"Kau!"
"Ekspresi mu sangat berlebihan. Kau seperti melihat hantu."
"Yah ... Kau memang seperti hantu. Kadang Kau muncul dan kadang Kau menghilang," decak Arumi memutar kedua bola matanya.
Randika terkekeh "Aku tidak menghilang. Hanya kembali ke kantor, istirahat dan sekarang datang di depanmu," ujarnya santai.
"Apa Kau Robot bucin?"
"What ...! Robot bucin? Apa itu sejenis Robot tampan dan bergairah seperti ku?" tanya Randika tersenyum sambil mengedipkan mata.
"Apa Kau hidup di jaman batu Tuan Muda Randika Garrett. Robot bucin itu artinya Robot budak cinta. Apa kau mengerti apa itu budak cinta? seseorang yang rela melakukan hal bodoh untuk sang pujaan hati, seperti dirimu sekarang ini," terang Arumi panjang lebar.
"Hentikan omong kosongmu itu. Siapa yang sedang menjadi Robot bucin di sini."
"Tentu saja kau ...." sela Arumi.
"Aku?"
"Ya, kau. Kemarin, saat Om dan Tante meminta kita untuk bertunangan, kamu menolaknya dengan keras. Dan entah angin apa yang masuk ke dalam tubuh kekarmu ini, tiba-tiba saja Kau datang dan mengatakan akan menerima ku sebagai calon istrimu. Setelah itu, kau pergi begitu saja dan sekarang kau malah datang di jam seperti ini. Apalagi kalau bukan Robot bucin," ucapnya dengan sekali tarikan napas.
"Apa sudah selesai bicara Nona Arumi?"
"Yah."
"Kalau begitu ambil ini." Randika memberikan kotak makan yang di titipkan mamanya untuk dibawakan pada Arumi tadi.
"Apa ini?" tanya Arumi.
"Makanan. Apa hidung mu tidak bisa mengendus," jawabnya kasar.
"Tentu saja bisa. Fungsi hidungku masih bagus," cicit Arumi kesal.
"Sudahlah, aku harus pergi. Bawa masuk kotak makan ini, dan habiskan semua isinya. Makan sekenyang mungkin agar pikiran kotor mu itu hilang. Kata pepatah, orang akan berfikir aneh jika mereka lapar," ucap Randika sedikit menekan pada kata lapar.
Amira mencibir kesal, ucapan Randika seakan menyindirnya. Pada kenyataannya dia memang sangat lapar sekarang. Ia mengangkat kedua tangannya dan mengambil kotak makan yang disodorkan Randika.
"Besok, aku akan menjemputmu untuk kembali ke Mansion. Jangan membantah, turuti saja kata-kataku," tegas Randika.
Arumi menggeleng memasang wajah masam dan berkata. "Aku belum ingin kembali."
"Lihat, kau bahkan berani membantah calon suamimu."
"What! calon suami?"
Dan belum sempat Arumi melanjutkan ucapannya, Randika dengan cepat sudah menyelah.
"Masuklah, diluar sangat dingin. Kau bisa masuk angin nanti. Dan ini sudah sangat larut. Jika aku masih tetap di sini, apa kata tetangga nanti. Kau sendirian bukan, jika seorang Pria datang bertamu di jam seperti ini, orang akan mengira kau bukan wanita baik-baik."
"Kau menyindirku?"
"Tidak!"
"Tapi ucapan mu tadi seperti menyindirku."
Pria bermanik hitam itu menatap Arumi tajam seakan ingin menerkamnya. "Kau selalu saja ingin berdebat denganku gadis pembangkang."
"Itu karena kau yang memulainya."
Randika merasa terganggu dengan ucapan Arumi, dia menegakkan kepala dan kembali memberikan tatapan tajam." Masuklah Nona. Dan ingat jika Mom dan Dady bertanya, katakan semua baik-baik saja."
"Baiklah ... hati-hati Tuan Robot."
"What?" Randika berbalik. "Kau memanggilku apa?"
Arumi tidak menjawab. Dia malah memberikan setengah senyum untuk mengimbangi tatapan mata hitam Randika yang membuat jantungnya berdetak kencang, lalu berbalik masuk menutup pintu dengan keras.
Bruak ....
"Ada apa denganmu Arumi." gadis itu menggeleng. "Tidak ... tidak ... tidak .... Jangan sampai itu terjadi."
