Alfian dan Widya tercengang melihat adegan itu, sedangkan sang pelaku bersikap seolah itu perilaku yang sudah biasa.
Aira memegang jarinya yang sudah tidak mengeluarkan darah, ingin mengucapkan terimakasih pun rasanya berat sekali, berat karna terlalu gugup menerima perlakuan Byan tadi."Semangat Ra, sebentar lagi kita sampai puncak." Ucap Byan memecahkan keheningan di antara mereka."Paaak, kita kayaknya jadi nyamuk kebon disini." Bisik Widya pada Alfian.Alfian menghiraukan itu, pria itu berjalan cepat meninggalkan tiga orang di belakangnya.Byan menyadari Alfian merasa kesal, pria itu menyunggingkan senyum kemenangannya."Akhirnya setelah beberapa drama kita sampai juga di puncak, gak sabar liat sunsetnya." Ucap Aira sambil merentangkan kedua tangannya.Alfian mendekati Aira sambil membawa 2 kursi lipat, untuknya dan juga Aira.Widya yang melihat itu mendengus sebal, baru saja dia merasa lega karna melihat BCHAT.(Kak Byan) : Ra, kakak ingin bertemu sepulang kuliah, Alfian ingin usahanya cepat di jalankan, karena kakak cerita bahwa kamu sudah tidak lagi bekerja di tempat yang lama.*Ga seharusnya aku jauhin kak Byan, ini kan bukan salahnya dia. aku aja yang di bawa perasaan sama komentar fans nya kak Byan, Batin Aira.(Aira) : Oke kak. aku tunggu di taman yang waktu itu ya, jam 13.00 siang.Byan mengembangkan senyumnya, pria itu fikir Aira tidak akan membalas chatnya, ternyata Aira masih bersikap sama seperti kemarin.Widya dan Aira hendak pulang saat selesai kelas, namun Alfian dengan sigap menahan keduanya. "Tunggu Ra, hmm ... Kamu udah dapet kabar dari Byan belum?" "Oh iya sudah kak." "Oke, sorry ya gak bisa ikut ngobrol, kerjaan saya masih banyak, semoga kamu setuju ya." Aira mengangguk lalu pamit untuk pulang lebih dulu dengan Widya."Kabar apaan sih Ra?" Tanya Widya saat sudah menjauh dari Alfian.
"Byan sudah di jodohkan dengan wanita pilihan keluarga kami, saya harap kamu mengerti." Aira tersenyum sambil mendorong amplop coklat di tangan Tyas."Maaf ibu, saya tidak bisa menerima ini. Sebagai informasi untuk ibu, saya dan kak Byan hanya berhubungan sebatas teman dan partner usaha, tidak lebih." Tyas berdecak, raut wajahnya terlihat sangat meremehkan Aira."Masih kurang uang yang saya berikan? saya bisa belikan kamu penthouse, asalkan kamu benar benar tidak bertemu lagi dengan anak saya, dengan alasan apapun.""Maaf sebesar-besarnya Bu, pintu keluar ada di sebelah sana." Aira menunjuk pintunya dengan ibu jarinya, tetap sopan tapi penuh penekanan.Tyas dengan sombongnya berjalan melewati Aira, dan dengan sengaja menabrakan bahunya pada tubuh Aira.***Besok nya Aira sudah bersiap untuk kuliah, wanita itu sudah memesan ojek online pagi ini. Di dekat apartemennya Halte bis cukup jauh, jadi Nadya beralih ke transporta
Byan masuk ke store dengan raut wajah khawatirnya, dia ikut merasakan apa yang di rasakan oleh Alfian dan juga Aira.Pria itu berjalan tanpa memandang orang di sekitarnya, tatapannya hanya tertuju pada Aira yang sedang memijat pelipisnya di meja kasir. Ada beberapa karyawan yang sedang membereskan sisa roti yang tidak terjual, mau bagaimana lagi ... Aira harus menekan jumlah produksi rotinya untuk meminimalkan kerugian. "Aira ..." Ucap Byan yang mendadak muncul di hadapan."Eh, kakak ... sebentar ya kak, closing dulu." Ucap Aira.Byan menunggu Aira tepat di belakangnya, dia mendudukan diri sambil terus memantau pergerakan Aira. Sesekali Aira sibuk mondar mandir mengecek karyawannya yang sedang membereskan sisa roti. Aira mondar mandir melewati Byan yang sedang memperhatikannya.Saat Aira beranjak kembali dari duduknya, Byan dengan cepat menahan pergelangan tangannya, "Butuh apa? biar kakak yang ambil." Aira tertegun karena
