Lengah-nya jalanan malam ini, membuat mobil Ford Mustang Bullitt itu melesat laju tanpa hambatan melewati beberapa bangunan tua yang menghiasi jalanan kota Quebec.
Tidak butuh waktu lama, mobil Randika kini memasuki gerbang area Mansion dimana keluarga Garrett tinggal. Mansion dengan struktur bangunan segi empat yang didesain ala bangunan-bangunan mewah di Prancis itu terlihat sepi karena separuh dari penghuninya sudah terlelap.
Randika memarkir cepat mobil kesayangannya di garasi Mansion. Dia ingin segera membersihkan tubuhnya yang sudah terasa sangat lengket. Namun, ketika hendak turun dari mobil, netra Randika tidak sengaja melihat kotak makan berwarna hitam yang dititipkan mama-nya untuk diberikan kepada Arumi. Sekilas terngiang ocehan panjang Jenny membuat dia memijat keras dahinya.
"Dia akan kelaparan di sana Ran? Apartemen itu sudah lama dia tinggalkan. Tidak mungkin ada makanan yang tersisa di sana."
"Shit, Bagaimana bisa aku melupakan ini."
Randika, mengambil ponsel nya dan mencari nomor sekretaris pribadinya itu untuk segera menghubunginya. Namun setelah beberla kali terdengar nada masuk, dengan buru-buru dia mematikan panggilannya.
"Shit, untung saja belum diangkat. Jika Rilan tahu Arumi kabur, dia akan menyalahkan ku dan memaksa untuk menemani dia di Apartemen." Randika membuang napas kasar memikirkan hal buruk yang akan menimpanya nanti saa Rilan tahu.
"Gadis yang sangat merepotkan. Untuk apa dia harus kabur. bukankah lebih baik dia diam di rumah saja,"
Randika benar-benar kesal. Dia berada pada pilihan yang membingungkan. Rasa egois yang tidak ingin terlihat sedang mengkhawatirkan orang lain membuat dia susah berkomunikasi dengan Arumi. Apalagi sejak gadis itu datang kerumahnya, Randika selalu memberikan sikap dingin dan cuek padanya, hingga membuat mereka kerap bertengkar. Jarang saling kedua orang itu bertegur sapa. Dan sekarang jika tiba-tiba Randika datang membawa kotak makan ini, entah apa yang akan dipikirkan gadis keras kepala itu padanya.
"Argh ... terserahlah. Yang terpenting, kotak makan ini sampai pada Tuannya." Segera dia menekan tombol dan menghubungi sekretaris pribadinya itu kembali.
.
.
00:25 Circa Condos old Quebec.
Ding ... Dong ....
Suara bel Apartemennya berbunyi, dahi Arumi berkerut dengan mata setengah terpejam, ujung netranya melirik lurus ke arah jam dinding kamarnya. 00:25. "Ini sudah sangat larut. Siapa yang datang di jam seperti ini?" batinnya.
Ding ... dong ....
Bel kembali berbunyi, dan terus berulang hingga membuat Arumi dengan terpaksa harus berjalan membukakan pintu.
"Argh ... siapa yang terus menekan bel." Tubuh Arumi sangat lemas karena lapar dan juga mengantuk hingga membuat dia tidak sanggup untuk bangkit. Namun bel berbunyi terus menerus hingga memaksa gadis bermanik cokelat itu harus menuju pintu untuk melihat siapa yang datang.
Un instant, (Sebentar,)" ucap Arumi mengusap-usap kedua matanya yang masih terasa berat untuk terbuka.
Cklak ....
Dan ketika pintu itu terbuka, tampak di depannya seorang pria dengan pakaian serba hitam dari atas kepala hingga kaki. Tak lupa dengan kotak makan kecil yang dia pegang pada tangan kanannya. Namun, karena posisi tubuhnya membelakangi, Arumi jadi tidak bisa melihat wajah dari pria berpakaian serba hitam tersebut.
"Desole qui est-ce? (Maaf ini siapa?)" tanya Arumi dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur.
Mata Arumi seketika membulat, saat pria dengan pakaian serba hitam itu berbalik. wanita itu menatap manik hitam di depannya dengan ekspresi yang sangat kaget.
