Hujan mengguyur sedari pagi hingga sore belum usai juga, seorang wanita memakai baju SMA berlarian di tepi jalan di tengah hujan, payung yang dia gunakan untuk berlindung rusak akibat angin yang berhembus kencang.
Anak perempuan itu adalah Aira Hanindya.Aira berlari di tengah hujan sambil menutup kepala dengan tas sekolahnya yang berbahan plastik, dengan harapan kepalanya tidak pusing karena terlalu basah kuyup terkena air hujan."Bu, Aira pulang." Aira melepas sepatunya yang basah di depan rumah, sambil sesekali melirik pintu yang tidak kunjung di buka.Biasanya bu Sulastri selalu menyambut Aira sepulang sekolah, tetapi kali ini berbeda. Pintu rumah masih tetap tertutup rapat sekalipun Aira mengetuk beberapa kali sambil memanggil ibunya."Mungkin ibu masih membantu ayah di kebun." Gumam Aira.Hari sudah hampir gelap, akan tetapi kedua orang tuanya belum juga muncul di hadapan Aira.Aku harus menyusul ke kebun, perasaanku tidak enak. Batin Aira.Hujan masih gemericik membasahi desa itu, Aira sampai di kebun tempat ayahnya bekerja.Betapa terkejutnya wanita itu saat melihat kedua orang tuanya tak sadarkan diri di bawah pohon dengan keadaan setengah terbakar seperti tersengat listrik."AYAH ... IBU ... TOLONG , TOLOOOOONG." Tubuh Aira bergetar hebat, suhu panas dingin tidak terkontrol di dalam tubuhnya.Aira belari mencari pertolongan, di area kebun sangat sulit di temukan orang yang berlalu lalang.Secercah harapan muncul saat melihat pria paruh baya mengendarai motornya untuk mengangkut rumput pakan ternak.Aira berteriak memanggil bapak itu dan meminta tolong.Pria itu melajukan sepeda motor ke arah Aira, hendak bertanya ada masalah apa, sampai wanita itu berteriak sambil menangis di tengah jalan perkebunan."Ada apa neng?" Ucap bapak itu."Pak tolong orang tua saya di kebun sebelah sana, ayo pak lihat dulu." Aira menunjuk lokasi dimana orang tuanya berada sambil berderai air mata.Bapak itu menepikan sepeda motor dan muatannya di pinggir jalan, dan berjalan mengikuti Aira yang setengah berlari."Ya ampun neng ... Ini mah tersambar petir, sepertinya orang tua neng sudah berpulang, neng yang sabar ya. Bapak mau memanggil warga dulu, neng tunggu disini ya.Aira menjerit lalu bersujud di kaki orang tuanya yang sudah tiada, "Ayah , Ibu ... Aira gak punya siapa siapa lagi selain kalian, sekarang kalian ninggalin Aira sendirian disini sendirian."Beberapa menit kemudian, banyak warga yang berdatangan dan membawa tandu dari bambu untuk mengangkut jenazah orang tua Aira.Jenazah orang tua Aira selesai di mandikan, dan akan segera di kebumikan.Aira sudah tidak bisa menangis lagi , rasanya seluruh air matanya sudah kering hari ini.Tidak ada yang merangkul Aira , setiap orang yang datang bertakziah hanya memberi ucapan belasungkawa seadanya.Begitu juga saudara aira Nita Juanita yang Tak lain adalah sepupu dari ayah Aira. Bu Nita dan suaminya Bagus Wiranto tidak memperdulikan Aira sama sekali.Justru setelah selesai pemakaman Nita yang biasa di panggil bi Nita oleh Aira malah menagih hutang Alm ayah nya."Ra, di hitung dulu itu dapat berapa uangnya, habis itu setor sama bibi. Ayah kamu itu banyak ngutang di warung bibi, dan itu sudah tidak terhitung lagi."Pak Bagus sebagai suami hanya bisa pasrah melihat kelakuan istrinya , jika sekali saja pak Bagus membela Aira, istrinya itu akan marah besar."Aira lemas bi, bibi saja yang hitung." Jawab Aira dengan wajah sembabnya."Ah ... Lama banget, bibi ambil aja nih semuanya. Asal kamu tau Ra, ini belum ada setengahnya dari total hutang Alm ayah kamu. Nanti kalau kamu sudah bekerja harus ingat masih ada hutang orang tua kamu sama bibi, sudah