"Yes." Ucap Byan.Alfian menepuk tangannya, "Tapi Aira ga segampang yang lo kira By." "Gue tau itu."***Aira berjalan di sepanjang trotoar jalan menuju halte bus dekat kampusnya, Sambil menunggu bus selanjutnya datang Aira akan mampir ke minimarket untuk membeli minum, saat melewati gang yang terhalang dua gedung besar, ada seorang pria yang bersiul kepadanya, Aira reflek menengok pada sumber suara. *Ih apaan sih, gak sopan banget. Ucap Aira dalam hati."Cantik, sini sayang ... kenalan dulu boleh dong." Ucap pria misterius itu.Aira mempercepat langkahnya, namun langkahnya kalah cepat dengan pria bertubuh kekar itu. "Suka di paksa ya?" Seringai Pria itu, yang dengan cepat mengalungkan lengannya di leher Aira dan sedikit merobek bajunya karna tarikannya yang sangat kuat.Aira terbatuk batuk, Pria itu menyeret Aira ke dalam gang yang gelap, entah keberanian darimana Aira menggigit tanga
"Nanti pagi pegawai kakak datang untuk antar barang barang kamu selama tinggal disini," Ucap Byan sambil menikmati makan malamnya."Emang kakak mau kemana?" "Kakak kerja Ra, besok ada pembahasan penting. gak apa apa kan di tinggal? nanti makan siang Kakak pulang. Tenang aja ... apartemen kakak aman." Aira mengangguk, "Oke.""Hm ... Ra, kakak ada sesuatu yang harus di sampaikan, rasanya mengganjal jika kakak Tahan terus." Aira menutup box makanan yang sudah kosong, menyudahi aktivitas makan malamnya. Aira sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Byan .. "Apaan ka? bikin penasaran aja." "Mm ... saya gak mau menjadi sekedar kakak di hati kamu" "Hah?" Aira menyelipkan rambut yang menghalangi wajah ke belakang telinganya, sambil terus menatap penasaran pada Byan.Byan memberanikan diri menggenggam tangan Aira, ""Aira , ayo kita berpacaran." Ucap Byan penuh keyakinan.Aira menatap Byan lirih."Tapi kit
2 Minggu berlalu, Byan belum juga menemukan Aira ... Alfian sendiri tidak bisa mengorek data pribadi Aira di kampus, karena itu bersifat rahasia."By, lo makan dulu ... kerjaan lo ga kelar kelar kalau mikirin Aira terus. nanti juga dia balik kok." Ucap Alfian dengan semangkuk bubur di tangannya.laByan terlihat pucat, beberapa rambut juga tumbuh di wajahnya ... pri itu tidak menyempatkan mengurus dirinya sendiri. setiap hari Byan hanya menunggu anak buahnya memberi informasi tentang perkembangan pencarian lokasi Aira."Gimana? udah ada kabar Aira ada dimana?" Ucap Byan dengan suara lemahnya."Ya belum lah By ... kalau ada juga gue pasti kabarin." Ponsel Alfian.CHAT.(Aira ) : Pak maaf Aira baru aktifkan ponsel. Maaf panggilan telpon dari bapak 2 Minggu yang lalu tidak terjawab."BYAAAAAN !!!!!!" Alfian menaruh semangkok bubur di meja dan dengan cepat menunjukan layar ponselnya pada Byan.
Byan terus memeluk Aira yang sedang menyiapkan minuman untuknya, "Mulai hari ini, kamu punyaku sayang." Bisik Byan. "Kak ... aku merinding jadinya." Aira bergidik saat Byan berbisik di telinganya. Byan mengangkat tubuh Aira yang ramping, dan mendudukkannya di meja dapur, "Jangan pernah berfikir buat jauh dari aku lagi, karena mulai sekarang udah gak akan bisa. Kamu masuk pantauan aku 24jam sayang." "Aku gak yakin kak, bisa aja ini cinta sesaat kamu ... jadi jangan terlalu dalam." "Gak yakin karena?" "Orang tua kamu tidak menyukai aku, dan kamu sudah punya calon istri." Byan membungkam mulut Aira dengan c1um4n yang menuntut, setelah beberapa menit Byan baru melepasnya. "Aku gak mau kata kata sejenis itu keluar dari mulut kamu. Calon istri ku cuman kamu. kalau kamu mau, besok aku bisa saja jadikan kamu istri yang sesungguhnya."
Hujan mengguyur sedari pagi hingga sore belum usai juga, seorang wanita memakai baju SMA berlarian di tepi jalan di tengah hujan, payung yang dia gunakan untuk berlindung rusak akibat angin yang berhembus kencang.Anak perempuan itu adalah Aira Hanindya.Aira berlari di tengah hujan sambil menutup kepala dengan tas sekolahnya yang berbahan plastik, dengan harapan kepalanya tidak pusing karena terlalu basah kuyup terkena air hujan."Bu, Aira pulang." Aira melepas sepatunya yang basah di depan rumah, sambil sesekali melirik pintu yang tidak kunjung di buka.Biasanya bu Sulastri selalu menyambut Aira sepulang sekolah, tetapi kali ini berbeda. Pintu rumah masih tetap tertutup rapat sekalipun Aira mengetuk beberapa kali sambil memanggil ibunya."Mungkin ibu masih membantu ayah di kebun." Gumam Aira.Hari sudah hampir gelap, akan tetapi kedua orang tuanya belum juga muncul di hadapan Aira. Aku harus menyusul ke kebun, perasaanku tidak enak. Batin Aira.Hujan masih gemericik membasahi desa i