Share

BAB. 2 Terjadi Perdebatan

"Ti ... tidak kok, Oma. Hanya saja saat ini Faith sedang fokus menangani sebuah proyek besar di sana." sergah Daddy Heru, mencoba menjelaskan semuanya kepada sang ibu.

"Memangnya tidak ada orang lain yang bisa kamu percayai untuk menangani proyek itu, Heru?" ketus Oma Meri.

"A ... ada sih, Oma. Tapi kan Faith lebih unggul dari yang lainnya. Apalagi dia seorang CEO yang sangat handal dibidangnya." Tuan Heru terus berbicara mengenai proyek itu dan menjelaskan peran besar sang putra, dalam keberhasilan proyek itu.

Sang istri, Nyonya Rara terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya. Melihat tingkah suaminya yang lebih mementingkan pekerjaan di perusahaan dibandingkan dengan kesehatan ibu kandungnya sendiri. 

Sementara Oma Meri menatap tajam ke arah putranya.

"Oh jadi kamu lebih mementingkan urusan perusahaan, Heru? Apakah kamu masih kekurangan uang?" sindir Oma Meri.

"Bu ... bukan begitu, Oma."

"Jadi, apa? Atau kamu menunggu ibumu ini tidak ada lagi di dunia ini, baru kamu merasa lega?" isak tangis Oma Meri, mulai terdengar di ruangan itu.

Seketika hati Tuan Heru diliputi rasa bersalah. Dia merasa jika dirinya saat ini terlalu egois.

"Apakah salah jika aku meminta untuk menemui cucu-cucuku untuk terakhir kalinya?" sedihnya semakin menyayat.

"Lovlyta sejak kuliah di London. Tidak pernah sekali pun menginjakkan kaki di Jakarta. Apalagi Faith, sejak menetap di New York, sudah sepuluh tahun lamanya. Dia juga tidak pernah kembali ke Indonesia! Heru ... sebenarnya apa yang kamu inginkan dari anak-anakmu? Apakah masih kurang kekayaan yang ayah mu wariskan, yang begitu berlimpah-limpah. Bahkan dapat membiayai hidup tujuh keturunan mu berikutnya! Apakah itu masih kurang?" Oma Meri, menjadi sangat sedih saat ini.

Nyonya Rara juga ikut-ikutan menjadi sedih. Melihat ibu mertuanya yang sedang menangis. Tak terasa air matanya, ikut jatuh di pelupuk matanya.

Nyonya Rara baru menyadari jika apa yang dikatakan oleh ibu mertuanya itu, ada benarnya. Kedua anaknya, sebagai cucu sang oma. Faith dan Lovlyta, tidak pernah sekalipun menjenguk nenek mereka.

Pantas saja Oma Meri merasa sangat kesepian. Belum lagi kesibukan dari sang suami dan dirinya dalam mengurusi perusahaan. Membuat Oma Meri dirawat oleh keluarga Pak Danu.

Nyonya Rara pun bertekad, akan mempertemukan kedua cucu sang Oma, dengan Beliau. Bagaimana pun caranya. Walau bagaimana pun Faith dan Lovlyta adalah cucu-cucu kesayangan, Oma Meri. 

Nyonya Rara mencoba menguatkan ibu mertuanya, sambil menepuk-nepuk punggungnya dengan pelan. Sembari berkata,

"Oma, jangan bersedih hati begitu. Oma berhenti ya, menangis? Aku pastikan, baik Faith maupun Lovlyta akan pulang ke Indonesia dengan segera." janjinya, kepada ibu mertuanya.

"Mommy ... sebaiknya kita bicarakan ini lebih dulu." Ternyata Tuan Heru, masih mempertimbangkannya lagi. 

Oma Meri seketika menatap tajam ke arah putranya yang terlalu berambisi itu. 

Sang menantu, Nyonya Rara. Sudah dapat ditaklukkan oleh Oma Meri. Buktinya, dia menyetujui kepulangan Faith dan Lovlyta ke Indonesia. 

Sedangkan putranya sendiri, masih saja berkeras kepala. Sang Oma pun terlihat menekan salah satu tombol di ponselnya.

Sambil terus dalam mode menangis. Seraya menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Daddy! Apalagi yang harus dibicarakan, sih? Apakah kamu nggak kasihan melihat kondisi Oma? Beliau hanya merindukan kedua cucunya. Apakah hal itu sangat susah untuk diwujudkan saat ini?" ketus sang istri, tetap bersikeras.