Randika menyandarkan tubuhnya pada sofa empuk di sebuah bar mini yang berada pada bagian paling belakang area sebuah kafe. Pria bermanik hitam itu menikmati minumannya tanpa di temani siapa pun. Hanya ada dua orang bartender yang berada dibalik meja pelayanan. Bahkan pengunjung pun tidak di perbolehkan untuk masuk ke sana. "Demi Tuhan dia tidak cocok untuk ku." Randika mengesap wiskinya sampi habis. Mengacak sekilas rambutnya yang lebat hingga terlihat berantakan. Dasi yang dia gunakan pun ditarik begitu saja. Jika ada yang melihatnya, mungkin mereka akan berfikir dia adalah pria yang sedang putus cinta dengan tingkat kekecewaan yang sangat tinggi. "Sepertinya akan ada pesta alkohol," ejek Brian yang tiba-tiba saja muncul. Dia memberi kode kepada seorang bartender untuk membawakan minuman dan kemudian bergabung dengan Randika. "Sedang apa kau di sini." "Gedung ini milikku. Aku bebas berada dimana pun." Randi
Pria bermanik hitam itu menikmati minumannya tanpa di temani siapa pun. Hanya ada dua orang bartender yang berada dibalik meja pelayanan. Bahkan pengunjung pun tidak di perbolehkan untuk masuk ke sana. "Camilla, Penelope, Camilla, Penelope." Brian mengesap wiskinya sampi habis. Mengacak sekilas rambutnya yang lebat hingga terlihat berantakan. Dasi yang dia gunakan pun ditarik begitu saja. "Dimana kau Camilla, kenapa kau sama sekali tidak memberi kabar padaku." Brian mendengus kesal, sudah 2 bulan berlalu dan wanita itu sama sekali belum memberi kabar untuknya. "Sepertinya akan ada pesta di sini" ejek Samuel yang tiba-tiba saja muncul. Dia memberi kode kepada seorang bartender untuk membawakan minuman dan kemudian bergabung bersama Brian. "Sedang apa kau di sini." "Gedung ini milikku. Aku bebas berada dimana pun." Brian terkekeh. Pusing kepalanya membuat dia lupa kalau ini adalah bar mini milik sahabatnya "
Randika melajukan Mobil nya sedikit lebih cepat, rasa lapar kini menghantuinya. Dia tidak sempat makan apa-apa di rumah tadi karena niatnya memang akan sarapan bersama Arumi. Tidak butuh waktu lama, Mobil Sport hitam miliknya kini sudah memasuki area parkir sebuah kafe. Namun gadis yang sedari tadi mengoceh itu malah terlelap. Randika mengamati wajah polos gadis yang akan menjadi tunangannya itu. Rasanya sangat tidak mungkin, gadis yang sudah dianggap seperti adiknya ini akan menjadi istrinya. Apalagi jika dia harus melakukan adegan ranjang bersama Arumi. Memikirkan adegan ranjang, tiba-tiba saja pikiran Randika bergerilya. Entah setan apa yang menghampirinya hingga membuat dirinya tidak bisa menahan hati untuk segera mencicipi bibir ranum gadis yang tertidur di depannya. Akhirnya, dengan segala gairahnya. Satu kecupan mendarat cepat pada bibir Arumi. Gadis itu sedikit bergeliat saat bibir keduanya mulai terpaut. Namun bukannya terbangun Arumi m
"Apa!" Arumi tidak dapat menahan emosinya tangannya bahkan gemetar dengan wajah merah padam. "Kau sudah mencuri ciumanku, dan sekarang kau mengatakan tahu siapa pria di dalam mimpiku? Dasar Pria mesum! Apa kau menyelip masuk ke dalam mimpiku tadi?" Terdengar kekehan kecil dari mulut Randika. Pria bermanik hitam itu benar-benar merasa puas karena telah berhasil membuat Arumi marah. "Dasar bocah, dia bahkan tidak tahu kalau itu adalah ciuman keduanya hari ini, ahahahaha kau terlihat sangat menggemaskan." Batin Randika. • • Makanan yang Randika pesansudah tiba. Meskipun marah tapi Brian menyiapkan semua sesuai dengan permintaannya. Dan untuk kesekian kalinya Arumi dia buat kaget dengan semua makanan yang di sajikan. Semua menu yang di sediakan membuat selerah makannya yang menggebu-gebu tadi menghilang.