ya bibi pulang, bibi laper.Aira memandang sendu sekeliling rumahnya, sehari sebelumnya rumah ini masih di isi dengan canda tawa. Tapi sekarang semuanya berbanding terbalik.Setelah lulus SMA Aira melamar pekerjaan di toko yang ada di sekitar desa tempatnya tinggal. Tapi nihil ... tidak ada yang membutuhkan tenaganya.Selama ini Aira mencukupi kebutuhan sandang pangan dengan menjual sisa sisa peninggalan orang tuanya, seperti televisi, radio tape, mas kawin orang tuanya,dan beberapa baju yang masih layak jual.Orang yang membeli pun sebenarnya tidak butuh barang yang Aira jual, mereka hanya iba.Bi Nita sebagai saudaranya dan mempunyai usaha warung pun tidak pernah mau membantu Aira, dengan alasan hutang ayahnya yang belum lunas.Beberapa pemuda di desa itu bersedia menolong Aira, karena tidak tega melihat nasibnya. Tetapi banyak dari orang tua mereka menentang jika ada lelaki yang mendekati Aira, mereka selalu mendoktrin anak lelakinya ... Jika orang tua Aira mewarisi banyak hutang, dan siapapun yang menikahi Aira nanti harus bersedia menanggung semua hutang Almarhum orang tuanya.Begitupun teman perempuan sebaya Aira, tidak ada yang mendekatinya, khawatir Aira akan menyusahkan dan selalu minta bantuan kepada mereka.Aira mengingat dahulu pernah belajar membuat kue dengan Ibunya , dengan sisa uang yang ada, Aira membelanjakan uang seadanya itu dengan bahan yang dia perlukan.Aira berhasil membuat beberapa kue tradisional yang di modifikasi olehnya. Seperti donat gula putih, Aira menambahkan lelehan coklat di dalamnya, sehingga pembeli mendapatkan sensasi yang berbeda. Tidak seperti donat yang di jual di kampung pada umunya.Aira memasarkan donat tersebut ke warung warung, menitipkan sekitar 20 pcs donat di setiap warung. Aira mengantar donat di pagi hari dan mengambil sisa di sore hari.Seminggu pertama donat jualan Aira tidak pernah tersisa, para warga apalagi anak anak sangat menyukai rasanya. Terlebih lagi Aira membanderol harga murah pada donatnya.Aira mendapat kecaman dari warga yang berprofesi sama dengannya, orang itu menilai Aira sudah mematikan rezeki mereka.Sebagian saingannya menggunakan cara kotor untuk menyingkirkan Aira, agar wanita itu tidak menjadi penghalang lagi bagi mereka.Mereka menyebar informasi palsu, bahwa donat Aira memakai bahan terlarang dan alasan Aira menjual donat dengan harga murah karena pembuatan donat dari bahan yang sudah tidak layak konsumsi.Padahal kenyataannya Aira menjual dengan harga murah dengan alasan agar kue donatnya cepat habis terjual.Informasi yang beredar di kampung sangatlah cepat, hampir seluruh warga percaya fitnah tersebut. Mereka menggunjing Aira tanpa ampun.Aira harus memutar otaknya kembali untuk bertahan hidup. Tak pernah terpikir oleh Aira untuk pindah dari desa tersebut, apalagi menjual rumah peninggalan dari orang tuanya, karena di tempat itulah dia dan kedua orang tuanya pernah mengukir cerita manis bersama yang tidak bisa di tukar dengan apapun.Aira mendapatkan sedikit inspirasi untuk menyambung hidupnya,"Aku harus jemput bola, gak bisa kalau ngandelin desa ini terus buat jualan." Aira bangun pukul 03.00 dini hari, membersihkan diri terlebih dahulu lalu menyiapkan bahan untuk membuat kue. Pukul 05.00 pagi Aira sudah siap untuk berjualan keliling menggunakan box makanan.Tujuannya adalah desa yang bersebrangan dengan tempat tinggalnya, berharap disana banyak peminat untuk membeli kue nya. Waktu tempuh sekitar 1 jam dari rumah ke desa tujuan. Aira berkeliling desa menjajakan kue nya, cerdiknya Aira berjualan di jam sarapan, jadi tidak sedikit peminat yang membeli kuenya. Jika masih ada kue tersisa Aira menunggu pembeli di pinggir jalan raya tepatnya di depan sekolah.Aira menjalani rutinitas seperti ini sudah satu bulan lamanya. Hasil penjualan kue di gunakan untuk makan sehari hari, dengan lauk seadanya. Dan sebagian besarnya di tabung untuk mimpi Aira.Sore itu Aira hendak kembali ke rumah setelah selesai berjualan, karena jalanan licin sehabis hujan ada sepeda motor yang jatuh terg