"Mommy, kamu juga harus mempertimbangkan, Lovlyta akan segera menyelesaikan gelar masternya. Sementara Faith sangat sibuk di perusahaan. Ada baiknya, kita atur lagi jadwal kepulangan mereka." tukas Daddy Heru, kepada istrinya.

Kedua suami istri itu terus saja berdebat. Membuat kepala Oma Meri yang mendengarnya semakin pusing saja.

"Aduh! Nggak Rara! Nggak Heru! Tetap saja berdebat tiada akhir. Kedua orang ini, tidak pernah berubah! Dari dulu sampai sekarang tetap saja adu argumen! Bisa-bisa kepalaku menjadi pecah mendengar ocehan mereka." gumam Oma Meri, dalam hatinya.

Oma Meri pun kembali mengutak-atik ponsel pintarnya, dia sedikit gelisah. Kenapa para tim dokter tidak juga datang ke ruangannya. Padahal rumah sakit ini adalah salah satu aset pribadinya.

"Kenapa para dokter tidak datang juga? Aku ingin kedua orang ini segera disingkirkan dari hadapanku!" ketusnya, dalam hati.

Telinga Oma Meri semakin panas mendengar perdebatan tiada akhir dari kedua pasangan suami istri itu. Tuan Heru dan Nyoya Rara.

Bahkan kadang kala Oma Meri tak habis pikir dengan anak dan menantunya itu. Selalu saja memperdebatkan apa pun. Pikiran mereka tak pernah sejalan dalam hal apa pun. Akan tetapi pernikahan keduanya, tetap saja langgeng sampai saat ini. 

"Mungkin ini yang dinamakan dengan kekuatan cinta." pikir sang oma.

Tak berapa lama, tim dokter pun datang ke ruang rawatan Oma Meri yang mewah itu.

Semua para dokter spesialis berkumpul di ruangan itu. Mereka dipimpin oleh dokter Roland sebagai kepala rumah sakit.

"Selamat pagi, Tuan dan Nyonya Hoewar. Maaf menggangu pagi Anda, berdua." ucap dokter Roland, mengawali pembicaraan.

"Tidak masalah, dok. Kami sedang tidak sibuk, kok. Hanya saja, kami sedang mendiskusikan sesuatu." Ternyata, Tuan Heru merasa terganggu dengan datangnya banyak dokter di ruangan itu. 

Sehingga perdebatan sengitnya dengan sang istri. Mau tidak mau, terpaksa harus dihentikan dulu. 

Sang ibu, Oma Meri. Lagi-lagi menatap tajam ke arah putranya. Karena menyiratkan ketidaksukannya dengan kedatangan para dokter itu.

"Cepat katakan, ada apa dokter? Kenapa semua orang menjadi datang ke sini? Apakah ada sesuatu hal darurat yang sedang terjadi?" tukas Tuan Heru kepada dokter Roland.

Melihat Tuan Heru yang terlihat keberatan, karena banyak orang yang ada di ruangan itu. Dokter Roland segera mengutarakan apa yang ingin dirinya katakan.

"Begini, Tuan Heru." Sang dokter pun mulai menjelaskan penyakit Oma Meri. Kedua suami istri itu, terlihat terdiam dan terus mendengarkan setiap penjelasan dari sang dokter. 

Sementara Oma Meri mulai terlihat lemah dan pura-pura tidur untuk lebih mendramatisir keadaan.

"Apa?" kaget kedua suami istri itu. Mendengar penjelasan dokter Roland.

Tuan Heru ingin menyela perkataan dokter Roland, namun sang dokter segera berkata,

"Penjelasan saya masih belum selesai, Tuan Hoewar." sela, dokter Roland.

"Baik, dokter. Silakan lanjutkan." tutur Tuan Heru.

"Jadi dengan kondisi Oma Meri sekarang ini. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi. Bisa saja sesuatu hal yang tidak diinginkan semua orang dapat terjadi."

"Apa?" Lagi-lagi, kedua suami istri itu dibuat terkaget-kaget dengan diagnosa dari dokter Roland. Seorang dokter senior dan sangat disegani di rumah sakit itu.

Tak terasa air mata Nyonya Rara kembali mengalir. Dia menatap sendu ke arah sang ibu mertua yang sedang tertidur itu.

"Dokter, apa yang harus kami lakukan saat ini. Agar kesehatan Oma Meri, cepat pulihnya?" lirih Nyonya Rara sedih.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status