"Kau!""Ekspresi mu sangat berlebihan, kau seperti sedang melihat hantu.""Kau!" "Ekspresi mu sangat berlebihan. Kau seperti melihat hantu." "Yah ... Kau memang seperti hantu. Kadang Kau muncul dan kadang Kau menghilang," decak Arumi memutar kedua bola matanya. Randika terkekeh "Aku tidak menghilang. Hanya kembali ke kantor, istirahat dan sekarang datang di depanmu," ujarnya santai. "Apa Kau Robot bucin?" "What ...! Robot bucin? Apa itu sejenis Robot tampan dan bergairah seperti ku?" tanya Randika tersenyum sambil mengedipkan mata. "Apa Kau hidup di jaman batu Tuan Muda Randika Garrett. Robot bucin itu artinya Robot budak cinta. Apa kau mengerti apa itu budak cinta? seseorang yang rela melakukan hal bodoh untuk sang pujaan hati, seperti dirimu sekarang ini," terang Arumi panjang lebar. "Hentikan omong kosongmu itu. Siapa yang sedang menjadi Robot bucin di sini." "Tentu saja kau ...." sela Arumi. "Aku?" "Ya, kau. Kemarin, saat Om dan Tante meminta kita untuk bertunangan, kamu m
Randika menyandarkan tubuhnya pada sofa empuk di sebuah bar mini yang berada pada bagian paling belakang area sebuah kafe. Pria bermanik hitam itu menikmati minumannya tanpa di temani siapa pun. Hanya ada dua orang bartender yang berada dibalik meja pelayanan. Bahkan pengunjung pun tidak di perbolehkan untuk masuk ke sana. "Demi Tuhan dia tidak cocok untuk ku." Randika mengesap wiskinya sampi habis. Mengacak sekilas rambutnya yang lebat hingga terlihat berantakan. Dasi yang dia gunakan pun ditarik begitu saja. Jika ada yang melihatnya, mungkin mereka akan berfikir dia adalah pria yang sedang putus cinta dengan tingkat kekecewaan yang sangat tinggi. "Sepertinya akan ada pesta alkohol," ejek Brian yang tiba-tiba saja muncul. Dia memberi kode kepada seorang bartender untuk membawakan minuman dan kemudian bergabung dengan Randika. "Sedang apa kau di sini." "Gedung ini milikku. Aku bebas berada dimana pun." Randi
Pria bermanik hitam itu menikmati minumannya tanpa di temani siapa pun. Hanya ada dua orang bartender yang berada dibalik meja pelayanan. Bahkan pengunjung pun tidak di perbolehkan untuk masuk ke sana. "Camilla, Penelope, Camilla, Penelope." Brian mengesap wiskinya sampi habis. Mengacak sekilas rambutnya yang lebat hingga terlihat berantakan. Dasi yang dia gunakan pun ditarik begitu saja. "Dimana kau Camilla, kenapa kau sama sekali tidak memberi kabar padaku." Brian mendengus kesal, sudah 2 bulan berlalu dan wanita itu sama sekali belum memberi kabar untuknya. "Sepertinya akan ada pesta di sini" ejek Samuel yang tiba-tiba saja muncul. Dia memberi kode kepada seorang bartender untuk membawakan minuman dan kemudian bergabung bersama Brian. "Sedang apa kau di sini." "Gedung ini milikku. Aku bebas berada dimana pun." Brian terkekeh. Pusing kepalanya membuat dia lupa kalau ini adalah bar mini milik sahabatnya "
Randika melajukan Mobil nya sedikit lebih cepat, rasa lapar kini menghantuinya. Dia tidak sempat makan apa-apa di rumah tadi karena niatnya memang akan sarapan bersama Arumi. Tidak butuh waktu lama, Mobil Sport hitam miliknya kini sudah memasuki area parkir sebuah kafe. Namun gadis yang sedari tadi mengoceh itu malah terlelap. Randika mengamati wajah polos gadis yang akan menjadi tunangannya itu. Rasanya sangat tidak mungkin, gadis yang sudah dianggap seperti adiknya ini akan menjadi istrinya. Apalagi jika dia harus melakukan adegan ranjang bersama Arumi. Memikirkan adegan ranjang, tiba-tiba saja pikiran Randika bergerilya. Entah setan apa yang menghampirinya hingga membuat dirinya tidak bisa menahan hati untuk segera mencicipi bibir ranum gadis yang tertidur di depannya. Akhirnya, dengan segala gairahnya. Satu kecupan mendarat cepat pada bibir Arumi. Gadis itu sedikit bergeliat saat bibir keduanya mulai terpaut. Namun bukannya terbangun Arumi m
"Apa!" Arumi tidak dapat menahan emosinya tangannya bahkan gemetar dengan wajah merah padam. "Kau sudah mencuri ciumanku, dan sekarang kau mengatakan tahu siapa pria di dalam mimpiku? Dasar Pria mesum! Apa kau menyelip masuk ke dalam mimpiku tadi?" Terdengar kekehan kecil dari mulut Randika. Pria bermanik hitam itu benar-benar merasa puas karena telah berhasil membuat Arumi marah. "Dasar bocah, dia bahkan tidak tahu kalau itu adalah ciuman keduanya hari ini, ahahahaha kau terlihat sangat menggemaskan." Batin Randika. • • Makanan yang Randika pesansudah tiba. Meskipun marah tapi Brian menyiapkan semua sesuai dengan permintaannya. Dan untuk kesekian kalinya Arumi dia buat kaget dengan semua makanan yang di sajikan. Semua menu yang di sediakan membuat selerah makannya yang menggebu-gebu tadi menghilang.
