Sang Pemburu telah sampai di ruangan bangsal Celeste. Namun sebelum ia melihat pintu keluar, Sang Lady datang dari bilik kegelapan. "Kupikir kau akan lupa padaku...Savory?" Rupanya Sang Lady sudah mengetahui bahwa Sang Pemburu mendapatkan Mata Celeste. "Tak perlu aku berlutut untuk menghormati Wanita Vampir sepertimu,bukan?" sindir Sang Pemburu pada Sang Lady."Berlututlah lalu beri hormat pada Nonaku."sentak Jenderal Nocturnus.Valthor menatap Sang Pemburu dengan tatapan tajam, senyum mengambang di bibirnya. "Tentu saja, Savory. Aku tidak pernah mengharapkan kau akan melakukan hal seperti itu," ucapnya dengan suara yang dingin."...dan kau juga sudah menunggu bertahun-tahun lamanya. Kini kuucapkan selamat datang di istana Celeste."Sang Pemburu, tanpa menunjukkan tanda-tanda penyesalan, menatap kembali Sang Lady dengan mantap. "Aku tidak mengikuti perintahmu lagi. Aku mengambil Mata Celeste untuk kebaikan semua orang, bukan untuk memuaskan ambisimu yang gelap." Sang Lady tersenyum,
"Demeteria,itukah kau?" Demeteria tersenyum menyeringai,"Mengapa kau tampak linglung, Kakakku?" Alfred memastikan kembali bahwa wanita di depannya adalah adiknya sendiri,"Demeteria,kupikir kau sudah mati-" "Ya,inilah aku yang sekarang merasakan kehidupan yang berlimpah." Alena yang menyadari bahwa ada satu vampir di situ berusaha menyadarkan Alfred bahwa wanita yang ia sebut sebagai Demetria adalah sesosok vampir yang juga haus darah. "Sadarlah, Alfred, dia bukan adikmu!" Alfred terpaku, mencerna kata-kata Alena dengan serius. Matanya berpindah dari wajah Demetria yang tersenyum-senyum ke arah Alena yang tegang. "Tapi... tapi dia memiliki wajah yang sama... suaranya...," bisik Alfred, tatapan masih terpaku pada Demetria. "Aku merindukanmu,Kakak. Datanglah kepadaku-"potong Demetria. "Aku melihatmu di sini, Demetria. Seperti mimpi-" tandas Alfred yang semakin melangkah maju. "Ya,inilah mimpi yang mana kita tidak ingin bangun kembali. Tanpa harus terjaga." kata Demetria. Alena
Di tengah kekacauan yang mencekam, gemuruh langkah kaki memecah kesunyian pagi yang dipenuhi sinar menyengat itu. Terdengar seperti irama perang, langkah-langkah itu mengikuti pola yang tak teratur, tetapi penuh dengan ketegasan dan keberanian. Alena, pahlawan yang masih bertahan, berdiri tegak di tengah lapangan terbuka, matanya memancarkan tekad yang tak tergoyahkan meski dihadapkan pada gelombang kegelapan. Seketika, langit yang semula terang benderang menjadi saksi dari adegan yang luar biasa. Dari sudut-sudut kota yang gelap dan terlupakan, vampir-vampir keluar dengan tergesa-gesa, mencari tempat perlindungan dari cahaya menyilaukan itu. Mereka berhamburan seperti bayangan yang terbakar oleh sinar mentari, menyeret diri mereka ke dalam lubang-lubang gelap dan celah-celah bangunan yang menjulang. "ARRRRRRRRRGGGGGGGGHHHHHHHHH....." Raungan para vampir memekakkan telinga Alena dan kawan-kawannya.Di antara mereka, terlihat sosok-sosok yang dulunya menjadi pemimpin, sekarang terhuyu
Jenderal Nocturnus mengetahui bahwa Alena dan teman-temannya sudah berada di tangga kamar bangsawan.Dalam kegelapan yang menyelimuti ruangan kamar bangsawan, Jenderal Nocturnus menatap ke arah tangga dengan mata yang bersinar merah. Dia merasakan kehadiran Alena dan sekutunya, dan itu membuatnya merasa gelisah. Namun, kegelapan adalah teman setianya, dan dia merencanakan langkah selanjutnya dengan hati-hati."Sia-siakan mereka," gumam Jenderal Nocturnus kepada dirinya sendiri, senyum muncul di bibirnya yang pucat. "Mereka hanya akan menjadi korban berikutnya dari kekuatan kami yang tak terbendung."Dengan gerakan yang halus, Jenderal Nocturnus menggerakkan bayangan-bayangan di sekitarnya, mempersiapkan pasukannya untuk serangan berikutnya. Dia tahu bahwa Alena dan sekutunya bukanlah lawan yang bisa dianggap remeh, tetapi dia juga yakin pada kekuatan kegelapan yang melimpah yang akan menelan mereka.Dengan gemetar, para vampir yang setia menunggu perintah berikutnya dari Jenderal Noctur