Hari demi hari Aira jalani dengan ikhlas dan sabar, bantuan dari Galang pun lama lama kian menipis. Aira berencana nekad untung berjualan di depan rumah saja , wanita itu percaya tuhan akan memberikan rezeki selagi manusia itu berusaha. Aira memulai rutinitas seperti awal saat berjualan kue donat, kebetulan masih ada banyak stok bahan kue di rumahnya sebelum kecelakaan itu terjadi. Kaki Aira sudah mulai membaik, tongkat pun sudah tidak di perlukan lagi tetapi untuk berjalan jauh Aira masih belum bisa. Aira menggeser meja kecil yang ada di dapur nya ke luar rumah, tentu saja untuk tempatnya menjajakan kue buatannya.Hari pertama Aira berjualan di depan rumah hanya ada 10 pembeli, itupun hanya orang yang tidak sengaja lewat depan rumahnya. Sedangkan warga desa sudah tidak percaya pada apa yang Aira jual. Karena gosip yang beredar sebelumnya.Hari hari selanjutnya tidak ada perkembangan, pembeli hanya berjumlah sedikit setiap harinya. Aira mulai ingin menyerah saja rasanya. Seorang pri
Tidak terasa sudah 4 hari Aira bekerja di kedai kecil ini."Aira makan dulu , nanti kamu kecapean ini sudah jam 1 siang.""Iya mba Vina, sebentar saya lap meja dulu." Vina Amora pemilik kedai tersebut sangat perhatian dengan Aira, selalu memperlakukan Aira seperti adik perempuannya.Walaupun di perlakukan seperti itu, Aira tidak besar kepala, dia tetap selalu semangat setiap harinya dan sopan terhadap Vina yang bisa di bilang adalah bos nya."Mamaku buat tongseng ayam, kamu makan dulu sana di dapur. Saya sudah makan duluan barusan." Kata Vina sambil tersenyum."Mba Vina serius loh aku jadi gak enak kalau setiap hari selalu di bawakan bekal seperti ini, saya bisa beli di warteg depan mba. Besok besok gak usah bawain saya lagi ya." "Santai aja Ra , mama saya selalu masak banyak. Dan seringnya mubazir karna anaknya sibuk bekerja dan jarang makan masakan rumah...jadi biar Mama saya ga sedih saya bawain aja ke sini, buat kamu sekalian." Kata Vina menjelaskan.Aira mengangguk pelan. " Yaud
Pelanggan kedai tempat Aira bekerja semakin ramai di siang dan sore hari. Aira sempat kewalahan, begitu juga Vina.Mereka bekerja multitalent, sebagai kasir, barista, mencuci perlengkapan, sekaligus menghandle kebersihan kedai. Pekerjaan Vina dan Aira tidak ada bedanya, Vina tidak bersikap Jemawa sebagai bos, dia tidak malu untuk mengerjakan tugas seperti karyawannya lakukan."Ra, kamu kecapean gak ya kira kira kalau besok aku minta buatin 50 donat. Aku takut kamu dropp, soalnya hari ini kita kerja keras banget." Aira tersenyum mendengar ucapan Vina."Mba, saya seneng ngelakuin ini, mimpi saya memang seperti ini. kerja, dapat uang sekaligus ngembangin kemampuan aku. Jadi aku ga keberatan soal pesanan donat kamu buat besok," Ucap Aira."Hm, mimpinya di ubah ya Ra, kamu harus punya mimpi jadi pengusaha yang sukses, jangan jadi pekerja." Ucap Vina menasehati.Aira tertawa pelan, "Iya mba, aku ubah mimpinya.""Ra Makasi banget ya, udah jadi karyawan, teman sekaligus vendor buat aku," Kat