"Apa!" Arumi tidak dapat menahan emosinya tangannya bahkan gemetar dengan wajah merah padam. "Kau sudah mencuri ciumanku, dan sekarang kau mengatakan tahu siapa pria di dalam mimpiku? Dasar Pria mesum! Apa kau menyelip masuk ke dalam mimpiku tadi?" Terdengar kekehan kecil dari mulut Randika. Pria bermanik hitam itu benar-benar merasa puas karena telah berhasil membuat Arumi marah. "Dasar bocah, dia bahkan tidak tahu kalau itu adalah ciuman keduanya hari ini, ahahahaha kau terlihat sangat menggemaskan." Batin Randika. • • Makanan yang Randika pesansudah tiba. Meskipun marah tapi Brian menyiapkan semua sesuai dengan permintaannya. Dan untuk kesekian kalinya Arumi dia buat kaget dengan semua makanan yang di sajikan. Semua menu yang di sediakan membuat selerah makannya yang menggebu-gebu tadi menghilang.
"Tuan!" Randika, dan Brian yang sedang asyik berbincang pun kaget seketika menoleh ke arah sumber suara itu. Randika melebarkan kedua bola matanya hingga sepurna Saat melihat Rilan yang berlari menggendong Arumi ke arah mereka. "Rilan!" "Tuan, bantu aku." "Apa yang terjadi?" "Aku tidak tahu Tuan, tadi saat melewati pintu lobi, Rumi tiba-tiba merasa pusing. Aku pikir hanya pusing biasa, jadi Aku biarkan saja. Tapi setelah di jalan, dia bertingkah aneh dan mendesah berulang kali. Makanya saya bawa lagi ke sini. Jika ke Mansion, saya takut akan membuat Nyonya dan Tuan besar bingung," jawab Rilan terengah-engah. "Apa maksudmu mendesah?" "Aku juga tidak mengerti." "Cepat sandarkan dia di kursi," Pinta Brian yang sudah mulai gelisah. "Arumi!" Randika menepuk-nepuk kedua pipi Arumi agar gadis itu bisa sadar. "Arumi!" "Aah sakit." "Ada apa denganmu, kenapa kau seperti ini. Sadarlah.
"Tunggu!" "Ada apa Tuan, apa kau mencurigai sesuatu?" "Sebelum Ke kafe? Arumi terlihat baik-baik saja, dia juga belum makan apapun dari Apartemen karena aku menjemputnya sangat pagi. Apa jangan-jangan." Randika melirik ke arah Brian yang terlihat gelisah dan gugup. "Benar Tuan, pikiran kita sama." "Shit, BRIAN!!" "Ran maafkan aku," ucapnya penuh tekanan. Tanpa banyak bicara, Randika menarik tubuh Brian dan melayangkan pukulan kepada sahabatnya. Bugh ... Pukulan keras Randika membuat pria bermanik biru itu tersungkur dengan dara menyembur dari sudut bibirnya. Tanpa belas kasihan Randika kembali menarik kerak baju Brian dengan tatapan penuh kebencian. "Apa yang kau lakukan padanya." "Ma-maafkan aku Ran." "Cepat katakan!" "Aku menaruh sedikit obat di minumannya tadi." "What!" "Kau gila Brian!" Rilan mendekat ingin memberikan pukulan. Namun gelengan tatapan tajam Randika