(Banyak para pembasmi berjuang untuk menemukannya,termasuk keturunan Sang Pemburu Savory yang perkasa.)Mata hazel itu menangkap banyak informasi setelah sekian jam tidak menyadari bahwa takdirnya masih berjalan di masa kini.Ya,Lucius Damien pelan-pelan tersadar dari pingsannya setelah 12 jam lebih kehilangan kesadarannya.(Di mana aku?)Sang Lady berdiri di salah satu pilar yang tidak terkena matahari. Dia merasa sangat tidak suka dengan matahari karena ciptaan Surga itu bisa membakarnya dan membuatnya menjadi abu."Anda sudah sadar?" tanya Sang Lady dengan sopan. Lucius berangsuk sambil memijit-mijit pelipisnya yang terasa sakit."Kau siapa?" tanyanya,"...dan...mengapa aku berada di sini?Mengapa kau berdiri di balik pilar tembok itu?"Sang Lady menghela napas lalu berkata,"Kau lupa jika aku ini makhluk malam. Alasanku tidak merubahmu karena-""Karena apa? Dan mengapa kau,ugh...."Sekali lagi Lucius memijit kedua pelipisnya."Tuan Damien,aku tahu kau mungkin kebingungan. Awalnya aku
Situasinya semakin rumit dengan keberadaan Elizabeth Celeste dan misteri di sekitar Mata Celeste. Lucius harus hati-hati memilih jalannya di tengah-tengah konflik dan janji-janji yang dibuat.Setelah peristiwa pertemuan dengan Elizabeth Celeste, Lucius pulang ke tempatnya untuk merenungkan semua yang telah terjadi. Di malam yang sunyi, bayangan tentang Liontin Mata Celeste dan kematian David Doe terus menghantuinya. Meskipun Elizabeth menuntut janji, Lucius tetap merasa perlu mencari tahu lebih banyak informasi.Dengan hati-hati, Lucius mencoba menyelidiki lebih dalam tentang sejarah Liontin Mata Celeste dan kemungkinan keterlibatannya dalam konflik yang melibatkan Elizabeth. Namun, setiap langkahnya dihadang oleh ketidakpastian dan ancaman yang mengintai dari kegelapan.Sementara itu, Elizabeth terjebak dalam pertarungan batin antara keinginan untuk melindungi Lucius dan keinginan untuk mendapatkan kembali Liontin Mata Celeste yang dicurigai telah jatuh ke tangan yang salah. Dalam ke
(Reinkarnasi itu apa?) Seorang pria tampan sedang berjalan di sebuah sabana lavender. Dia tidak ingat bagaimana terakhir ia mati. (Aku memang telah mati. Tapi aku mati demi menyelamatkan kekasihku.) Sambil merentangkan kedua tangannya, ia mencoba menikmati hangatnya cuaca dengan memejamkan mata. Mata yang saat terbuka dengan lebar ketika seorang pria yang telah menjadi inspektur di sebuah kepolisian menyadari bahwa ia memiliki tugas penting hari itu. (Perlu waktu selama 20 tahun untuk tidak menembak seseorang…) Pria tampan itu kemudian berangsuk menuju kamar mandi. Dia membuka saluran air dari shower dan mulai memperlihatkan lekukan otot-ototnya yang terbentuk dari hasil latihannya selama ini. (Menjadi seorang inspektur kepolisian merupakan cita-citaku sejak kecil.) Suara air yang mengalir deras dari shower menghantam setiap beban psikologis yang ditanggungnya. Otaknya terus berpikir bahwa hari itu ia dapat memecahkan suatu kasus yang melibatkan orang penting. Matanya menyalan
"Tentunya untuk menemui seseorang yang sangat penting. Mari ikut aku!” ajak Tuan Bell. Lucius menatap Tuan Bell dengan heran. “Siapa yang kau maksud?” Tuan Bell tersenyum dan menjawab, “Seorang saksi mata yang mungkin bisa membantumu dalam menyelidiki kasus ini. Namanya Nyonya Agnes dari keluarga Rupert. Ya, dia adalah seorang nenek yang tinggal di dekat pemakaman itu. Dia menyaksikan sesuatu pada malam kejadian yang mungkin bisa membantumu.” Lucius mengangguk dan mengikuti Tuan Bell keluar dari ruangan. Mereka pergi ke mobil Tuan Bell dan pergi ke rumah Nyonya Agnes dari keluarga terpandang, Rupert. Nyonya Rupert sedang menyiram tanaman anggrek pemberian menantunya yang beberapa kali mengunjunginya sebelum kejadian makam kuno itu terjadi. Suara bel pintu terdengar hingga salah satu cucunya membuka pintu. Lucius terperanjat dengan sesosok anak kecil yang berumur 5 tahun itu. Dengan sopan, Lucius bertanya pada sang anak,”Nak, apakah ini tempat Nyonya Agnes dari keluarga Rupert?” A