Aira berjalan beriringan dengan Widya karena sebentar lagi kelas akan di mulai. Widya membimbing Aira di kelas, sebagai mahasiswa baru Aira benar benar tidak tahu apa apa. Aira hanya membawa keberanian dan tekad untuk belajar dikampus ini.Selesai kelas Aira bergegas merapihkan peralatan tulisnya."Buru buru amat Ra," Ucap Widya."Saya harus jaga kedai, duluan ya Widya ... " Aira hendak berjalan keluar kelas, dengan cepat Widya memanggil untuk menahan Aira."Ra ... Tunggu aku bawa kendaraan." Langkah kaki Widya di percepat untuk mengejar Aira."Gausah Ra, kedai aku Deket kok cuman beberapa ratus meter dari sini." Ucap Aira."Udaaaaah ayo ikut aja." Widya menarik tangan Aira.Widya sekarang sudah mengetahui tempat bekerja Aira, teman barunya itu sangat salut terhadap sikap mandiri Aira. Sedangkan dirinya, sampai sekarang masih di fasilitasi oleh orang tuanya."Saya masuk kerja dulu ya Wid, makasih tumpangannya." Kata Aira menutup pintu m
Aira dan Widya sampai di kedai.Widya di minta Aira untuk langsung duduk di meja pelanggan, tanpa memesan terlebih dahulu.Sedangkan Aira, wanita itu masuk ke ruangan karyawan untuk menggunakan rompi kerja nya.Aira menghampiri Widya membawa 1 cangkir capuccino dan 1 donat dengan toping choco scrumble."Wah, jadi aku di traktir nih ceritanya." Ucap Widya sumringah.Aira tersenyum, "Bisa di bilang begitu.""Aira enaaaaak banget donatnya, fluffy banget. Ini kamu buat disini?" "Enggak, aku buatnya di rumah Wid." "Hah? Di rumah? Maksudnya ini kamu yang bikin sendiri?" Tanya Widya tidak percaya.Aira menganggukan kepalanya polos, tidak ada maksud untuk menyombongkan diri. Aira hanya menjawab jujur pertanyaan Widya."Aku bawa kesini dalam bentuk setengah matang, jadi begitu sampe sini langsung di Frozen sama ownerku.""Owner kamu jomblo gak? Tanya Widya iseng."Kayaknya sih iya jomblo.Bersamaan dengan itu Vina datang untuk mengecek mesin kasir, karena kebetulan sedang tidak ada pelanggan
Aira bekali kali membungkukkan badannya dan meminta maaf, karena tidak fokus saat mengantar pesanan."It's oke Ra, gak usah minta maaf terus. temen saya juga gak masalah. Iya kan by?" Tanya Alfian kepada temannya.Abyan Ethan Kaviza adalah teman dari Alfian, dosen nya Aira.secara kebetulan Aira dan Byan di pertemukan di kedai tempat wanita itu bekerja.Byan adalah laki laki idaman para wanita di luar sana, siapa yang bisa menolak visual Byan yang mempesona dan selalu nampak terlihat segar, dari segi finansial sudah tidak di ragukan lagi, Byan adalah pemilik perusahaan PT.GO RUNNING.tbk ,yang bergerak di bidang pelayanan transportasi online.Perusahaan yang didirikan atas perjuangan sendiri menjadi kebanggan untuk Byan, walaupun orang tuanya kaya tapi Byan selalu berusaha sendiri sejak lulus kuliah 7 tahun lalu, sampai sekarang Byan mempunyai semuanya. Tapi soal asmara Byan selalu kalah dari rekan seperjuangannya, sebagian besar temannya sudah menikah dan mempunyai anak. Hanya Alfian d
"Eh lo , disini juga ?" Tanya nya basa basi.Aira mengangguk, "kamu suka baca juga ?" "Engga juga." Jawabnya singkat.Byan reflek bersikap jual mahal, dia tidak mau terlihat seperti orang bodoh di hadapan Aira. Byan meyakini sikap dinginnya akan membuat Aira menjadi tertarik, dan di mata Aira, Byan seperti laki laki yang berkualitas. Tapi itu menurut Byan ... lain lagi dengan pemikiran Aira.Aira menganggap Byan merasa risih karena sudah di sapa dan di tanya oleh Aira soal aktifitasnya di toko buku. Wanita itu merasa tidak enak karna sikap Byan yang tidak welcome."Oh ya, Silahkan di lanjut." Aira meninggalkan Byan dan kembali ke rak novel bersama Widya yang masih fokus dengan bacaannya."Ng ... " Tangan Byan sedikit terangkat beberapa cm, ingin sekali menahan Aira untuk pergi meninggalkannya, Tapi rasa gengsinya terlalu besar, lalu dia lebih memilih meninggalkan toko buku, dengan tujuan menetralkan perasaannya yang naik turun akibat