"Apa!" Arumi tidak dapat menahan emosinya tangannya bahkan gemetar dengan wajah merah padam. "Kau sudah mencuri ciumanku, dan sekarang kau mengatakan tahu siapa pria di dalam mimpiku? Dasar Pria mesum! Apa kau menyelip masuk ke dalam mimpiku tadi?" Terdengar kekehan kecil dari mulut Randika. Pria bermanik hitam itu benar-benar merasa puas karena telah berhasil membuat Arumi marah. "Dasar bocah, dia bahkan tidak tahu kalau itu adalah ciuman keduanya hari ini, ahahahaha kau terlihat sangat menggemaskan." Batin Randika. • • Makanan yang Randika pesansudah tiba. Meskipun marah tapi Brian menyiapkan semua sesuai dengan permintaannya. Dan untuk kesekian kalinya Arumi dia buat kaget dengan semua makanan yang di sajikan. Semua menu yang di sediakan membuat selerah makannya yang menggebu-gebu tadi menghilang.
"Tuan!" Randika, dan Brian yang sedang asyik berbincang pun kaget seketika menoleh ke arah sumber suara itu. Randika melebarkan kedua bola matanya hingga sepurna Saat melihat Rilan yang berlari menggendong Arumi ke arah mereka. "Rilan!" "Tuan, bantu aku." "Apa yang terjadi?" "Aku tidak tahu Tuan, tadi saat melewati pintu lobi, Rumi tiba-tiba merasa pusing. Aku pikir hanya pusing biasa, jadi Aku biarkan saja. Tapi setelah di jalan, dia bertingkah aneh dan mendesah berulang kali. Makanya saya bawa lagi ke sini. Jika ke Mansion, saya takut akan membuat Nyonya dan Tuan besar bingung," jawab Rilan terengah-engah. "Apa maksudmu mendesah?" "Aku juga tidak mengerti." "Cepat sandarkan dia di kursi," Pinta Brian yang sudah mulai gelisah. "Arumi!" Randika menepuk-nepuk kedua pipi Arumi agar gadis itu bisa sadar. "Arumi!" "Aah sakit." "Ada apa denganmu, kenapa kau seperti ini. Sadarlah.
"Tunggu!" "Ada apa Tuan, apa kau mencurigai sesuatu?" "Sebelum Ke kafe? Arumi terlihat baik-baik saja, dia juga belum makan apapun dari Apartemen karena aku menjemputnya sangat pagi. Apa jangan-jangan." Randika melirik ke arah Brian yang terlihat gelisah dan gugup. "Benar Tuan, pikiran kita sama." "Shit, BRIAN!!" "Ran maafkan aku," ucapnya penuh tekanan. Tanpa banyak bicara, Randika menarik tubuh Brian dan melayangkan pukulan kepada sahabatnya. Bugh ... Pukulan keras Randika membuat pria bermanik biru itu tersungkur dengan dara menyembur dari sudut bibirnya. Tanpa belas kasihan Randika kembali menarik kerak baju Brian dengan tatapan penuh kebencian. "Apa yang kau lakukan padanya." "Ma-maafkan aku Ran." "Cepat katakan!" "Aku menaruh sedikit obat di minumannya tadi." "What!" "Kau gila Brian!" Rilan mendekat ingin memberikan pukulan. Namun gelengan tatapan tajam Randika
Dengan susah payah ketiga pria itu membawa Arumi ke kamar. Setelah melihat Arumi sedikit tenang, Randika menyuruh Rilan untuk kembali segera ke kantor. Hari ini dia harus menggantikan Randika menghadiri rapat dan mengurus beberapa berkas penting. "Maaf Tuan, aku akan tetap di sini. Jika sesuatu terjadi para Rumi, siapa yang akan menolongnya." "Jadi kau pikir aku ini apa? "Aku tidak mau mengambil resiko. Kau bahkan membuat dia seperti itu Tuan," tunjuk Rilan pada Arumi yang sudah berada dibelakang Randika dan mulai bereaksi lagi. "Ini bukan perbuatanku, ini perbuatan Pria mesum itu, Arumi diamlah, kau bisa membuatku bergairah jika seperti ini, kalian berdua, bantu aku." Randika benar-benar kewalahan karena Arumi yang terus saja memaksa untuk mengelus dadanya. Dia bahkan mencium serta mencakar tubuh Randika. "Apa yang harus aku lakukan." Brian terlihat gugup samlai tidak tahu apa yang harus dia perbuat. "Apa aku harus memeluknya ag