Share

Chapter 4

Randika menyandarkan tubuhnya pada sofa empuk di sebuah bar mini yang berada pada bagian paling belakang area sebuah kafe.

Pria bermanik hitam itu menikmati minumannya tanpa di temani siapa pun. Hanya ada dua orang bartender yang berada dibalik meja pelayanan. Bahkan pengunjung pun tidak di perbolehkan untuk masuk ke sana.

"Demi Tuhan dia tidak cocok untuk ku."

Randika mengesap wiskinya sampi habis. Mengacak sekilas rambutnya yang lebat hingga terlihat berantakan. Dasi yang dia gunakan pun ditarik begitu saja. Jika ada yang melihatnya, mungkin mereka akan berfikir dia adalah pria yang sedang putus cinta dengan tingkat kekecewaan yang  sangat tinggi.

"Sepertinya akan ada pesta alkohol," ejek Brian yang tiba-tiba saja muncul.

Dia memberi kode kepada seorang bartender untuk membawakan minuman dan kemudian bergabung dengan Randika. 

"Sedang apa kau di sini."

"Gedung ini milikku. Aku bebas berada dimana pun."

Randika terkekeh. Pusing kepalanya membuat dia lupa kalau ini adalah bar mini di area kafe Brian yang mereka buat bersama.

"Kau benar."

"Apa ada masalah?" Pria bermata biru itu melirik ke sekitar seperti mencari-cari sesuatu.

"Kau bicara padaku tapi matamu ke mana-mana."

"Aku mencari para wanita penghibur yang selalu kau tarik untuk menemani kesendirianmu. Tapi di mana mereka?" ujar Brian masih mencari.

"Berengsek kau!"

"Aku serius."

Brian tahu betul tabiat Randika. Semenjak di tinggal pergi oleh kekasihnya, kedatangannya adalah kegembiraan banyak wanita. Mereka akan berlomba-lomba untuk mendekati Randika. Dan siapa pun wanita yang beruntung itu, dia akan menikmati malam yang indah bersama Randika. Namun kali ini tampaknya sedikit berbeda. Sahabat karibnya itu datang tidak untuk bersenang-senang, melainkan melepas penat otaknya yang rapuh.

"Aku sedang tidak ingin ditemani siapa pun. Pikiranku sedang kacau."

"Apa ini tentang Evanya?"

"Aku tidak sedang memikirkan perempuan itu."

Brian sedikit mengerutkan kening. "Lalu, siapa?" 

"Adik ku."

"Adik? Maksudmu Arumi?"

"Hmm."

"Ada Apa dengannya, Apa kalian bertengkar lagi."

"Kami di jodohkan."

"What!" Mata Brian yang berkeliaran kini berganti fokus pada sahabatnya. Ucapannya seakan menghipnotis Brian untuk tetap melihatnya. "Kau tidak bercanda bukan."

"Apa aku terlihat sedang bercanda?" teriaknya.

Dia kembali teringat, beberapa hari yang lalu, saat ayahnya mengatakan tentang perjodohan. Awalnya Randika benar-benar geram, marah, dan dengan tegas menolaknya. Gadis yang di jodohkan oleh ayahnya itu adalah anak titipan dari mendiang sahabatnya. Dan Arumi, meskipun sering sekali mereka bertengkar tapi gadis itu sudah dia anggap layaknya adik sendiri.

Awal kedatangan gadis itu, memang sedikit membuat Randika tidak nyaman. Keras kepalanya Arumi membuat mereka sering sekali bermusuhan. Bahkan gadis berponi itu tidak pernah mendengar perintah Randika. Namun, lambat laun Randika mulai terbiasa dan mau menerima Arumi seperti adiknya sendiri.

"Aku hampir gila memikirkannya."

"Kau bisa menolaknya bukan."

Randika menggeleng." Sayangnya itu tidak terjadi."

aku tidak bisa menolak permintaan kedua orangtuaku, aku menyetujuinya, bahkan aku memberikan beberapa syarat untuk perempuan itu.

"Kau Gila! Mana bisa kau menikahi adikmu sendiri. Ini pernikahan, bukan sedang berkompetisi," teriak Brian.

"Aku juga tidak tahu Brian," teriaknya tidak kalah keras.

"Dan Evanya, kau bahkan belum bertemu dengannya sejak kejadian itu."

Pemilik manik itu meraih botol minuman dan meneguknya sampai habis. Mendengar ucapan Brian membuatnya seperti merasakan kemarau panjang di tenggorokan. Randika lalu bangkit dan berjalan pergi meninggalkan Brian.

"Hei, kau pergi."

Tak ada jawaban dari Randika, hanya terlihat lambaian tangannya sebelum betul-betul menghilang di balik pintu.

"Dasar Pria Gila!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status