendapati mimpi dengan pola yang berulang di dalam hidupku.)

Suara pengering rambut itu memecah keheningan pagi. Setelah pria itu memakai baju dinasnya, ia kemudian segera berjalan menuju parkiran mobilnya.

“Selamat pagi, Tuan Damien. Saya berharap hari Anda selalu baik.” sapa seorang salah satu tetangganya.

“Ah, selamat pagi, Nyonya. Semoga pagi Anda selalu menyenangkan.”

(Aku belum beristri. Dan aku tidak tahu bagaimana caranya memanjakan istri. Tapi hari ini aku yakin, aku akan bisa menyelesaikan kasus besar itu.)

Pria itu tiba di kantor dalam waktu yang tepat. Seorang wartawan media tengah berkerumun di depan lobby kantornya.

“Permisi, Tuan. Bolehkah kami tahu perkembangan kasus yang sedang Anda tangani saat ini?” tanya reporter A.

“Sampai saat ini, saya masih menyelidiki. Ditunggu saja hasilnya.” kata pria itu dengan ramah.

Dia masuk ke dalam kantor penyelidikannya dan menutup pelan supaya tidak menimbulkan suara apapun. Seorang pria menyadari bahwa orang yang ia tunggu kini berada di belakangnya,”Kau sudah datang rupanya? Baca ini.” katanya sambil menyerahkan laporan berita terbaru hari itu.

Pria yang baru saja datang itu kemudian meraih koran pagi yang diperlihatkan oleh pria gempal itu. Matanya mencari informasi yang lebih akurat. Bergerak mengikuti aliran berita yang kini menjadi harapannya dalam menangani kasus besar yang ia tangani.

“Aku dengar ada pencuri yang memasuki museum besar Diagon Alley. Dan kau tahu bahwa laporan yang sama ditemukan di Pemakaman Diagon Alley juga.” kata pria gembul yang kini bangkit.

“Dan kau memberikan ini sebagai ‘kopi pertama’ku, Grissham?” kata pria bernama Lucius.

“Ah, mungkin dosis kopimu kurang sehingga kau berpikir bahwa aku adalah atasan yang kejam. Tapi kali ini aku benar-benar ingin kau terjun langsung ke dua titik itu.”

Lucius terbelalak mendengar candaan sarkas dari atasannya. Ya, seorang Grissham bukanlah atasan yang ia inginkan sebagai partner karena perangainya bertolak belakang dengan dirinya yang cenderung tenang dan berhati-hati dalam mencari sebuah informasi.

“Ada apa?” tanya Grissham Bell. Lucius hanya menggelengkan kepalanya pelan. Dia hampir tidak percaya bahwa pagi itu sudah disuguhi ‘kopi pertama’ dari Tuan Bell yang adalah seorang Komandan senior.

“Jangan lupa, di sini kau adalah bawahanku. Perintah tetap perintah, Tuan Damien.” tandas Grissham tanpa basa-basi.

Lucian tampak terpojok dengan sikap arogan atasannya itu namun dia tetap berusaha untuk bekerja secara profesional,”Jadi, kau ingin aku memulai dari museum itu atau dari pemakaman?”

“Apakah kau percaya mitos Transylvannia, Tuan Damien?”

Lucius mengernyitkan kedua alisnya. Ia kemudian bertanya pada atasannya,”Apa maksud Anda? Apakah itu juga sebuah ‘lelucon pagi hari’?” tanyanya dengan begitu heran.

“Tuan Damien, kita punya kasus besar. Tuan Walikota sudah berulangkali menghubungiku untuk memastikan bahwa barang yang akan beliau lelang itu tetap ada di museum.” potong Tuan Bell tegas.

“Iya, Tuan Bell, aku mengerti tapi apa kaitannya dengan pemakaman Diagon Alley? Apakah ada kasus pembunuhan di sana yang melibatkan motif hartakah? Karena saya tidak akan mempercayai mitos apapun jika tidak ada bukti yang kuat bahwa pelaku memiliki kemampuan khusus untuk mengelabui kita, kecuali…dia adalah orang gila yang sakit jiwa.”

“Hhhh…tampaknya aku harus menemui seseorang yang lebih kompetensi jika kau tidak mampu menuntaskan dua kasus ini, Tuan Damien!” kata Tuan Grissham Bell sambil menghela napasnya pelan. Ditatapnya para awak media Diagon Alley itu dengan tatapan penuh harapan.

Lucius mencoba membaca lagi berita pagi hari itu dengan seksama. Dia menemukan sesuatu yang menarik saat berita itu membahas tentang pencurian sebuah pendant.

(Liontin Vampir?)

-Berita Pagi Hari-

“Walikota mengatakan bahwa telah hilang barang artefak di museum yang akan dilelang pada malam kemarin. Pelaku belum diketahui motifnya, namun pihak kepolisian akan tetap mengusut siapa pencuri liontin itu.

Demikian berita ini dapat kami laporkan.”

(Aku berpikir keras bagaimana caranya agar semua bisa kuselesaikan dalam waktu yang cepat.)

“Jadi…bagaimana kronologis kejadiannya, Tuan Bell?” tanya Lucius.

Tuan Bell menatapku dengan penuh harap,”Aku yakin kau tahu apa yang kuharapkan dalam kasus ini. Apalagi klien kita adalah Tuan Walikota sendiri. Tidak mungkin aku mengulur waktuku untuk sebuah kesempatan emas kita demi menangkap pelaku.”

(Kutatap atasanku yang arogan itu. Aku tahu dia bukan orang yang benar-benar tulus dalam hal peluang.)

“Aku membutuhkan tim penyelidikan, jika begitu.” tawar Lucius spontan. Tuan Bell terkejut melihat keberanian Lucien dalam bernegosiasi.

“Kau butuh berapa orang, Tuan Damien?”

“Tidak banyak, Tuan Bell. Hanya aku ingin kau bersabar sedikit karena menyelidiki kasus ini dan mencari informasi itu membutuhkan waktu dan proses yang panjang.” tandas Lucius pendek.

“Apakah tiga orang cukup? ” tanya Tuan Bell. Lucius merasa itu lebih baik karena dia bukan tipikal orang yang dapat bekerja dengan banyak staff selain daripada orang yang ia percayai.

“Aku rasa itu lebih dari cukup, Tuan Bell. Jadi aku harus memulai dari titik pemakamankah? Apakah ada saksi mata?”

Tuan Bell ingin mengatakan bahwa pelaku yang pertama telah berhasil ditangkapnya.”Sebenarnya aku ingin mengajakmu,Tuan Damien."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status